Manipulatif Cerdik

1456 Words
Happy Reading. "Dimana dia." Lukas bergumam pelan sambil mengamati ke sekeliling. Sudah cukup lama dia mencari-cari keberadaan Arabella namun perempuan itu tak juga terlihat. Padahal dia sudah mengingatkan Arabella untuk menunggunya. Tapi yang terjadi Arabella malah pergilah terlebih dulu meninggalkannya. Lukas menghembuskan napas panjang, kemudian bertolak pinggang dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Keras kepala Arabella terkadang membuatnya hampir hilang kendali. Sehingga mau tidak mau, Lukas harus menahan diri mati-matian supaya tidak meledak di hadapan Arabella. Mata Lukas menyipit ketika melihat sosok yang dikenalnya baru saja keluar dari kamar mandi wanita. Lukas segera melanjutkan, setengah berlari mengejar langkah perempuan itu lalu menepuk pundaknya pelan. "Kau melihat Arabella?" Mayudi tersentak kaget saat merasakan tepukan di pundaknya. Dan tanpa persiapan terlebih dulu, dia lalu membalikkan badan, syok bercampur kaget melihat Lukas. "Lu...Lukas." Kening Lukas mengernyit, seperti tidak suka dengan reaksi terkejut Mayudi. Perempuan itu tampak sangat ketakutan seolah-olah menganggap dirinya adalah monster. "Apa kau melihat Arabella." Lukas berucap dengan nada rendah pada saat mengulang kalimatnya, tidak ada kelembutan disana. "Tidak. Aku pikir dia bersamamu." jawab Mayudi pelan, gugup ditatap sedemikian tajam oleh Lukas. Lukas menggerakkan tangannya, mengacak rambutnya frustasi. "Masuklah. Aku akan mencarinya." ucap Lukas kemudian. Mayudi menganggukkan kepala tipis dan menatap Lukas dengan berani. "Mungkin saja Arabella berada di ruang ganti siswa. Kau... pergilah kesana." Setelah Mayudi mengatakan itu, Lukas hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Tanpa membuang-buang waktu lagi, dia segera membalikkan badan lalu melangkah pergi. ***** "Kau tidak akan berhasil mempengaruhiku." sikap Arabella yang seolah tak mengenal takut membuat Kenzo semakin menyeringai lebar. Dia tidak menyangka bahwa gadis polos dan tampak penakut ini memiliki sisi lain. dari dirinya. Kenzo penasaran, ingin mengorek lebih dalam apa lagi yang tersembunyi di dalam diri Arabella. Perempuan dihadapannya ini sangat berbeda dari biasanya. Dia angkuh, berani, suka melawan bahwa tak terlihat seperti wanita lemah yang selalu ditindas. "Cinta memang membuat buta. Pantas saja kau tidak percaya terhadap perkataan ku. Ternyata kau sudah tergila-gila pada Lukas. Biar ku peringatkan padamu, jangan terlalu mencintainya jika kau tidak ingin merasakan luka yang tak berdarah. Sebelum kau melabuhkan hatimu kepada Lukas, pastikan kau mengenali sisi luar dan dalamnya. Kalau tidak kau akan kecewa berat Arabella. Sangat sulit untuk menyembuhkan luka hati." Kenzo menanamkan potongan-potongan kalimat yang terdengar cukup mengerikan, ingin meracuni pikiran Arabella. Arabella tergelak, dan tersenyum lebar ketika menyahuti Kenzo. "Apa kau sedang membicarakan luka mu disini?" tanyanya dengan ekspresi ramah, tidak melunturkan senyumnya ketika melihat ekspresi Kenzo berubah syok, "Ah, aku tidak perlu mencari jawabannya. Sebab wajahmu mu kini menampilkan apa yang sedang ku cari." Binar di mata Arabella langsung meredup, matanya berpendar penuh kemarahan. "Kau tidak perlu menghabiskan waktu hanya untuk menasehati ku. Aku punya cara dalam menyelesaikan masalahku sendiri. Dan aku tidak butuh bantuan darimu. Aku memang tidak tahu apa yang terjadi antara kau dengan Lukas di masa lalu. Tapi dari sikap mu yang begitu sombong, aku bisa menyimpulkan bahwa kaulah dalang dari semua permasalahan kalian..." Suara Arabella tenggelam di dalam kerongkongannya ketika tiba-tiba tangan Kenzo terulur, mencekiknya. Lelaki itu menekan lehernya cukup kuat, kemudian mendorong tubuhnya sampai punggungnya menabrak dinding. "Kau tidak tahu apapun tentangku. Jadi sebelum aku merobek mulutmu, jaga bicaramu. Kau bukan makhluk penting bagiku, aku bisa saja membunuh mu kapan pun yang aku mau. Pun kalau kau mati, tidak akan ada yang mencari mu, karena kau hanya sebatang kara di dunia ini." desis Kenzo dengan nada berbahaya, menatap Arabella dengan tajam seperti ingin mengulitinya. Arabella tersenyum lemah, tetap menunjukkan perlawanan sekalipun dia tahu bahwa semua itu tidak ada artinya. "Aku memang sebatang kara di dunia ini. Tapi aku tidak hidup menyedihkan seperti mu. Kau adalah sosok yang dipenuhi oleh amarah dan dendam. Itu membuatmu terlihat sangat menyedihkan. Kau kaya, punya segalanya, tapi tidak ku sangka orang seperti mu tidak pernah merasakan bahagia sama sekali." Arabella menyeringai menunjukkan kesenangan tanpa bisa ditahan menyadari bahwa kata-katanya tepat sasaran, mengena di benak Kenzo. Kenzo tertegun, tetapi ketika dia berbicara, nada suara dipenuhi kemarahan. "Kebahagiaan yang dulu pernah ku miliki sudah direnggut dengan keji oleh kekasihmu. Sebagai balasannya, aku pun akan melakukan hal yang sama padanya. Aku akan merenggut mu darinya, menyiksa Lukas tanpa ampun hingga dia yang memilih kematiannya sendiri." "Coba saja. Dan dengan begitu aku bisa percaya diri mengatakan kalau Lukas teramat sangat mencintaiku. Dia tidak bisa hidup tanpaku. Itulah kebenaran yang sejak tadi kau cari." Arabella tersenyum puas, sangat lihai mempermainkan kata-kata, dan melempar balik kalimat Kenzo. Kenzo seketika menggila akan perkataan Arabella. Hal itu membuat senyum di bibirnya terlihat berubah mengerikan. Satu tangan Kenzo yang lain kemudian bergerak mengcengkram kuat leher Arabella, hendak menyumbat pernapasan perempuan itu dengan menekan ujung jarinya disana. Arabella meronta untuk melepaskan diri namun napasnya malah terhalang dan hampir tersedak. Sebulir air mata mengalir dari sudut matanya, wajah Arabella memucat seperti mayat. Kenzo tersenyum senang dan merasa dirinya akan menang. Sebentar lagi Arabella pasti mati, perempuan ini harus mati. Tetapi sayangnya, apa yang diinginkan Kenzo tidak berhasil, belum juga puas menyiksa Arabella, tubuhnya tiba-tiba tertarik ke belakang hingga membuatnya hampir terjungkal. Kenzo mengumpat keras, seketika kedua tangannya dicekal oleh Arthur, melumpuhkan titik pergerakannya hingga Kenzo tak bisa melepaskan diri. Dengan kasar, Arthur menarik Kenzo keluar, setengah menyeret lelaki itu. Sementara Lukas dengan panik berlari ke arah Arabella, memegang kedua pundak perempuan itu dan menatapnya dengan tatapan cemas. "Kau baik-saja?" Lukas bertanya dengan napas memburu, memandangi Arabella. Arabella yang masih terlihat sibuk berjuang untuk meraup napas banyak-banyak, tidak dapat menjawab pertanyaan Lukas. Dadaanya masih sesak, dia pun masih terbatuk-batuk. Butuh waktu yang cukup lama bagi Arabella menenangkan diri sebelum menoleh pada Lukas. "Maafkan aku. Kau terluka karena ku." Lukas meraup Arabella ke dalam pelukannya, mendekapnya erat-erat. Tubuh Arabella lemas di pelukan Lukas, tangisnya langsung pecah, menumpahkan segala ketakutan yang sejak tadi di tahannya. Bukan itu saja dia juga lega, akhirnya bisa lepas dari cengkraman Kenzo. Dia sudah tidak bisa membayangkan akan seperti apa hidupnya jika Lukas terlambat datang untuk menolongnya. Lukas mengurai pelukannya, lalu menangkupkan tangannya di wajah Arabella, menelisik dalam sekali pandang. Kemarahan yang sangat memenuhi kepala Kenzo saat dilihatnya leher Arabella yang membiru. Lelaki itu menatap Arabella tajam sambil menggertakkan gigi kuat-kuat. "Perempuan bodoh! Bukankah sudah ku bilang untuk menungguku! Kenapa kau malah pergi sendirian! Apa kau tahu kalau aku mencari mu sejak tadi! Kau membuatku takut! Dan sekarang kau malah terluka! Apa jadinya jika aku tidak datang tepat waktu! Kau mungkin sudah jadi mayat!" Lukas berteriak, membentak dengan napas tersenggal menahan amarah. Dia lengah dan tidak menyangka Kenzo akan berbuat hal ini pada Arabella. Di dorong oleh amarah yang membludak, Kenzo bahkan tidak sadar sudah membentak kekasihnya itu. Arabella menatap Lukas dengan berkaca-kaca. "Lukas... aku..." wajah Arabella merah padam karena menangis, dia berusaha membujuk kekasihnya itu tetapi rupanya kemarahan Lukas sudah terlalu besar hingga tak bisa dipadamkan lagi. "Diam! Jangan banyak bicara! Tunggu saja bagaimana aku akan menghukum mu nanti!" sela Lukas tanpa mau mendengarkan apapun yang hendak keluar dari bibir Arabella, "Mayudi akan segera datang. Kau harus mengobati lukamu." sambungnya dengan suara rendah, lalu membalikkan badan seolah tidak ingin Arabella semakin ketakutan ketika melihatnya dalam keadaan marah. "Kau mau kemana." Arabella meloncatkan pertanyaan itu ketika melihat Lukas melangkah ke arah pintu. Lukas menghentikan langkahnya sebentar, kemudian menatap Arabella dari sudut matanya. "Kau tidak perlu tahu. Aku hanya ingin memberikan hukuman setimpal pada siapa saja yang sudah berani melukai gadisku." ucap Lukas sambil menyeringai kejam, mata coklatnya bersinar ngeri seolah-olah tidak sabar melihat reaksi Kenzo ketika melihat kedatangannya nanti. Ketika melihat Lukas yang hendak meninggalkannya, Arabella langsung menangkapnya tangan lelaki itu. Tatapan Arabella nanar, air mata mulai berjatuhan di pipinya. "Lupakan saja. Aku baik-baik saja. Jangan menimbulkan keributan, aku tidak ingin kau dapat masalah." ucap Arabella dengan bibir bergetar. Lukas mengeram, sekali lagi menunduk untuk memaku tatapan Arabella. "Aku tidak akan melepaskan bajingann itu. Berani sekali dia menyentuh mu. Dia harus ku beri perhitungan, aku tidak akan mengampuninya. Dan kau... tidak perlu membelanya. Dia tidak pantas mendapatkan kebaikan hatimu." ujung jari Lukas menyentuh dagu Arabella sekilas sebelum mengarahkan jemarinya, menghapus air mata Arabella. Gestur tubuh Arabella menegang seperti tersengat arus listrik. Kemarahan Lukas tampaknya akan sangat berdampak buruk bagi Kenzo. Lelaki itu memang sudah menyakitinya, tapi tetap saja Arabella tidak ingin Lukas terlibat dalam masalahnya. "Aku mohon jangan. Aku tidak ingin menimbulkan masalah." Lukas masih mengamati wajah Arabella yang sembab. Lalu tangannya tiba-tiba menyentuh bibir Arabella dengan kulit dingin dan sedikit gemetaran. "Apa yang kau cemaskan, hm? Aku sudah berjanji akan melindungi mu. Kenapa kau masih saja ragu?" suara Lukas melembut, mencoba menenangkan Arabella. Arabella masih menggulirkan air mata. Meskipun pada akhirnya dia menggerakkan tangan untuk mencengkram pergelangan tangan Lukas lembut, sebelum kemudian berbicara. "Tidak bisakah kau disini menemaniku? Aku... membutuhkan mu. Aku takut," Lukas tersenyum tipis, mengecup dahi Arabella lalu menarik tubuh perempuan itu ke dalam pelukannya. "Jangan takut. Aku akan selalu bersamamu." bisiknya parau menahan amarah yang masih melanda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD