Peresmian Hubungan

1657 Words
Happy Reading. “Sedang apa?” Jonathan bertanya ketika melihat Arabella berdiri di depan pintu seperti tengah menunggu sesuatu. Arabella mendongakkan kepala dan langsung memasang senyum ramah, menyembunyikan debaran jantungnya yang tiba-tiba menggila saat mendengar pertanyaan itu. “Saya sedang tidak menunggu siapa-siapa.” Ujarnya cepat, sedikit canggung. Meskipun Arabella biasanya bersikap santai terhadap Jonathan namun saat mengetahui bahwa lelaki itu adalah calan kakak ipar Lukas, rasa sungkan seketika menghayutinya. Jonathan mengangkat sebelah alisnya, lalu mengikuti langkah Arabella yang sudah berjalan di depannya. “Kau sedikit berbeda malam ini. Biasanya kau selalu banyak bicara saat melihatku. Apa ada sesuatu yang terjadi padamu?” ucapnya menebak-nebak. Arabella tergeragap, tapi itu tidak berlangsung lama. Secepatnya dia langsung menyingkirkan keterkejutannya dan mengulas senyum. “Aku tidak apa-apa,” Arabella menjawab setengah gugup, membalas tatapan Jonathan dengan canggung. Mata Jonathan mengawasi Arabella dan menyadari ada yang sedang disembunyikan oleh perempuan itu. Sosok perempuan ini jelas-jelas sangat berbeda dari yang dikenal sebelumnya. Arabella selalu ceria setiap kali melihatnya bahkan perempuan itu pun tidak henti-hentinya mengoceh. Tetapi Jonthan berusaha memaklumi perubahan tingkah laku Arabella. Mungkin saja wanita itu sedang banyak pikiran hingga mempengaruhi suasana hatinya. Karena Arabella diam saja ketika melangkah bersamanya menyeberangi halaman parkir kafe yang sangat luas itu, Jonathan akhirnya membuka percakapan kembali. “Mau ku antar pulang?” Arabella mendongakkan kepala lagi, mata besarnya terlihat kebingungan. “Aku rasa tidak perlu. Aku.. bisa pulang sendirian. Hanya perlu berjalan ke sebarang jalan sana.” Ujarnya jujur. Jonathan mengerutkan kening, “Kau yakin? Ini sudah hampir larut malam.” Ada nada cemas di kalimatnya ketika melihat jalanan itu sudah sepi. “Tidak apa-apa. Aku tidak takut,” Arabella menatap Jonthan dengan sungguh-sungguh seolah meyakinkan lelaki itu. “Tapi aku yang takut. Kau ini seorang wanita. Lebih baik kau ku antar pulang,” Jonathan menunjukkan kunci mobil kemudian mengedikkan dagu ke arah depan, “Ayo. Mobil ku ada di depan sana,” Mata Arabella membelalak lebar sejenak ada ketakutan yang terbesit disana. Bukan karena dia tidak mempercayai Jonathan melainkan teringat dengan kata-kata Lukas yang akan datanng untuk menjemputnya. Lelaki itu pasti marah besar jika Arabella sampai mengabaikan perintahnya. Bukan hanya itu saja, Lukas yang memiliki sifat pencemburu akut bisa-bisa sepanjang hari akan terus uring-uringan. Dia memang belum lama mengenal Lukas namun sedikit banyaknya Arabella telah mengetahui tentang lelaki itu. Sepertinya merupakan keputusan yang baik kalau Arabella pulang sendirian. Dia harus mencari alasan yang masuk akal supaya Jonathan tidak mencurigainya. “Terimakasih atas tawarannya, tapi aku… sudah berjanji kepada Mayudi akan bertemu disini. Kami masih memiliki tugas sekolah untuk dikumpulkan besok pagi,” Arabella menolak tawaran Jonathan dengan sikap sopan. Jonathan menyipitkan mata, mengawasi Arabella dengan seksama. “Kau yakin?” tanyanya seolah memastikan. “Hm. Pergilah, aku bisa menjaga diriku sendiri,” sahut Arabella sambil menganggukkan kepala dengan tegas. “Baiklah kalau begitu. Jika terjadi sesuatu padamu segera hubungi aku. Kau mengerti?” Kenzo berucap serius, tangannya terulur menyentuh pipi Arabella, mengusapnya lembut. “Tentu. Hati-hati pak.” Arabella sengaja menyebut Anthoni dengan formal. Hal itu ternyata berhasil mengurai kecemasan Anthoni dan membuatnya langsung tersenyum lebar. “Kau ini. Begitu keras kepala juga menggemaskan.” Ujarnya mengacak rambut Arabella. *** Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika Lukas sampai di kafe dimana tempat Arabella bekerja. Dari kejauhan dilihatnya Arabella tengah meringkuk dengan posisi berjongkok di depan pintu kafe. Rasa bersalah yang kental membanjiri benaknya, butuh beberapa menit untuknya menenangkan diri sebelum menemui Arabella. Lukas memandangi Arabella dari balik kaca mobil, tiba-tiba perkataan Kenzo bergaung di dalam kepalanya dan membuat perasaanya menjadi tidak nyaman. Lukas menghela napas pelan , sepertinya mulai saat ini dia harus lebih ekstra lagi dalam menjaga Arabella. Kenzo bisa saja menyakiti Arabella tanpa ragu demi membalaskan dendamnya. Hal itu tidak boleh sampai terjadi, Arabella tidak tahu apapun. Dia harus melindungi perempuan itu dengan segenap jiwa dan raganya. Bila perlu menjauhkan Arabella dari jangkauan Kenzo. Setelah Lukas selesai berdebat dengan pikirannya sendiri, dia akhirnya menggerakkan tangannya untuk membuka pintu. Sekali lagi Lukas menghela napas panjang dan kemudian turun dari mobil. Sementara Arabella sendiri tampak larut dalam lamunannya, menenggelamkan kebosanannya disana. Hingga suara derap langkah kaki seketika merenggut kesadarannya dan Arabella langsung mendongak, hendak mencari tahu siapa gerangan yang datang di malam-malam begini. “Kau sudah datang?” senyum yang tadinya sempat menghiasi bibir Arabella meredup, ketika dilihatnya wajah Lukas yang lebam dipenuhi luka-luka. Sejenak tubuh Arabella membeku sebelum akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk bergerak dari posisi berjongkok. Lukas tersenyum, tahu bahwa perempuan itu dilanda keterkejutan saat menemukan kondisi wajahnya yang cukup parah. Lengannya lalu terulur ke arah Arabella sebelum kemudian berbicara. “Berdirilah. Kakimu bisa-bisa keram jika kau terlalu lama seperti itu.” Tanpa berpikir lama Arabella menggerakkan lengannya, menyambut uluran tangan Lukas dan berdiri pelan-pelan. Postur tubuh Lukas yang begitu tinggi darinya membuat Arabella terpaksa mendongakkan wajah hanya untuk melihat lelaki itu. “Wajahmu…kenapa?” tanyanya dengan suara pelan, sedikit meragu di ujung lidahnya. Lukas hanya melebarkan senyumnya, sementara matanya langsung menatap hangat Arabella. “Aku baik-baik saja. “ sahutnya singkat, terlalu bingung harus menjelaskan darimana. Arabella terdiam sesaat, mencoba menemukan apa yang ada dalam pikiran Lukas dengan menatap lelaki itu lekat. “Biar ku tebak. Kau pasti bisa mengalahkannya,” dengan ekspresi senang Arabella berucap, berusaha menghibur Lukas. Lelaki itu tampaknya membutuhkan waktu untuk menjelaskan secara rincin padanya, namun Arabella memilih tidak mendesak, berpura-pura tak mau tahu. Lukas menipiskan bibir dan matanya turun mengawasi senyum di bibir Arabella. Dan tanpa bisa menahan diri lari, Lukas menundukkan kepalanya mencari ketenangan dengan mencium bibir Arabella. Keterkejutan langsung melanda Arabella dan membuatnya terpana. Saking terkejutnya dia sampai tidak bisa bergerak. Tubuhnya mendadak kaku sementara otaknya berubah kosong, seolah kehilangan seluruh akal sehatnya. Arabella bukannya menolak malah membiarkan Lukas memuaskan diri dengan melumat bibirnya. Lukas menekan bibirnya yang keras di bibir lembut Arabella, menciuminya tanpa ampun. Lukas benar-benar membutuhkan Arabella untuk memuaskan dahaganya. Selain itu hanya dengan melihat Arabella dia bisa menghilangkan segala keresahannya yang mengganggu sejak tadi. Tangan Lukas bergerak melingkari pinggang rapuh Arabella, menarik perempuan itu supaya menempel di tubuhnya. Kepalanya semakin menunduk dan melumat bibir Arabella dengan kuat-kuat, menghisapnya, menerobos pertahanan perempuan itu dengan memainkan lidahnya di mulut hangat Arabella. Erangan kecil lolos dari bibir Lukas ketika dia mulai mencapai titik kepuasannya. Dia lalu mengecupi sudut bibir Arabella untuk meredakan intensitas ciumannya yang menggila. Kelembutan kali ini menggantikan sikap kasarnya yang penuh hasrat, bibirnya yang panas menggesek bibir Arabella yang basah nan panas. Susah payah Lukas mengendalikan dirinya ketika dia akhirnya berhasil menyudahi ciumannya, dan menatap wajah Arabella. “Aku merindukan mu..” suara Lukas serak, bibirnya masih menempel di bibir bawah Arabella ketika lelaki itu berhasil mengeluarkan suara. Arabella tersenyum malu, jantungnya hampir meledak mendengar perkataan Lukas. Dia tidak memiliki pengalaman dengan lawan jenis sebelumnya. Ini kali pertama dalam hidup Arabella diperlakukan oleh lelaki dengan sangat istimewa. Jangankan berciuman, berbincang saja dengan lelaki pun dia sama sekali tidak pernah. Bisa dikatakan Arabella tidak tahu apa itu arti dari sepasang kekasih dan bagaimana biasanya memperlakukan seorang kekasih. Semuanya abu-abu dan membuatnya seperti orang bodoh. “Apa yang sedang kau pikirkan, hm?” Lukas mengangkat kepalanya dan kedua tangannya bergerak menangkup sisi kiri dan kanan wajah Arabella. Arabella menggeleng pelan, kemudian tatapannya berubah serius tiba-tiba. “Lukas.” Kening Lukas langsung mengernyit, “Iya?” “Apa kau punya kekasih selain aku.” Ucapnya dengan berani hingga membuat kerutan di dahi Lukas semakin dalam. “Tidak. Aku hanya mencintaimu.” Lukas menyahut tegas. “Kalau begitu aku mau jadi pacarmu. Hari ini kita resmi sepasang kekasih.” Perkataan Arabella bergaung di keheningan malam, membuat Lukas seketika tersendat oleh air liurnya sendiri dan terbatuk-batuk. Lukas melempar tatapan kaget pada Arabella, tidak percaya kalau perempuan itu akan meresmikan hubungan mereka tiba-tiba. “Kau.. bercanda?” tanyanya dengan suara tercekat di tenggorokan. “Aku serius. Bagaimana? Apakah kau mau menjadi kekasihku?” suara Arabella yang lantang tanpa ragu sedikit pun membuat Lukas seketika terdiam, mencoba mempelajari reaksi perempuan itu. “Tapi.. kenapa kau berubah pikiran seperti ini. Bahkan waktunya sangat cepat.” Lukas menyipitkan mata, menatap Arabella curiga. Arabella mengangkat kedua bahunya. “Tidak tahu. Aku hanya merasa nyaman dan tenang bersama mu. Selain itu kau selalu menjagaku dan mengutamakan diriku. Aku memang belum mencintaimu, tapi entah kenapa aku sangat yakin kalau kau tidak akan pernah mengecewakan ku.” Lukas terpaku memandangi wajah polos Arabella. Perempuan itu menaruh kepercayaan penuh padanya dan seolah-olah bergantung kepadanya. Lukas tak bisa berkata-kata, di satu sisi dia bahagia karena akhirnya Arabella mau membuka hati dan memberinya kesempatan. Namun di sisi lain, dirinya pun tidak bisa mengikat janji dengan mudah jika suatu saat nanti dia tidak akan mengecewakan Arabella. Mata bulat Arabella membuat hatinya terenyuh, Lukas tak bisa menahan dirinya lagi untuk segera meraih Arabella ke dalam pelukannya. “Terimakasih. Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu.” Entah keberanian dari mana Lukas malah menggaungkan kalimat sakral itu, dia tak lagi bisa berpikir jernih karena perasaan bahagianya yang membludak. Arabella membalas pelukan Lukas, kemudian mengulas senyum di bibirnya. Dia lalu menyandarkan kepalanya di d**a Lukas kemudian memejamkan mata seolah menikmati. “Ayo kita pulang. Luka mu harus secepatnya diobati.”bisiknya pelan dengan suara yang teramat lembut. Lukas menundukkan kepala, lalu menghadiahkan kecupan sayang di puncak kepala Arabella. “Aku masih ingin menghabiskan malam dengan mu. Bagaimana kalau aku menginap di rumah mu. Kita bisa tidur sambil berpelukan sepanjang malam untuk merayakan peresmian hubungan kita.” Jawab Lukas kemudian. Arabella menggeleng kepala pelan, hampir menyerah dalam menghadapi tingkah Lukas. "Kau dan otak m***m mu memang tidak bisa dipisahkan." Lukas menyentuh dagu Arabella, membuat Arabella langsung menatapnya dengan dahi mengerti. "Kau semakin cantik. Beruntung sekali aku bisa mendapatkan wanita cantik jelita seperti mu." pujinya dengan tulus. Bibir Arabella menipis kesal. "Teruslah bermimpi. Sebab di kehidupan nyata, aku tidak akan pernah mau menjadi kekasihmu," Lukas mengerutkan alisnya. "Kalau begitu kenapa kau tidak menolak ciuman ku? Kenapa kau malah menikmatinya? Apa itu tandanya kau mulai ketagihan dengan ciumanku?" tanya Lukas kemudian, suaranya serak masih berusaha menetralkan api yang bergejolak di dalam dadaanya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD