"Di mana, ya?" pikir Harpa. Seisi kamar dia buat berantakan. Gadis itu menggaruk kepala. Hampir pusing otaknya karena mencari sesuatu dan tidak juga dia temukan.
Dios, idolanya besok ulang tahun. Semua fans pria itu akan merayakan dengan memakai kaos kaki yang sama. Warnanya kuning dengan gambar kelinci merah muda.
Namun, kaos kaki milik Harpa tidak tahu ada di mana. "Narvi, kamu yakin enggak ingat kapan terakhir aku pakai?" tanya Harpa.
Narvi yang ikut mencari juga bingung. Pemiliknya saja tidak tahu, apalagi dia. "Kamu sendiri gimana? Masa enggak ingat di mana kamu simpan?" tanya Narvi sambil berkacak pinggang.
Harpa menunduk lesu. "Belakangan karena masalah Andras aku jadi tidak konsentrasi pada Dios. Padahal Dios yang selama ini selalu membuat aku senang," keluh Harpa.
"Dengar, kamu mungkin kesal karena diputuskan. Hanya saja kamu tidak bisa menepis fakta kalau Adras yang sering menemani kamu jalan-jalan."
Dios adalah salah satu anggota dari boy grup Diamond. Ada lima anggota grup di bawah asuhan Callir Entertainment itu, Regal sebagai leader, Miel, Reid, Neo dan Dios. Harpa suka kelimanya. Hanya saja Dios memiliki tahta tersendiri. Padahal pria itu lebih muda dua tahun dari Harpa.
Seketika Harpa ingat sesuatu. "Jalan-jalan?" pikirnya. Terakhir kali dia memang pergi dengan Adras. Apa Harpa memakai kaos kaki itu?
"Astaga! Aku simpan kaos kakinya di tas Adras," seru gadis itu. Kemudian dia menutup mulut dengan telapak tangan.
"Sekarang gimana? Itu kaos kaki limited edition. Bahkan Callir tidak memproduksinya lagi. Kamu juga enggak bisa minta perusahaan Papamu membuatnya. Kamu tahu sendiri bagaimana dia dengan hobi fangirling kamu ini!" omel Narvi.
Harpa duduk di lantai dengan lemas. "Narvi, kamu bisa tanyakan pada Adras? Kamu tahu sendiri dia memblokir nomorku," keluh Harpa. Dia merangkak kemudian memegang pergelangan tangan Narvi.
Kamar Harpa memang luas. Ada sebuah kasur ukiran king size yang menghadap ke balkon kamar. Balkon sendiri tepisah oleh jendela dan pintu kaca besar dari kamar. Harpa punya walking closet dan juga kamar mandi yang terpisah dari toilet.
"Aku tidak mau. Itu barang kamu, kenapa harus aku yang nanya?" Narvi berdiri. Dia hendak pindah tempat tetapi Harpa tetap memegang kakinya. Terlihat wajah memelas Harpa. Matanya berkaca-kaca.
"Aku pinjamkan ponselku, tetapi harus kamu yang hubungi dia." Narvi memberikan ponselnya. Harpa mengangguk setuju. Narvi bukan kunci ponselnya. Setelah itu Harpa ambil benda itu dari tangan Narvi.
"Kontaknya Adras namanya siapa di sini?" tanya Harpa.
"Ya pasti Adrasha, mana mungkin sayang atau mantan. Kalau itu sudah pasti ada di kontakmu," ledek Narvi.
"Sekarang pasti ada di kontak Okna." Meski sambil nyengir, Narvi sadar kalau ada segurat kesedihan di wajah Harpa. Mereka bukan setahun atau dua tahun berpacaran. Adras dan Harpa sudah jadian sejak SMP.
"Adras, aku di sini bukan kangen atau gimana, ya? Sumpah, aku enggak ada rasa apa pun sama kamu lagi. Aku tegasin, kalau bukan karena butuh, aku juga enggak mau chat kamu." Harpa mendikte isi chatnya.
"Dia jawab enggak?" tanya Narvi.
Sepertinya Adras sadar bukan Narvi yang mengirim dia pesan. "Ada apa? Gitu katanya," timpal Harpa.
Narvi menaikkan bahunya. "Kamu jawab dan jelasin, lah. Lagian kamu memang butuh sama dia, 'kan?"
Kamu tahu kaos kaki aku di mana?
Harpa berkeliling di kamarnya menunggu jawaban dari Sang Mantan.
Yang mana?
Jelas Adras bingung. Sudah putus dan tidak berkomunikasi, Harpa tiba-tiba menanyakan kaos kaki.
Yang kuning gambarnya kelinci pink
Begitu balasan dari Harpa. Tak lama terlihat status mengetik dari Adras.
Oh, kebawa aku. Nanti aku minta Narvi kembaliin
Di sana Harpa merasa lega. Dia kira benda itu juga tidak ada di Adras.
Makasih. Inget ya, aku bukan sengaja chat kamu!
Kembali Harpa memberikan peringatan. Diberikan kembali ponsel pada Narvi.
"Sudah?" tanya wanita itu.
"Katanya ada di dia. Bakalan dia balikin lewat kamu," ungkap Harpa.
Narvi hanya mengangguk dan mengambil ponselnya. Dia cek berita apa yang sedang ramai di sosial media. "Okna update story," ungkap wanita itu.
"Apa?" Harpa pemasaran.
Okna berfoto dengan teman-teman Adras di sebuah lapangan basket. Narvi perlihatkan foto itu. "Wah, padahal aku dulu yang sering di bawa ke sini. Ternyata pacar barunya juga. Mereka memang sudah terang-terangan," komentar Harpa.
Tak lama story berganti ke akun lain. Adras pun mengunggah foto. "Memang iya. Lihat!" Narvi perlihatkan foto itu.
Sesak rasanya melihat Adras mengunggah foto tengah merangkul bahu Okna mereka melihat ke arah kamera sambil tersenyum. Ada caption yang Adras buat.
Hari ini. Bahagia dengan kamu.
"Kok dia jadi berlebihan gitu, ya? Geli!" komentar Harpa. Perempuan itu berdiri. Dia mengembalikan benda yang berserakan di lantai ke dalam tempatnya.
"Harpa!" panggil Narvi. Harpa menggeleng. Dia masih sibuk beres-beres. Narvi mendekati temannya. Dia peluk Harpa dari belakang. "Jangan sedih. Semua akan baik-baik saja. Lusa aku temani kamu beli album, ya? Aku juga mau beli."
Harpa tersenyum dan mengangguk. Esok harinya kedua gadis itu sudah berdiri di ujung tangga kampus. Mereka sedang sama-sama menghitung uang untuk mengetahui berapa banyak album yang bisa mereka beli.
"Aku pastikan fans signing kali ini aku ikut," tegas Harpa.
"Harus, lah. Albumku yang ada tanda tangan anggota Diamond hilang di kampus. Laporan pun malah ditertawakan pihak kampus. Barang itu penting buat kita, buat mereka enggak sama sekali," timpal Narvi.
Harpa melihat angka hasil pembagian. "Hanya segini, kayaknya fansigning kali ini aku gagal. Mana tidak ada alasan minta uang sama Papa. Aku baru marah sama dia. Malu kalau minta uang," keluh Harpa.
"Kita hanya bisa mengharapkan keajaiban kali ini." Keduanya menyandar ke railing tangga.
Dari kejauhan terlihat Adrasha datang dengan Fariz, teman Adras. Narvi menyikut lengan Harpa. "Mantan datang!"
Mata Harpa berpindah ke arah Adrasha. Pria itu memindahkan tas dari punggung ke depan tubuh. Dibuka sleting dan dikeluarkan sesuatu dari sana. "Ini!" Sepasang kaos kaki Adras kembalikan pada Harpa.
"Makasih banyak. Habis ini aku tidak akan menyusahkanmu lagi." Harpa ambil benda itu dan memeluknya erat. "Dedek Dios, Kaka sudah punya kaos kaki lagi," ucap Harpa menghalu.
Adras tak berkata apa pun lagi. Dia langsung naik ke tangga. Fariz mengikuti. "Harpa, kamu enggak berdebar ketemu dia?" tanya Narvi dengan jahilnya.
"Berdebar dikit. Tapi sama kaos kaki ini aku jauh lebih berdebar," jawab Harpa. Gadis itu duduk di tangga dan membuka sepatunya. Dia ganti kaos kaki hitam dengan yang Adras bawa. "Fotoin, Nar!" pinta Harpa sambil memberikan ponsel.