1. Start Finding Up

1127 Words
Malam harinya, Steven, Brighteen dan Lyodra berjalan mengendap-endap menuju perpustakaan. Rasa penasaran yang semakin menjadi itulah penyebabnya, ternyata benar apa yang Steven katakan nyatanya di dalam perpustakaan sedang ada Mr. Reind. Entah apa yang tengah Mr. Reind lakukan di dalam sana, mereka tidak dapat melihatnya dengan jelas. Karena jarak mereka dengan perpustakaan agak sedikit jauh, jika saja mereka bergerak lebih dekat bisa-bisa mereka ketahuan dan terkena hukuman karena sudah lancang. Mungkin dari sekian banyak mahasiswa di Leenhart University hanya mereka bertiga lah orang yang paling berani, berusaha memecahkan misteri yang selama ini ditutupi oleh pihak kampus. Sebenarnya jika rasa penasaran, kemungkinan besar banyak yang menaruh rasa penasaran, tetapi mereka tidak seberani Steven dan teman-temannya yang ingin memecahkan misteri itu. Mereka lebih memilih pura-pura tidak tahu mengenai misteri itu. “Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Brighteen setengah berbisik pada keduanya yang masih fokus memerhatikan keadaan di dalam perpustakaan. “Kita akan menunggu Mr. Reind keluar dari perpustakaan itu, barulah kita yang akan pergi ke sana.” Steven menjawab tanpa melihat ke arah Brighteen yang ada di belakangnya, pria itu masih fokus ke depan. “Jika kau merasa ragu untuk ikut, kau bisa kembali sebelum terlambat,” lanjut Steven yang mengerti ketakutan yang ada pada diri Brighteen. “Aku memang penakut, tapi aku tidak akan pernah membiarkan kedua temanku berada dalam bahaya hanya berdua. Aku harus ikut!” Brighteen berucap dengan mantap, hal itu membuat Steven dan Lyodra mengangguk sambil tersenyum. “Bagus, itu baru teman kami.” Lyodra menepuk bahu Brighteen sekilas. “Dia sudah keluar, ayo bersembunyi!” Dengan sigap, mereka memundurkan tubuh agar tidak terlihat oleh Mr. Reind yang sedang celingukan seperti mencari sesuatu. Mr. Reind meneliti sekelilingnya, takut-takut kalau ada yang melihatnya memasuki perpustakaan. Setelah dirasa cukup aman, Mr. Reind pergi dari sana membuat Steven, Lyodra dan Brighteen merasakan kelegaan luar biasa. Mereka tadi sudah sempat berpikir kalau Mr. Reind mengetahui keberadaan mereka, mengingat mata Mr. Reind yang sangat awas sekali ketika melihat ke arah tempat mereka bersembunyi. “Aku tadi hampir terkena serangan jantung gara-gara Mr. Reind tidak berhenti melihat ke arah kita bersembunyi,” ujar Brighteen sambil mengusap dadanya penuh kelegaan. “Jangan terlalu berlebihan lah! Kita mana mungkin ketahuan, tempat ini begitu gelap dan kita pun tidak menimbulkan suara apapun itu. Buktinya saja tadi Mr. Reind pergi dari hadapan kita,” ujar Lyodra. “Tapi tetap saja aku merasa sangat takut, kau mana mungkin mengerti perasaanku. Aku hanya takut kalau sampai kita ketahuan terus kita dikeluarkan dari kampus, apa yang akan aku katakan pada ibuku nantinya?’ Lyodra memutar kedua bola matanya jengah mendengar perkataan Brighteen yang menurutnya sangat berlebihan. “Kau ini laki-laki tapi sangat penakut sekali, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau punya pacar. Jangan-jangan dia yang akan melindungimu dan bukannya kamu yang melindunginya,” sindir Lyodra membuat Brighteen memberengut kesal, selain suka ketus padanya Lyodra selalu saja mengejeknya penakut padahal itu memang benar adanya. “Sudah … sudah … bukan saatnya kita membahas hal itu, kita harus segera masuk ke dalam perpustakaan sebelum ada yang mengetahui keberadaan kita,” ujar Steven melerai kedua temannya yang sedang bertengkar. “Benar apa yang dikatakan Steven, kau harus berhenti mengejekku.” “Bright ….” Tegur Steven membuat Brighteen langsung bungkam. “Ayo! Ikuti aku!” Steven berjalan pelan-pelan disusul oleh Brighteen kemudian Lyodra, mereka memandangi area sekitar barulah kini mereka berada di dekat pintu perpustakaan. “Bagaimana kita bisa masuk? Di dalam pasti ada CCTV,” ucap Brighteen. “Iya kau benar Bright, di dalam ada CCTV. Tidak mungkin kita masuk ke sana, bisa-bisa rencana kita yang gagal. Ah! Tapi aku punya ide.” Steven meminta agar Bright dan Lyodra mendekat ke arahnya karena ia ingin berbisik. “Ide yang bagus, biar aku saja yang menutup CCTV itu,” ucap Lyodra. “Aku lupa kalau aku memiliki teman yang hobi memanjat,” kekeh Steven membuat Lyodra memukul bahu Steven kuat-kuat karena ada nada ejekan di sana. “Biar aku duluan, aku akan menutup CCTV itu.” Steven dan Brighteen mengangguk, membiarkan Lyodra yang memimpin jalan mereka. Lyodra membuka pintu perpustakaan itu secara perlahan, matanya langsung tertuju pada CCTV yang berada di pojok atas. Tepatnya berada di pintu, gadis itu mengambil sebuah kain yang ada di dalam saku celana jeans-nya. Dengan cepat, Lyodra memanjat kemudian menutup CCTV itu dengan kain kemudian kembali turun. Lyodra mengibaskan tangannya sambil tersenyum. “Bagus sekali, sekarang yang harus kita lakukan adalah mencari di mana kunci itu berada.” Mereka mulai mencari-cari kunci yang sekiranya bisa membuat mereka membuka ruangan rahasia itu, nyatanya mereka sudah mencari ke mana-mana, tetapi kunci itu tak jua ditemukan. Kendati demikian, mereka sama sekali tak menyerah. Masih banyak cara yang dapat mereka lakukan. “Bagaimana? Kalian menemukannya?” tanya Steven dengan napas ngos-ngosan, ia sudah merasa sangat lelah mencari. Sepertinya begitupun dengan teman-temannya. “Kami juga sudah mencari, tapi kami tidak menemukannya,” jawab Lyodra. “Tunggu dulu ….” Mata Steven langsung memicing begitu melihat suatu objek yang membuatnya penasaran. “Sepertinya aku tahu dia di mana,” ujar Steven kemudian dengan cepat membalik meja penjaga perpustakaan. “Mana? Tidak ada, itu hanya sebuah buku usang,” ujar Brighteen ketika yang mereka dapati hanya buku yang sudah sangat usang. Tangan Steven terulur mengambil buku usang itu, ia melihat tulisan yang sama sekali tidak ia mengerti. Laki-laki itu membolak-balik halaman buku usang itu hingga tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu yang jatuh dari dalam buku itu, seperti bunyi logam. “Ini kunci?” gumam Steven sambil menggenggam erat kunci berbentuk setengah tengkorak jari manusia. “I-itu tulang apa? Kenapa seram sekali,” ujar Brighteen sambil bergidik. “Aku pikir ini kuncinya, ayo kita coba pastikan!” Steven berlari menuju pintu ruangan rahasia itu disusul oleh kedua temannya. “Tidak bisa dibuka, ada apa ya?” Steven berulangkali mencoba membuka pintu itu dengan kunci yang ia dapatkan, tetapi pintu itu tak jua terbuka. “Tunggu dulu, Steve! Sepertinya aku tau! Ini menang benar kuncinya, hanya saja kunci ini setengah bagian. Sepertinya ada satu bagian lagi yang disatukan agar kunci ini berguna untuk membuka pintu itu,” ucap Lyodra setelah memerhatikan bentuk kunci yang berada di dalam genggaman Steven juga bentuk lubang pada pintu ruangan rahasia itu. “Di mana kita harus mencari bagiannya? Sangat susah sekali mengungkap misteri ini, jangankan akan mengungkap. Bahan kita saja belum bisa masuk ke dalam ruangan itu,” balas Steven. “Jangan putus asa begitu Steve, kita sudah menemukan satu bagian dari kunci itu berarti kita sudah dekat dengan misi kita. Kita hanya tinggal mencari saja di mana salah satu bagian kunci itu, apa mungkin ada di ruangan Mr. Reind? Sepertinya tidak mungkin ada di ruangan ini lagi. Mereka terlalu cerdik menyembunyikan barang berharga di tempat yang pastinya tidak pernah orang lain duga, ya sama seperti tadi. Aku yakin kita pasti akan menemukan bagian itu.” Steven mengangguk membenarkan perkataan Lyodra. “Ya sudah, kalau begitu lebih baik kita pulang saja. Ini sudah sangat malam, kita akan melanjutkan pencarian kita besok. Semoga saja dewa keberuntungan sedang berada di pihak kita besok.” Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD