“Hei, Pak Tua! Dan bisa kupastikan, bacaan ngajiku lebih merdu dari Gito.” “Insyaallah lebih bagus tapi belum tentu lebih salih,” jawab Pak Kiai yang membuat Mustafa bertambah gusar karena merasa diremehkan. Ia yang ingin selalu terlihat sempurna di mata sang pujaan hati merasa kalah mental lewat kata-kata pria bersorban putih tersebut. “Tahu dari mana bacaan ngajiku?” tanya Gito lirih kepada sang istri dan Dinda pun hanya bisa menggeleng. “Ia tinggal di dekat rumah Mas dan selalu masuk rumah mengawasi gerak-gerik kalian berdua. Tentu saja akan melihat dan mendengar sendiri saat kalian salat atau mengaji,” sahut Pak Kiai seketika. “Kamu takut bersaing, Gito?”Tawa mengejek Mustafa bergema seantero ruangan membuat sakit telinga. Gito hanya tersenyum simpul menanggapi pertanyaan konyol

