part 2

1906 Words
Beberapa bulan sebelumnya ... Jina yang tengah bekerja di sebuah cafe dan sedang menyiapkan minuman untuk pelanggan dibuat kesal oleh kedatangan tiga orang pria yang tidak asing lagi untuknya. Mereka adalah para penagih hutang yang selalu datang mencari Jina karena ia adalah anak dari orang yang berhutang, sekaligus dijadikan jaminan oleh orang yang berhutang. "Mereka datang lagi? Sebenarnya, berapa hutangmu?" seorang wanita bertanya pada Jina dan wanita ini adalah pemilik cafe tempat Jina bekerja. "Itu hutang Ibu saya," jawab Jina. Itu memang hutang ibunya, lebih tepatnya ibu angkatnya yang saat ini ada di kantor polisi karena telah menipu dan menganiaya temannya sendiri. "Kau sungguh tidak beruntung, Jina. Kau mendapat orang tua angkat yang hanya memberimu hutang. Pergi temui mereka, karena aku tidak mau mereka membuat keributan seperti waktu itu atau aku akan memecatmu," ucap wanita ini pada Jina. "Ya." Jina bicara dengan singkat, lalu pergi menemui tiga pria yang berdiri di dekat pintu masuk cafe. Jina benar-benar muak dengan semua ini, tapi ia tidak tahu harus melakukan apa. Jina ingin membunuh semua pria itu karena telah merusak ketenangan hidupnya, tapi ia tidak punya uang untuk menyewa pembunuh bayaran. "Harus berapa kali aku katakan? Aku tidak punya uang dan bukan aku yang datang pada bos kalian untuk meminjam uang dan wanita itu bukanlah ibu kandungku, dia tidak punya hak untuk menjadikanku jaminan, jadi berhentilah mengejarku!" ucap Jina dengan begitu kesalnya. "Bos kami tidak butuh persetujuanmu untuk hal itu, tapi bos kami memiliki penawaran yang menarik untukmu. Jika kau tertarik dan mau menerima tawaran itu, maka hutangmu bisa diringankan dan kau diberi waktu sebanyak mungkin untuk membayar hutang. Dengan begitu, kau tidak perlu menyerahkan organmu sebagai pelunasan hutang." Salah satu dari ketiga pria itu bicara pada Jina. Jina sebenarnya sudah memiliki firasat tidak baik tentang penawaran itu, tapi ia juga ingin tahu penawaran apa yang diberikan padanya. Jina juga ingin tahu sebesar apa hutangnya dipotong dan berapa lama waktu yang dimiliki untuk membayar sisa hutang itu. Bahkan jika dunia sangat tidak menyenangkan untuknya, Jina tidak mau mati dulu, apalagi organnya dijual untuk membayar hutang ibu angkat yang tidak bertanggungjawab itu. •••• "Penawaran itu pasti tidak baik, tapi kau masih pergi ke sana. Kau sudah gila, ya? Lebih baik kau makan malam denganku karena aku punya penawaran yang lebih baik untukmu," ucap seorang pria yang saat ini bicara dengan Jina lewat sambungan telepon. "Nanti kita bicara lagi." Jina mengakhiri panggilan telepon karena ia tiba-tiba diminta masuk ke sebuah ruangan oleh seorang wanita yang berpakaian seksi. Setahu Jina ini adalah rumah dari orang yang uangnya dipinjam oleh ibu amgkatnya, tapi sejak tadi tempat ini terlihat seperti rumah hiburan malam karena ada beberapa wanita berpakaian seksi yang lewat di depannya. Sebenarnya, apa yang dilakukan wanita itu di sini? Jina pun masuk ke ruangan itu dan ternyata itu adalah sebuah kamar yang begitu luas serta terlihat mewah. Di sana, terlihat seorang pria berusia 38 tahun tengah mengikat tali bathrobe yang dia gunakan sembari tersenyum pada Jina, sedangkan di sisi lain ada seorang wanita yang sedang memungut satu persatu pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu keluar dari kamar itu. Wanita itu terlihat cukup kacau karena ada luka di wajah dan juga beberapa bagian tubuh lainnya. Hal itu membuat Jina bertanya-tanya, percintaan seperti apa yang dilakukan oleh pria yang kini berdiri di depannya? "Jina, kau jauh lebih cantik saat dilihat secara langsung." Pria bernama Oh Minhyuk itu bicara dengan raut wajah yang penuh rasa kagum saat melihat wajah cantik Jina. Minhyuk ingin menyentuh wajah cantik Jina, tapi wanita itu langsung menghindar. "Aku ingin tahu penawaran yang dikatakan oleh pria yang datang mencariku," ucap Jina tanpa menatap ke arah Minhyuk. "Benar, penawaran menarik itu, aku hampir lupa karena melihat kecantikanmu. Begini ..." Minhyuk bicara sembari terus mendekati Jina. "Aku adalah orang yang harus menanggung hutang dan sebagai jaminan, bukan wanita penghiburmu, jadi jangan melewati batasanmu!" Jina bicara pada Minhyuk dengan penuh penakanan, lalu mendorong pria itu menjauh darinya. Minhyuk menarik salah satu sudut bibirnya setelah mendengar ucapan Jina lengkap dengan merasakan dorongan dari wanita itu. "Bagaimana jika kau menjadi wanitaku sampai aku merasa bosan? Jika kau mau, maka aku akan memotong hutang itu setidaknya 50 Juta Won dari total 400 Juta Won (Rp. 4,8 Miliar). Itu adalah harga yang sesuai untuk wajah cantikmu dan juga tubuh indahmu. Aku juga bisa memberikan waktu lebih padamu untuk kau melunasi sisanya." Dan inilah penawaran menarik yang Minhyuk berikan pada Jina. Jina bahkan tidak pernah memakai semua uang itu, tapi ia harus menanggung beban sebesar ini. Jina ingin pergi saja dari semua masalah ini, tapi ke manapun ia lari Minhyuk dan orang-orang suruhannya pasti akan menemukannya karena ia juga tidak punya tempat yang benar-benar aman untuk bersembunyi. "Jika kau tidak mau, maka kau harus bersiap untuk memberikan organmu." Minhyuk kembali bicara pada Jina. Jina tidak tahu harus mengatakan apa, ia ingin menolak, tapi penawaran itu cukup menarik karena potongan sebesar 50 Juta Won sangat berharga untuknya. Meski angka itu terlihat besar untuknya, tapi Jina tahu di mata Minyuk angka itu tidak ada apa-apanya dan seperti itulah dirinya di mata pria berengsek itu. Namun, di sisi lain, Jina merasa jijik jika harus disentuh oleh pria yang sangat ia benci, apalagi ia merasa kalau Minyuk suka melakukan penganiayaan pada wanita. Karena Jina hanya diam saja, maka Minhyuk menganggap Jina setuju karena itulah ia kembali mendekati Jina dan ingin mencium bibir wanita cantik itu. Minhyuk pikir ini akan berjalan lancar, tapi Jina ternyata menolak bahkan sampai menamparnya. "Pria berengsek!" bentak Jina, lalu keluar dari kamar pria itu. "Wanita sialan!" kesal Minyuk. Pria ini langsung mengejar Jina sembari memanggil semua anak buahnya. Namun, Jina berhasil melarikan diri, tapi itu tidak masalah karena mereka yakin bisa menemukan wanita itu secepatnya. Pada saat itu, Jina memang berhasil kabur, tapi ia pun sadar kalau ini tidak akan bertahan selamanya. Tempat persembunyian Jina saat itu adalah rumah Kevin, sahabatnya sejak SMA. Melihat Jina datang dalam keadaan seperti ini membuat Kevin menjadi cerewet karena sudah memperingatkan wanita itu untuk tidak pergi, tapi dia tetap saja pergi. "Berhentilah bicara. Kau cerewet sekali. Berikan aku minum." Jina merebut minuman yang dibawa oleh Kevin. Kevin ingin marah, tapi ia baru ingat ada hal penting yang harus ia katakan pada Jina. "Aku punya cara agar kau bisa melunasi hutangmu," ucap Kevin. Jina yang baru saja selesai minum menoleh pada Kevin. "Bagaimana caranya? Menjual salah satu organku? Menjual diri? Atau apa?" tanya Jina yang tidak percaya kalau Kevin sungguh punya solusi untuk masalahnya. "Aku serius. Atasanku ingin mencari wanita untuk mengandung anaknya. Bayarannya tidak main-main, yaitu 1 Miliar Won (Rp. 12 Miliar). Kau juga bisa tinggal di rumah mewahnya selama kau hamil." Inilah solusi dari Kevin. Jina tidak percaya dengan apa yang baru saja Kevin katakan. Jina pikir hal seperti itu hanya ada di dalam cerita saja, tapi ternyata ada di dunia nyata juga. "Jadi, maksudmu aku harus menyewakan rahimku? Orang macam apa yang menginginkan hal seperti itu? Apa dia pria tidak normal sampai harus membayar orang lain untuk mengandung dan melahirkan anaknya?" ucap Jina. "Sebenarnya, aku juga tidak tahu kenapa dia menginginkan hal itu, tapi itu juga bukan urusan kita, kan? Kau hanya perlu hamil dan setelah melahirkan kau bisa pergi dengan semua uangmu. Jika kau mau, aku bisa membuatmu menjadi wanita yang terpilih dan kau bisa memberikan 100 Juta Won padaku sebagai imbalannya." Kevin bicara panjang lebar pada Jina. "Aku tidak segila itu sampai menyewakan rahimku." Jina menolak penawaran Kevin saat ia pertama kali ditawarkan. Hingga akhirnya masalah yang lebih besar muncul dalam hidup Jina setelah ia menampar Minhyuk. Bahkan setelah Jina bekerja di tempat lain, anak buah Minhyuk selalu saja bisa menemukannya. Kali ini, mereka menjadi lebih kasar dan langsung meminta organ Jina seperti sekumpulan pembunuh berdarah dingin. Beruntungnya Jina punya kesempatan untuk lari dan ia merasa tidak punya pilihan lain, selain menerima tawaran dari Kevin. Entah itu benar atau tidak, Jina tidak lagi peduli karena ia sudah muak hidup seperti ini. •••• Kembali pada masa kini, saat ini, Jina sedang jalan-jalan dengan ditemani oleh Kevin. Ini adalah perintah langsung dari Dean dan Kevin harus sangat hati-hati karena pekerjaan ini seperti mempertaruhkan nyawanya sendiri. Sudah berminggu-minggu Jina terkurung di dalam rumah mewah Dean dan kini akhirnya ia bisa menghirup udara segar sekaligus menikmati musim semi. Jina bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya bisa jalan-jalan santai seperti ini tanpa memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang untuk makan, membayar hutang, dan membayar sewa rumah. Saat sedang menikmati pemandangan indah dari bunga yang bermekaran, Jina melihat seorang wanita yang sedang bermain dengan anak kecil perempuan yang berusia sekitar 5 tahun. Mereka terlihat seperti ibu dan anak yang sedang menikmati kebahagiaan mereka dengan menangkap kelopak bunga yang berjatuhan. "Apa yang seru dengan melakukan itu?" ucap Jina. "Saat kecil, aku juga melakukan itu dengan Ibuku dan itu menyenangkan. Apa kau tidak pernah melakukannya saat masih kecil?" Kevin menjawab pertanyaan Jina sekaligus bertanya pada wanita itu. "Entahlah. Aku terlalu banyak mengalami hal yang tidak menyenangkan sampai aku lupa apa aku pernah melakukan hal yang menyenangkan. Aku lapar, ayo cari makanan enak." Jina berjalan mendahului Kevin setelah bicara pada pria itu. Saat sampai di restoran yang tidak jauh dari sana, Kevin mengatakan pada Jina kalau ia harus pergi ke toilet sebentar dan meminta wanita itu untuk tidak ke mana-mana. Kevin tidak bicara dengan santai, tapi sampai memohon karena jika Jina pergi dan terjadi sesuatu padanya, maka riwayatnya akan tamat. Jina hanya mengangguk mengerti karena ia juga tidak ingin ke mana-mana. Dari pada pergi dan hidup susah, Jina lebih memilih untuk tinggal di rumah Dean meski itu seperti penjara untuknya, tapi ia bisa tidur dengan nyenyak, makan enak setiap hari, dan tidak perlu membayar uang sewa. Melihat ekspresi Jina tadi membuat Kevin yakin kalau wanita itu tidak akan pergi ke mana-mana. Namun, saat Kevin kembali dari toilet Jina tidak ada di tempatnya tadi, panggilannya pun tidak dijawab. Kevin bertanya pada orang yang ada di sana dan mereka mengatakan kalau Jina pergi dengan seorang pria. "Apa dia dibawa paksa?" Kevin kembali bertanya. "Tidak, dia terlihat dipaksa." Pria ini menjawab pertanyaan Kevin. Kevin benar-benar panik sekarang dan ia juga takut untuk melaporkan ini pada Dean. Bagaimana jika Dean membunuhnya? •••• "Kau sudah gila? Bukan itu yang aku maksud dengan mencintai seseorang. Astaga, kau sungguh sudah tidak waras." Pria bernama Kang Jinhyuk ini sedang bicara pada Dean, sahabatnya sejak ia masih kecil. Jinhyuk tahu apa yang terjadi pada kehidupan Dean dan karena itulah ia mendorong pria itu untuk membuka hati lagi karena hidupnya terlalu berharga untuk disia-siakan. Jinhyuk percaya kalau Dean kembali mencintai seseorang, maka dia bisa kembali hangat seperti dulu, bukan dingin seperti ini. Namun, Dean malah mengambil keputusan gila dengan menyewa rahim seorang wanita karena dia ingin punya anak tanpa menikah atau berhubungan dengan lagi wanita. "Kau ingin aku kembali mencintai seseorang, kan? Aku akan melakukannya. Aku akan mencintai anakku dengan sepenuh hati. Aku percaya cinta seorang anak untuk ayahnya tidak akan pernah berubah, jadi aku tidak akan kecewa lagi," ucap Dean. "Tapi itu bukan perbuatan yang benar. Hentikan ini, Dean." Jinhyuk kembali bicara. "Sudah terlambat, karena wanita itu sudah hamil. Aku tidak memberitahumu lebih awal karena aku tahu kau akan berkata seperti itu. Aku ..." Dean menghentikan kalimatnya karena ponselnya berdering karena mendapat telepon dari Kevin. Dean menjawab telepon itu dan raut wajahnya seketika berubah. Dean langsung bangkit dari duduknya dan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun pada Jinhyuk. Bahkan ketika pria itu memanggilnya, Dean tetap tidak berhenti melangkah. bersambung.... Kira-kira siapa nih yang bisa nebak siapa yang bawa Jina pergi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD