Chapter 3

1091 Words
Lucas tengah menikmati makanan di salah satu restoran rumah sakit ketika Ben datang menghampirinya. Sekarang langit sudah gelap dan malam mulai datang. Amanda akan kembali besok pagi atas permintaan Lucas. Ia ingin ibunya tetap baik-baik saja.  "Bagaimana?" Lucas tadi mengutus Ben untuk mendatangi gadis yang menyelamatkan ibunya untuk memberikan sejumlah uang. Sementara dirinya menjaga Amanda disini. Menurut informasi yang Ben dapatkan, gadis itu bekerja sebagai waitress di restoran berbintang. Restoran itu milik rekan Lucas. Lucas mengenal pemiliknya dengan baik. "Gadis itu menolaknya." Lucas tetap melanjutkan acara makannya sementara Ben masih tetap dalam posisi berdiri dan menunggu arahan Lucas yang selanjutnya. "Duduklah." Ben mengikuti arahan itu kemudian duduk di hadapan Lucas. Lucas kini terlihat biasa saja setelah mendengarkan kabar itu. Seolah apapun kabar yang dibawa Ben mengenai gadis yang menyelamatkan ibunya, bukanlah hal yang penting. Tidak sepenting itu sehingga bisa membuat Lucas bereaksi. "Dia mengatakan bahwa bukan seperti itu caranya berterima kasih. Dia tidak membutuhkan uang yang Tuan berikan." Informasi itu berhasil membuat Lucas terhenti sejenak. Ia menatap Ben dengan pandangan datarnya. Hanya sepersekian detik. Kemudian dia pun melanjutkan acara makannya.  "Munafik sekali." Dua kata itu membuat Ben menahan senyumnya. Meski ia juga tahu bahwa cara yang dilakukan Lucas sebenarnya salah, ia tidak bisa memberitahu lelaki itu. Bisa-bisa emosinya akan meningkat jika Ben terlalu menggurui.  "Setiap orang pasti butuh uang," lanjutnya. Ben sebenarnya setuju bahwa semua orang butuh uang. Hanya saja melihat respon gadis itu tadi, sangat wajar ia menolak karena Lucas memberinya dengan sangat tidak sopan. Mengutus orang lain untuk menghampiri dan mengucapkan terima kasih. Ditambah memberikan uang seolah jasa yang sudah dilakukan oleh gadis itu hanya layak dihargai oleh uang. "Mungkin kita bisa berterima kasih dengan cara yang lain."  Ben menyuarakan apa yang ada di pikirannya. Ia sudah gatal ingin menyampaikan ide ini sejak awal. Akan terkesan lebih baik tentunya. Lucas meliriknya seolah mempertanyakan cara lain yang Ben maksud. Ben menyunggingkan senyumnya. "Kita bisa meminta kenaikan gaji untuknya. Cara itu akan terdengar lebih baik." Lucas mengernyitkan keningnya. Rekannya Dave sang pemilik restoran tentu tidak akan masalah dengan hal itu jika Lucas yang memintanya. Apalagi alasannya karena gadis itu telah menyelamatkan Amanda. Bagi Dave, Amanda adalah ibunya juga. Dave begitu menyayangi Amanda jadi pasti tidak akan keberatan untuk menaikan gaji pegawainya. Atau bisa jadi laki-laki itu akan langsung menaikkan jabatan si gadis.  "Bukankah dia tidak butuh uangku?" tanya Lucas kesal. Ia merasa bahwa gadis itu begitu munafik dengan menolak uang pemberiannya. Sungguh merepotkan sekali. "Biar bagaimana pun kita harus tetap berterima kasih. Bahkan jika bisa, memperkerjakannya di perusahaan milik Tuan." Usul yang disampaikan Ben itu terlalu berlebihan menurut Lucas. Perusahaannya butuh orang-orang yang berkualitas dan memiliki skill mumpuni. Bukan merekrut orang-orang karena ucapan terima kasih. Terlebih gadis itu hanyalah seorang waitress. Memangnya apa yang bisa dia lakukan di perusahan Lucas? Menjadi cleaning service? "Cukup hubungi Dave." Setelah mengucapkan itu, Lucas selesai dengan acara makannya. Ia berdiri dan meninggalkan Ben yang tersenyum di tempatnya. Jika Lucas meminta menghubungi Dave, sang pemilik restoran. Itu artinya Lucas hanya setuju untuk memberikan uang dalam bentuk kenaikan gaji perempuan itu.  Ben menggelengkan kepalanya dengan tingkah Lucas. Seharusnya lelaki itu datang sendiri menemui si gadis dan mengucapkan terima kasih. Hanya sesederhana itu saja cara membalas kebaikannya. Akan tetapi, lelaki itu Lucas Dixie, kan? Tentu semua orang harus belajar untuk memahami sikap dingin pria itu. Semua orang di sekitar Lucas tentu sudah paham apa yang menyebabkan sikapnya berubah menjadi begitu dingin. -------- Callista seharusnya tidak perlu memikirkan apapun ketika ia menyantap makan malamnya di atas meja. Misalnya seperti memikirkan tentang pria yang tadi datang kemari. Callista tidak berniat mendapatkan uang atau imbalan apapun ketika memutuskan menyelamatkan nyonya Amanda. Ia murni melakukannya dengan tulus ikhlas. Lalu pria paling diinginkan disini, Lucas Dixie. Bisa-bisanya laki-laki itu berpikir bahwa memberikannya uang adalah cara berterima kasih yang tepat.  Meski Callista memiliki hutang dan gajinya kecil. Belum lagi ia harus hidup pas-pasan, bukan seperti itu juga caranya mendapatkan uang. Apa memang seperti itu pola pikir orang kaya? Selalu menilai dan menghargai apapun dengan uang yang mereka miliki? Seolah orang miskin seperti Callista akan dengan mudah menadahkan tangannya demi mendapatkan uang dari mereka. Ia merasa kesal tapi bisa-bisanya ia terus-terusan memikirkan lelaki kaya itu.  Callista sama seperti perempuan lainnya. Ia juga cukup mengagumi sosok Lucas Dixie. Pria itu sangat tampan, kaya, tangguh, dan menawan. Sialnya Callista tersenyum ketika memikirkan lelaki itu. Lucas Dixie sangat sering muncul di pemberitaan sebagai lelaki hot kaya yang berprestasi. Perusahaan pimpinannya selalu sukses besar dan ia sering mendapatkan penghargaan bisnis.  Callista berdecak sebal ketika menyadari ia terlalu memuja lelaki itu. Setelah kejadian pria bernama Max yang berkunjung kemari. Callista jadi mengetahui seperti apa sikap lelaki itu. Benar-benar arogan. Akan tetapi entah kenapa sikap arogan itu membuatnya terlihat semakin menawan di pikiran Callista.  "Dia itu sombong, bisa-bisanya aku menyukai pria seperti dia." Callista memang menyukai Lucas semenjak ia mengetahui berita tentang prestasi lelaki itu di bidang bisnis. Akan tetapi ia tidak mencari tahu lebih lanjut berita mengenai Lucas. Ia bukan tipe perempuan yang seperti itu. Yang langsung mencari tahu apapun tentang lelaki yang disukainya. Bagi Callista mengagumi kecerdasan Lucas dalam mengelola bisnis saja sudah cukup. Lagi pula jika ia mengetahui lebih lanjut mengenai Lucas, tidak akan mengubah apapun. Ia hanya akan tetap tidak dapat memiliki pria itu. Pria paling diidamkan menjadi suami hampir seluruh wanita di New York.  Pikiran Callista kembali mengembara. Ia masih tidak menyangka bahwa wanita yang tadi diselamatkannya itu adalah nyonya Amanda. Ia sungguh tidak menduga. Meski Max sudah mengatakan bahwa nyonya itu baik-baik saja tetapi Callista tetap merasa khawatir. Akan tetapi, memangnya apa yang bisa ia lakukan? Menjenguk wanita itu? Tentu saja tidak mungkin. Apalagi menghubungi untuk mengetahui keadannya dengan detail, itu sungguh tidak mungkin. Siapa memangnya yang akan Callista hubungi? Dia tidak memiliki link apapun dengan keluarga Dixie yang kaya raya itu.  Rasanya beruntung sekali sempat bertemu nyonya Amanda Dixie. Callista jadi membayangkan jika saja putranya mau datang langsung untuk mengucapkan terima kasih. Pasti Callista sudah pingsan ketika bertemu langsung dengan lelaki itu. Pasti Lucas Dixie akan terlihat sangat tampan ketika bertemu langsung. Dan juga sangat hot! Tiba-tiba ponselnya di atas meja berdering. Callista mengerutkan keningnya karena itu adalah nomor asing. Nomor yang belum tersimpan di kontaknya. Jadi Callista tidak mengenal siapa si penelpon. Ia memutuskan untuk mengangkatnya. "Halo, dengan siapa aku bicara?" tanyanya setelah menempelkan benda pipih itu di telinga. Ia penasaran dengan pemilik nomor yang menelponnya di malam hari begini. Hanya sedikit orang yang memiliki kontaknya. Itu karena Callista juga hanya mengenal sedikit orang. Suara berat dari lelaki di seberang sana membuat Callista membulatkan matanya. Ia terkejut bukan main. "A..apa?" tanyanya tidak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD