Chapter 4

818 Words
Reza termenung menatap foto pernikahan yang hampir ia peluk semalaman bersama dengan selembar kertas dari istrinya. Ia tidak pernah merasa sesakit dan semenyedihkan ini sebelumnya. Bahkan saat ia dikhianati oleh Melda, ia merasa rasa sakit yang dialaminya tak seperti ini. "Mau sampai kapan lu ngurung diri terus, Za?" Reza mendongak mendapati sahabatnya berdiri tegap didepan pintu. "Sampai istri gue ketemu, maybe..." lirihnya.  Lelaki itu tertawa keras terkesan sinis, "Anjing ya lu, kemana aja lu selama ini? Saat istri lu nangis sendirian dirumah, lu malah enak pacaran sama Melda. Saat istri lu rela tidur di ruang tamu buat nungguin lu pulang, sementara lo malah seneng-seneng sama Melda di apartemen. Gue rasa ini belum sepadan sama apa yang istri lu alamin Za.." tukasnya. "Cukup Nar! Gue tau gue salah! Gue emang gak tau diri, gue emang jahat, gue emang cowok yang gak berguna. Gue juga suami yang gak tau diuntung. Gue suami yang gak becus jaga rumah tangganya. Ya! Itu gue! Tapi lelaki b******k itu ingin Sarah, sebejat ini gue, tapi gue pengen Sarah, Nar! Gue pengen dia balik kerumah.."  Danar terpaku sejenak "Syukurlah, kalo lo sadar.." sinisnya kemudian.  "Buat apa juga sih sekarang lu nyari Sarah, bukannya lu gak cinta sama dia ya? Bukannya lu emang pengen pisah sama dia? Seharusnya lu seneng dong kalau dia pergi dari sini. Ya kan?!"   Reza bangkit dan mencengkram kerah kemeja sahabatnya itu dengan kasar.   "Gue emang belum cinta sama istri gue, tapi gue juga gak mengelak kalau gue juga udah mulai sayang sama Sarah!" Ujarnya tegas.   Danar mendecih "Halah basi lu, kalau udah gak ada aja baru dicari, baru bilang sayang. Kemana aja lu selama ini waktu istri lu nunggu lu bilang itu?".   Reza termenung, apa yang dikatakan Danar memang benar. Penyesalan memang selalu di akhir dan kini ia merasakannya. Ia menyesal, sangat-sangat menyesal telah menyia-nyiakan Sarah, istrinya.   Danar yang melihat sahabatnya terdiam kemudian berdehem pelan sembari merapikan kemejanya yang terlihat kusut, ia menepuk bahu sahabatnya pelan dan kembali berkata,   "Mending sekarang kita cari Sarah, percuma lu diem dirumah meratapi nasib kayak gini. Gue juga udah nyuruh anak buah gue buat nyari Sarah." Danar berkata dengan tenang. Walaupun ia benci terhadap sikap sahabatnya itu, tapi tak dapat dipungkiri bahwa ia masih peduli.   Reza tersenyum tipis "Thanks, Nar."   "Hm, ayo cepet. Gue tunggu di bawah."   ~ ~ ~   "Kamu dimana sayang? Aku harus nyari kamu kemana lagi?" Reza meremas rambutnya frustasi.   Reza hampir saja putus asa mencari istrinya. Ia sudah mendatangi rumah Almarhum orang tua istrinya dulu berharap dapat menemukan Sarah disana, tapi hasilnya nol. Ia juga sudah mencari dengan bertanya pada teman dan sahabat terdekat Sarah tapi mereka juga seakan menutup informasi. Mereka malah dengan terang-terangan menyampaikan ketidaksukaan nya pada Reza.   "Sarah pergi? Syukur deh, akhirnya sahabat gue sadar juga kalo suaminya ini cuma laki-laki b******n yang gak bertanggung jawab."   Kalimat itu seakan menohok ulu hati Reza. Ia seolah tersadar bahwa selama ini ia memang lelaki yang tidak berguna. Lelaki yang bodoh, t***l, b******n. Mempertahankan rumah tangganya saja ia tak bisa.  Laki-laki macam apa dia ini.   Ia memandang foto Sarah yang dipegangnya. Reza tersenyum melihat Sarah yang terlihat cantik di foto itu. Istrinya itu terlihat sedang tertawa sambil membawa rangkaian bunga mawar merah. Selama ini ia tak pernah melihat Sarah seintens ini.   Istrinya itu memang cantik, sangat cantik. Dengan mata bulat, bibir tipis merahnya dan alis tebal rapih yang menghiasi wajah cantiknya. Ia terlihat seperti seorang malaikat yang turun ke bumi dengan sejuta kebahagiaan. Entah kenapa dulu ia bisa membenci Sarah hingga menyakitinya seperti itu.   Drrt Drrt   Reza mengambil ponsel dalam saku celananya dan mendapati panggilan dari sahabatnya, Danar. Mereka berdua memang berpencar untuk mencari Sarah. Agar lebih cepat ditemukan, pikirnya.   "Halo? Gimana, Nar?"   "Anak buah gue baru aja telepon dan mereka bilang kalau mereka berhasil nemuin keberadaan Sarah."   Jawaban dari Danar seolah membuat jantung Reza lepas dari tempatnya. Ia seolah mendapat sebuah air di padang pasir yang gersang. Reza tersenyum bahagia. Akhirnya, istrinya ditemukan.   "Halo, Za? Reza? Lu masih disana kan?"   Reza tersentak "Iya iya, ini gue masih disini. Dimana Sarah? Dimana istri gue? Kasih tau cepetan!" "Lu mending kesini dulu deh.." balas Danar Reza berdecak, "langsung kasih tau gue aja bisa gak sih? Gue mau cepet-cepet ketemu Sarah!" "Gue bilang kesini ya kesini dulu g****k, jangan bikin gue emosi deh lu!  Reza menghela napas lelah, ia tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Tinggal ngasih tau apa susahnya sih, pikirnya. "Lu dimana sekarang? Gue bakal samperin lu sekarang!" Tanyanya mengalah.   "Gue ada di rumah lu sekarang, lu cepetan kesini!"   "Siap. Gue otw kesana." "Yoi"   Tut   Sambungan telepon itu terputus. Reza dengan segera mengendarai mobilnya. Ia membelah kemacetan dengan kecepatan tinggi. Tanpa peduli banyak yang protes karena ulahnya yang menyetir ugal-ugalan.  Hatinya seolah lega saat mendengar berita itu. Ia merasa hatinya lebih tenang sekarang. Entahlah. Yang jelas ia sangat bahagia saat ini. Lelaki itu kembali memandangi foto Sarah sekali lagi, dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya.   "Tunggu aku sayang..." gumamnya bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD