THE GIFT

2213 Words
Pagi yang lumayan hangat. Mengingat ini pertengahan musim gugur, hembusan angin masih saja dengan riang membawa terbang daun-daun yang berguguran. Seperti sekumpulan orang yang berdansa, meliuk kesana kemari, dan terjatuh di suatu tempat tanpa bisa memilih. Cherry yang sudah menyelesaikan kuliah nya, memilih bekerja sementara di butik yang dimiliki oleh keluarga Laura. Tak jauh dari keahlian nya memang, walaupun Cherry mengambil mata kuliah jurusan desain grafis, tapi pada dasarnya Cherry suka menggambar. Kecerdasannya luar biasa dalam segala hal tapi Cherry mengambil jurusan sesuai kata hatinya. Karena itu Cherry sangat klik dengan Lucy, karena Lucy pun mempunyai minat yang sama dengannya. Lucia Deandra Heaton, gadis yang Cherry kira seumur dengan dia ternyata lebih tua 2 tahun darinya. Awalnya Cherry tak percaya karena Lucy lebih terlihat seperti gadis berumur 19-20 tahun. Mungkin karena pembawaannya yang ceria. Sampai sekarang Lucy kerap kali menggoda Cherry dengan memanggil Cherry dengan sebutan big sister, karena Cherry berpacaran dengan Ethan, Kakak Dean. Mereka sering menertawakan hal itu. Lucy juga sering ter kaget dengan aksen bicara Cherry yang begitu ramah. Logat bicara yang Cherry bilang dia dapatkan dari ibunya. Aksen yang terdengar ramah dan lebih bisa mengekspresikan perasaan dibanding ritme bicara orang Amerika yang cenderung cepat. Lucy juga sering tersipu, melihat Cherry lebih bisa ber manja pada Ethan di waktu-waktu kebersamaan mereka, dengan nada bicara yang terdengar manja dan sedikit merajuk. Pukul 09:00 tepat saat Cherry sampai di butik Laura yang bernama Laura's Boutique. Setelah perdebatan yang cukup menyita waktu dan pikiran dengan Ethan akhirnya Cherry bisa bekerja di butik ini. Butuh waktu lebih dari sebulan untuk membuat Ethan mengangguk dan mengijinkan Cherry menerima tawaran Laura. Cherry membujuk Ethan hingga jungkir balik bahkan Cherry memulai bujukannya itu seminggu sebelum wisuda. Perjuangannya terbayar dengan anggukan Ethan, walaupun masih dilihatnya bias tak ikhlas dari wajah Ethan. Cherry pagi ini memakai celana pendek denim, atasan kaos putih bergambar kupu-kupu hitam, dipadukan dengan sebuah sepatu boot. Penampilannya dipermanis dengan sebuah lilitan syal berwarna biru awan. Seorang gadis belia bernama Josephine, keluar dari gudang penyimpanan kain. Josephine salah satu karyawan di butik ini. Gadis itu tersenyum pada Cherry yang baru datang dan menuju ke meja kerjanya. Meja khas seorang seniman desain. Penuh dengan contoh kain berwarna warni, kertas-kertas untuk mendesain, pensil, spidol, pensil warna dan barang-barang lain. Walaupun Cherry terfokus pada desain grafis yang lebih mengutamakan pembuatan gambar untuk menyampaikan sebuah produk atau iklan tapi Cherry juga mempunyai minat yang besar pada desain baju. Itu bakat alami yang tidak dipupuk nya tapi berkembang dengan sendirinya. Satu hal yang manis di meja kerjanya adalah foto dirinya dengan Ethan ketika sedang berada di rooftop apartemen. Foto yang menjadi mood booster baginya ketika sedang dalam kondisi putus asa dan macet ide. "Miss, ada paket untukmu. Tiba pagi ini." Cherry menoleh pada Josephine yang berdiri di depannya, membawa sebuah kotak kardus manis berwarna ungu lavender. Cherry menerima kotak kardus yang diulurkan oleh Josephine. Mengangguk pada Josephine yang segera berlalu dari hadapannya. Cherry mengamati kardus di atas meja nya.Tidak ada pengirimnya, hanya tertera namanya sebagai penerima paket. Perlahan Cherry membuka pita ungu lavender senada dengan kotak itu, mengikat penutup kardus cantik dengan simpul berbentuk kupu-kupu. Perlahan Cherry membuka penutup kardus. Cherry menghela napasnya panjang. Menutup lagi kardus cantik itu, berdiri dan melangkah keluar menuju tempat sampah yang terletak di samping butik. Cherry melemparkan kardus itu ke dalam bak sampah, dan segera melangkah masuk lagi ke butik. Amabel Cherry Diaz atau Cherry mungkin adalah gadis dengan level kesabaran yang agak tipis, tapi seorang Cherry adalah gadis yang mempunyai level rasa takut sangat tipis pula. Didikan mendiang ayahnya Andrew Diaz yang seorang pemadam kebakaran membentuknya menjadi gadis yang tangguh di dalam dirinya. Keberaniannya tak tergoyah hanya dengan bangkai tikus yang masih mengeluarkan darah segar, yang hampir seminggu sekali pasti diterimanya dalam sebuah paket manis. Hanya level kesabarannya yang agak tipis yang membuatnya mengeram pelan. Tak sabar ingin tahu siapa dan maksud orang misterius itu mengirim paket seperti itu kepadanya, selama hampir 3 bulan terakhir. Cherry hanya bisa menunggu, karena dia bahkan tak mempunyai bayangan siapa yang tega melakukan ini semua dan apa motif nya. Cherry merasa tak mempunyai musuh. Sempat terpikir sosok Raymond sahabatnya, yang sudah jujur mengungkapkan perasaannya pada Cherry di malam perayaan kelulusan. Cherry sudah dengan halus namun tegas menolak Raymond. Raymond pun sepertinya bisa menerimanya. Bahkan sebulan lalu Cherry dan Laura sengaja makan siang bertiga dan ternyata Raymond sedang dekat dengan seorang gadis berparas Asia bernama Soo Hyung. Gadis itu teman kerjanya di sebuah perusahaan periklanan yang cukup ternama. Raymond mengajak gadis berkulit putih dan bermata sipit itu makan bersama mereka. Mengenalkan Soo Hyung pada Cherry dan Laura sebagai kekasihnya. Soo Hyung mengangguk malu-malu ketika Laura bertanya apakah itu benar? Tak mungkin Raymond. Raymond menyayangi Cherry dan Laura seperti saudara. Pasti bukan dia. Cherry mendongak ketika lonceng di atas pintu masuk butik berbunyi. Seorang gadis berkulit hitam manis disusul oleh laki-laki berkulit hitam manis pula, masuk dan tersenyum gembira. Mereka sepasang tunangan yang akan melangsungkan pernikahan sebulan lagi. Mereka ada janji dengan Cherry untuk mengecek beberapa detail baju pengantin yang mereka pesan. Cherry tersenyum dan menyambut mereka. Segera terhanyut dalam pekerjaannya, diiringi merdu suara Ryan O'Saughnessy seorang penyanyi berkebangsaan Irlandia yang menyanyikan sebuah lagu berjudul No Name ,yang membuat pasangan di depannya tersipu. Melupakan sejenak rasa penasaran nya pada hadiah bangkai tikus dan pengirimnya yang tak Cherry tahu. Sampai sekarang belum pernah Cherry memberitahukan hal ini pada Ethan. Belum saatnya. Karena Cherry berharap ini hanya sebuah lelucon yang ditujukan padanya. ------------------------------------- Lucy berdecak kesal sambil melemparkan kotak kardus berwarna magenta itu ke tempat sampah di luar apartemen nya. Itu kotak ke 11 yang mendarat sempurna dalam bak sampah besar yang ada di luar apartemen nya selama hampir 3 bulan ini. Siapapun orangnya yang mengirim hadiah itu, bisa dipastikan orang itu adalah orang yang sangat buruk selera nya dalam memilih hadiah untuk seorang wanita. Begitu buruknya hingga jika suatu saat dia bertemu dengan orang itu, Lucy tak akan segan memberikan tutorial gratis pada orang itu tentang bagaimana memilih hadiah yang istimewa dan berkesan. Orang macam apa yang mengirimkan kecoa madagaskar yang super besar padanya hampir 3 bulan ini? Apa maksud pengirimnya? Apa motifnya?Rasanya dia tak pernah menyakiti siapapun, hingga membuat seseorang begitu dendam padanya. Teror kecoa itu benar - benar menyebalkan. Lucy merapatkan sweaternya. Angin musim gugur membawa hawa cukup dingin, bahkan di siang hari, membuat Lucy buru-buru melangkah masuk ke gedung apartemen nya. Masuk ke dalam lift menuju lantai 9. Lucy menyusuri lorong menuju apartemen nya. Begitu sampai di depan pintu Lucy menekan password apartemen nya dan bergegas masuk. Lucy merasa agak kurang enak badan dan menelpon kantornya meminta ijin tidak masuk kerja tadi pagi. Semalam Lucy merasa agak demam. Dan tadi setelah sarapan Lucy meminum lagi obat penurun panas dan vitamin nya. Sekarang badannya terasa lumayan enak, dan Lucy segera menyesali keputusannya tidak masuk kerja. Lucy membuka pintu kamarnya, agak gelap karena Lucy belum membuka tirai jendela kamarnya. Tanpa menyalakan lampu Lucy melangkah ke arah jendela. Membuka setengah tirai jendela dan berbalik. "Dean..." Lucy terpekik kaget ketika melihat Dean yang bersandar pada sandaran tempat tidurnya. "Hai, Cantik..." Dean tersenyum sambil mengulurkan tangan. Lucy berjalan ke arah Dean dan menyambut uluran tangan Dean yang langsung menariknya hingga terjatuh dipangkuan Dean. "I miss you." Dean terkekeh sambil mengacak rambut Lucy yang wangi stroberi. Lucy tersenyum. Leandro bersaudara entah kenapa suka sekali mengacak rambut kekasihnya. Beberapa kali Lucy melihat Ethan juga suka mengacak rambut Cherry. Juga memilin-milin rambut seperti yang sering dilakukan Dean saat mereka bersantai. "Kapan kau datang?" Raut keheranan tercetak jelas di wajah Lucy. Dean harus berada di Seattle selama 4 hari, mengurus bisnis keluarganya. "Baru saja, dan langsung ke sini.Aku kangen." Dean terus memainkan ujung rambut Lucy, seakan memilin rambut memberi kenyamanan padanya. Dean menyentuh leher Lucy. Alisnya bertaut. Merasakan suhu tubuh Lucy agak panas. "Kau sakit?" Dean terlihat khawatir. "It's okay, hanya sedikit demam semalam, tapi sudah mendingan." Lucy mengelus rahang Dean lembut. Dean mengambil ponselnya yang dia letakkan di nakas dan melakukan sebuah panggilan. Menelpon dokter Jamie untuk datang ke apartemen Lucy. "Kau berlebihan Dean...aku tidak apa-apa. Batalkan dokter itu atau aku marah padamu." Lucy beranjak dari pangkuan Dean. "Come on...badanmu panas Lucy..." Dean memaksa. Lucy keluar kamar menuju dapur dan mengambil segelas air dingin. Dean yang berjalan mengikutinya masih mengomel. Apalagi ketika melihat Lucy meminum air dingin hingga tandas. "Noooo...oh God..please Lucy." Dean berteriak sambil menatap Lucy marah. "Aku baik-baik saja Dean...please." Lucy berjalan ke arah kamarnya. Leandro bersaudara bisa sangat cerewet kalau sudah marah, batin Lucy. Lucy melangkah ke arah balkon kamarnya. Dean masih mengikuti Lucy sambil mengomel. Lucy mengangkat tangannya. Membuat Dean terdiam. Lucy mendekati Dean, memeluk pinggang laki-laki yang sudah menguasai ruang hatinya itu. "I'm fine, Dean...trust me." Lucy berkata dengan lembut. Dean mengikis jarak antara wajahnya dan wajah Lucy. Mencoba mencium bibir Lucy, tapi Lucy menarik wajahnya menjauh. "Batalkan dokternya, Dean..." Lucy begitu keras kepala. Membuat Dean menggeram menahan amarah. Dean berbalik menuju ke dalam kamar dan menelepon dokter Jamie. Dean lalu kembali ke balkon. Lucy tersenyum. "Satisfied? Jadi, bisa akau dapat ciumanku sekarang?" Dean tersenyum saat melihat anggukan kepala Lucy. Dean mendekat dan meraup bibir Lucy dengan sedikit keras. Dia marah, rindu bercampur aduk. Lucy membalas ciuman yang dirindukannya itu. Mengikuti irama bibir Dean yang bertaut dengan bibirnya. Gairah itu meluap, seperti ombak yang berusaha menggapai bibir pantai. Lenguhan Lucy membuat gairah Dean menjadi berlipat-lipat. "Dean...please..." Lucy menggeleng disela ciuman mereka. "Please what? Say it..." Dean menggoda sambil memperdalam ciuman nya. "Love me...now." Suara Lucy terputus-putus di antara pagutan Dean. "Are you sure?" Dean menghentikan ciuman nya. Menatap lembut pada Lucy yang merona. Lucy mengangguk. Dean mengangkat tubuh Lucy masuk ke dalam kamar. Saling memandang dan tersenyum penuh arti. Mengirimkan getaran-getaran yang hanya mereka yang tahu rasanya. Dean merebahkan Lucy di ranjang nya. Lembut, seakan Lucy adalah kristal yang rapuh dan mudah hancur dalam sekali sentuh. Dean mencium kening Lucy lembut. Gerakan bibirnya turun menyusuri hidung Lucy dan menggigit nya pelan. Dean menyelusupkan tangannya ke dalam kemeja Lucy, mengelus perut Lucy, membuat Lucy melenguh tertahan hingga merasa perlu menggigit bibir. Helai demi helai penghalang bernama baju itu lepas dari tubuh Dean dan Lucy. Menyisakan dua anak adam dan hawa yang sedang terbuai dalam gairah yang mematikan syaraf-syarat mereka. Dean kembali memagut bibir Lucy lembut. Pagutan saling berbalas itu menjadi semakin liar. Gesekan kulit dan kulit menimbulkan geleyar yang membuat kebas seluruh indera. "Dean...". Lucy berbisik lirih. Erangannya tertahan saat Dean dengan lembut mengulum puncak payudaranya. Lucy menyelusupkan tangannya ke rambut Dean. Tiba-tiba Lucy memegang erat kedua lengan Dean... "Don't say that you've got your period now..." Dean menggeram frustasi. Lucy terkikik geli melihat raut muka Dean yang menahan amarah. "No...just do it softly. This is my first." Lucy berbisik lirih. Wajahnya memerah. Dean tersenyum bahagia. Lucy menjaga harga dirinya untuknya. Dean benar-benar tak percaya ini. "Sudahkah aku bilang bahwa aku sangat mencintaimu hari ini?" Dean berbisik lembut sambil memagut bibir Lucy. Dean menelusuri leher Lucy yang putih pucat, menggigit nya pelan. Membuat kissmark yang membuat Lucy memekik kecil sambil mencengkeram leher Dean. Perlahan tanpa melepaskan pagutan, Dean menyatukan mereka, perlahan...mencoba menembus penghalang tipis yang tak mudah diterjang. Lucy mengernyitkan dahinya. Merasakan sakit dan perih bersamaan. Dean mencium dahi Lucy, menghilangkan rasa sakit di inti tubuh Lucy. "Aaaahh...sakit!" Lucy mengerang tertahan. "Aku tahu...tahan ya...pukul aku kalau kau tidak tahan..." Dean sambil terus menusukkan junior nya. "Aaaarrrgh...God..." Teriakan Dean memenuhi kamar Lucy. Junior nya menembus ke dalam inti Lucy, mengalirkan darah sebagai sebuah hasil, membuat setitik bening mengalir dari mata Lucy. Dean mencium air mata Lucy. Milik Dean terasa penuh di dalamnya. Perih masih mendera. "Can I move now?" Dean bertanya meminta persetujuan. Lucy mengangguk. Dean mulai menggerakkan juniornya. Perlahan...Lucy mengeryit. Wajahnya benar-benar menyiratkan rasa sakit dan tak nyaman. Dean bergerak pelan...pelan..dan perlahan wajah Lucy memerah. Lenguhan nikmat keluar dari bibir Lucy. Dean bergerak semakin intens penuh kelembutan. "Jangan ditahan, sayang...mendesahlah untukku." Dean menggigit telinga Lucy kecil sambil menusukkan junior nya semakin dalam. "Aaaah...Dean...fasteer..." Lucy terpekik sambil mencengkeram punggung Dean. Gerakan seirama itu semakin liar, mencoba memaksimalkan kenikmatan satu sama lain. " Aaaaaaaah...Deaaaaan...". Tubuh Lucy bergetar, hampir mencapai puncaknya. Dean bergerak semakin cepat dan menusuk semakin dalam. " Aaaaaaaarrrrgh....Lucy....can you believe...this?" Teriakan Dean bersamaan dengan getaran inti Lucy yang mendapatkan pelepasannya. Lucy dan Dean tergulung dalam kenikmatan yang mencapai titik tertinggi nya. Dean menusukkan junior nya mengumpulkan semua nikmat yang tersebar ke seluruh tubuhnya. Lucy terengah-engah mengatur napasnya. Kenapa ini nikmat sekali? Lucy menggeleng tak percaya. Dean mencium kening Lucy lembut. Menatap manik biru itu dengan luapan sayang. "Thank you so much. I love you." Dean berbisik di sela napasnya yang masih terengah. Mata Lucy mengerjap. Terbangun dari keterpanaannya. Lucy tersenyum. "I love you too." Lucy merona malu. Dean perlahan menarik dirinya dari dalam Lucy, membuat Lucy mengerang, merasakan sisa-sisa kenikmatannya. Dean memeluk tubuh Lucy erat. Menciumi punggung telanjang Lucy dengan lembut. "Dean, kau harus ke kantor." Lucy berusaha mengingatkan. "Aku salah satu pemilik perusahaan, Mrs Leandro, kalau kau mau tahu." Dean berkata sambil menggigit pundak Lucy kecil. "Ah, ya....sombong sekali..." Lucy terkekeh pelan. Lucy mendengar suara napas halus Dean. Tertidur. Lucy tersenyum mengingat betapa dia sudah bertekuk lutut di hadapan laki-laki ini. Lucy tertidur ketika lelah melamunkan betapa bahagianya dia. ------------------------------------- "Sudahi permainan itu sekarang, Viktor...waktunya memberikan gadis-gadis itu kejutan yang sesungguhnya". Hillary Ross berkata kepada Viktor Romanov sesaat setelah menyesap anggur merah nya. Viktor Romanov menyeringai. Mengelus-elus dagu nya. "Sudah saatnya si tua bangka Edward itu merasakan bagaimana rasanya terhina." Mata Hillary terlihat memerah. Entah karena amarah atau efek anggur yang banyak di minumnya? "Lakukan tugasmu dengan rapi Viktor." Hillary menatap tajam lalu melangkah masuk meninggalkan Viktor. Tawa Hillary memenuhi rumah peristirahatannya. Viktor tersenyum masam. Berdiri dari duduknya dan melangkah keluar menuju mobilnya. Melajukan mobil itu pelan. Dua devil berkolaborasi siap melakukan sebuah kejahatan. Bagaikan naga jahat yang berdansa dengan kilat dan petir menggelegar saat sang hujan turun deras. Siap menghasilkan kejahatan nyata bagi dua gadis tak berdosa. ----------------------------------------   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD