4. Kerajaan Moregestte

1894 Words
Kerajaan Moregestte Kastil di ujung jalan itu terlihat sangat megah dan gagah. Gustavo dan Nada sudah sampai di istananya kerajaan Moregestte. Nada segera memapah Gustavo menuju kamarnya. Setelah itu ia menyuruh pengawal untuk memanggilkan tabib untuk pangeran Gustavo yang tadi terluka. Luka di perutnya belum di jahit. Kalau tidak segera di atasi, kemungkinan buruk pasti akan terjadi. Tak lama tabib pun datang dan segera melaksanakan tugasnya. Ada perasaan sedikit lega di hati Nada. Setidaknya ia berhasil menyelamatkan penyelamatnya. Kalau saja tadi tidak ada Gustavo pasti Nada sudah di tikam Harimau itu. Yang datang ternyata adalah bunda Rahma. Dia memang seorang tabib sekaligus pengurus panti asuhan Hana Hikari. Sesegera mungkin bunda Rahma masuk ke kamar Gustavo. Sebelum masuk Nada menjelaskan luka yang di alami Gustavo. “Maaf nona sebelumnya. Bukankah anda nona yang ada di panti asuhan itu?” tanya lelaki tegap itu pada Nada. Sepertinya wajahnya tak asing bagi Nada. Ya, lekaki itu adalah orang yang berusaha mengusir dan menggusur panti asuhan. “Ya aku Nada. Yang menampar pangeran di panti asuhan itu,” sahutnya mantap. “Mengapa anda bisa bersama pangeran?” tanyanya lagi. “Siapa kamu sih sampai harus tahu aku bisa sama pangeran?” Nada ketus. “Perkenalkan saya perdana menteri Thohato. Saya lihat pangeran terluka parah. Apa ini karena kamu?” tuduh perdana mentri Thohato. “Enak saja! Tidak lihat lukanya seperti gigitan Harimau? Mana mungkin aku sekejam itu. Meskipun aku benci sama orang yang ingin merebut panti asuhan. Tapi aku engga setega itu sampai harus membuat pangeran terluka. Yang barusan masuk kedalam itu bunda Rahma. Dia tabib di desa Moregestte. Dan aku akan menjadi tabib seperti bunda. Biarpun kami rakyat kecil. Tapi kami punya sikap manusiawi,” rempet Nada kesal. Habisnya perdana menteri itu senaknya saja kalau bicara. Tak lama bunda Rahma keluar dari kamar Gustavo Orion. Nada langsung menghampiri bunda Rahma. “Bunda bagaimana Gustavo sekarang?” terlihat sekali raut wajah khawatir di paras mulusnya. “Dia sudah tidak apa-apa. Pertolongan tanaman obat yang kamu berikan cukup bagus. Tinggal pemulihan saja, kenapa kamu bisa bertemu dengan pangeran Gustavo?” tanya bunda Rahma. “Kebetulan aku lagi jalan-jalan di hutan Bun, engga sengaja ketemu dia. Eh malah ketemu harimau. Gustavo langsung melawannya. Jadi dia terluka. Syukurlah jika lukanya tidak terlalu parah,” Nada menghela nafas panjang. Syukurlah Gustavo tidak apa-apa. “Baiknya sekarang kamu pulang dengan bunda,” ucap bunda dengan sedikit ketus. Ada apa dengan bunda? Ia terlihat sedikit marah. Apa ia menyangka Nada sengaja membuat Gustavo terluka? Entahlah. Nada nurut saja perintah dari bunda Rahma. Sebelumnya bunda Rahma tidak pernah bersikap dingin seperti ini pada Nada. Sesampainya di panti. Nada akan bertanya kenapa bundanya berprilaku seperti itu. ******** Usai Nada pergi bersama bunda Rahma. Gustavo langsung mengeluarkan kekuatan langitnya. Meskipun lukanya semakin membaik. Ia tidak mau berlama-lama dengan rasa sakitnya. “Seperti ini lebih enak kan dari pada menunggu lama. Hari ini benar-benar sial. Gara-gara perempuan itu. Tapi dia cukup menarik juga, dia sangat panik saat aku terluka,” Gustavo berbicara sendirian. Ia terbayang-bayang aksi heroiknya Nada. Apa ia jatuh cinta pada Nada? Gustavo langsung menggelengkan kepalanya. Ia menepis pemikirannya. “Hai Gustavo! Kamu ini dewa langit. Masa iya jatuh cinta pada manusia lemah seperti dia. Ingat kamu harus fokus pada misi kamu!” rutuknya pada diri sendiri. “Dia akan membantu mu untuk mendapatkan permata biru itu pangeran,” ucap salah satu peri dari tabung ajaibnya. Di kamar Gustavo memang terdapat sebuah tabung berukuran sedang. Tabung kaca itu tersimpan tiga peri yang akan membantu misi Gustavo. Peri itu bernama Oktaria Aquarius dari Rasi Aquarius, Devi Crux dari Rasi Crux dan Tasya Antlia dari Rasi Antlia. Sesekali mereka berubah menjadi manusia atas izin Gustavo. “Apa maksud mu Devi? Tidak mungkin manusia biasa seperti dia bisa membantuku?” tanya Gustavo tidak yakin. “Yakinlah pangeran. Kami bertiga bisa merasakan aura putri dari dalam diri perempuan itu. Kami sangat yakin dia bisa membantumu,” peri Oktaria membantu meyakinkan pernyataan dari peri Devi. “Selama dua puluh tahun ini kami tidak pernah melihatnya. Pada akhirnya kami melihat aura itu. Semoga saja pangeran bisa dengan cepat menemukan permata biru itu. Agar pangeran bisa kembali ke langit dan bisa menjadi raja langit. Seperti yang pangeran inginkan,” sambung peri Tasya. “Ya, benar juga. Aku sudah mulai bosan dengan semua ini. Manusia memang penuh dengan keterbatasan. Manusia bisa kesakitan, ketakutan dan mati. Sangat tidak nyaman. Lebih enak menjadi dewa. Yang bisa dengan mudah mendapatkan apapun. Lalu apa yang harus aku lakukan? Apa Nada mau membantuku? Bagaimana caranya? Tidak mungkin kan jika aku mengaku sebagai dewa langit. Aku bisa kehilangan kekuatan ku beberapa hari jika aku jujur padanya,” Gustavo sedikit kebingungan. “Begini saja. Coba pangeran mendekatinya. Setelah dekat baru dipikirkan untuk meminta bantuan darinya. Sepertinya perempuan itu anak baik-baik. Tidak akan susah untuk meminta bantuannya,” saran peri Devi. “Bagaimana jika pangeran bilang. Minta bantuan menemukan benda pusaka turun penurun keluarga kerajaan. Benda pusaka itu hilang, pangeran bilang padanya untuk meminta menemukannya. Bilang saja benda pusaka itu sangat berharga,” mulai muncul lagi saran dari peri Oktaria. “Aku setuju dengan saran peri Devi dan peri Oktaria pangeran. Ini titik aman untuk anda, agar identitas pangeran tetap terjaga. Dengan mendekatinya akan lebih mudah bila meminta tolong padanya,” ucap peri Tasya. “Baiklah. Semoga kali ini tidak berlangsung lama lagi. Aku ingin cepat-cepat menjadi raja langit sebelum Scorpio datang mencariku dan membunuhku. Apollo memang selalu sirik dengan keahlianku. Tapi aku tidak takut pada Scorpion,” tantangnya penuh percaya diri. ******** Panti Asuhan Hana Hikari. Nada dan bunda Rahma tengah duduk di ruang tamu. Terlihat sekali wajah bunda Rahma sangat serius. Sudah sekitar sepuluh menit mereka duduk. Tapi bunda Rahma belum juga membuka pembicaraan mereka. Ada apa sebetulnya dengan bunda Rahma. Sementara Lisna mengintip dari balik pintu kamarnya. Ia memang selalu kepo dengan segala sesuatu yang terjadi di panti. Nada juga sempat bercerita tentang kejadian tadi di hutan. Lisna terlihat sangat heboh dan antusias. Malah ia menodoh-jodohkan Nada dengan pangeran Gustavo. Dasar Lisna ini. Gampang terpesona sekali dengan cerita heroik seperti itu. “Bunda tidak suka, kalau kamu dekat dengan pangeran,” ucap bunda Rahma. Akhirnya ia mulai membuka pembicaraan. “Maksud bunda?” “Kenapa kamu bisa bertemu dengannya? Dengan keadaan seperti itu pula. Nada, dia bukan pangeran yang baik buat kamu. Dia itu kejam, bunda tidak mau kamu sering bergaul dengannya,” air muka bunda terlihat sangat serius. Bunda Rahma benar-benar marah sepertinya. “Nada tadi cuma nolong dia bunda. Engga ada maksud apa-apa. Tadi kita emang engga sengaja ketemu di hutan. Kami berdua bertemu harimau. Pangeran Gustavo berusaha menolong Nada dari harimau itu. Dia malah terluka parah. Nada takut lukanya semakin parah, bunda. Nada sering lihat bunda ngeracik tanaman obat buat luka. Jadi Nada buatkan itu untuk pangeran. Apa ada yang salah bunda?” Nada menjelaskan alibi dan kronologi yang terjadi tadi di hutan. “Tidak ada yang salah dengan racikan yang kamu buat. Tapi sekali lagi bunda tidak suka, kalau kamu sampai dekat dengan pangeran. Ingat panti ini hampir di gusur olehnya. Dia sudah dengan teganya mengusir warga sekitar sini, hanya demi ingin membangun kastil baru. Padahal ia masih punya kastil di ujung jalan sana,” Entah kenapa Nada malah iba dengan pangeran itu. Mungkin ada alasan kenapa pangeran Gustavo ingin membangun kastil baru di sekitar pantinya. Mungkin warga lainnya juga semarah ini pada pangeran Gustavo. “Bunda ingatkan sekali lagi. Kamu tidak boleh sampai dekat sama dia,” tegas bunda. Nada hanya mengangguk pasrah. “Ya sudah. Kamu pasti sangat lelah hari ini. Kamu juga masih shock dengan jadian di hutan tadi. Lagian kenapa kamu bisa nyasar ke hutan?” “Aku lagi nyari-nyari tanaman obat bunda. Stok tanaman obat bunda sedikit berkurang. Tadi kayanya aku nyasar,” sahut Nada. “Ya sudah. Lain kali kalau mau cari tanaman obat. Nanti bunda temani. Kamu kan belum tahu letak dimana-dimananya. Pantas saja kamu nyasar. Ya sudah sekarang istrirahat,” wajah marah bunda mulai melonggar. Selama ini bunda tidak pernah seperti itu. Nada sempat tegang tadi melihat wajah bundanya seperti itu. Mungkin bunda marah demi kebaikan Nada kedepannya. Nada masuk kedalam kamarnya. Hari ini sangat melelahkan. Nada juga masih Shock. Bukannya mendapatkan tanaman obat yang ia mau. Eh malah ketemu pangeran Gustavo. Dan sialnya kenapa pula harus ada harimau. Nada ingin segera rebahan dan istirahat. Tapi, ia malah di sambut heboh oleh Lisna si kepo. “Nada, aku rasa kamu bener-bener harus memperjuangkan pangeran Gustavo. Ini garis yang di takdirkan Tuhan untuk kamu Nad. Dia pangeran berkuda putih itu. Aku setuju banget. Apalagi katanya dia lagi nyari ratu buat dia bisa naik tahta sebagai raja. Otomatis kamu yang akan jadi ratunya,” Lisna mengoceh seperti biasa. “Kamu engga liat tadi bunda marahnya kaya gimana ke aku? Padahal aku kan engga sengaja ketemu dia. Bisa-bisanya kamu kepikiran aku bisa jadi ratunya dia. Ampun deh,” bantah Nada. “Nad, aku yakin kok. Kamu bisa bikin pangeran Gustavo luluh. Bisa mengubah sikap angkuhnya menjadi baik hati. Kamu kan punya mantra ajaib itu,” Lisna sangat antusisas. Kening Nada berkerut aneh. Tidak mengerti dengan pembicaraan Lisna“Mantra ajaib? Yang mana?” “Itu loh yang… ehmm..” Lisna nampak berpikir mengingat-ingat mantra ajaib yang selalu di nyanyikan Nada. “Nyanyian Putri, pengabul mimpi.. bla bla bla..” Nada mengangguk-angggukan kepala. “Oh yang ini.. Nyanyian Putri, pengabul mimpi. Pembawa senyum, penghapus sedih. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Bernyanyi-nyanyi di atas langit.. Bersama bintang, keajaiban datang.. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Duka pun hilang.. Bahagia datang..” “Iya yang itu,” “Enak aja. Ini bukan mantra ajaib. Ngarang kamu ah. Mana ada zaman sekarang ada mantra-mantraan seperti itu. Lagian itu lagu kesukaan aku. Aku udah pernah bilang kan sama kamu. Kalo aku bukan penyihir,” “Ayo lah Nad. Di coba aja,” Lisna terus merajuk. Heran. Ada apa dengan Lisna? Kenapa sahabatnya begitu ngotot untuk mendekatkan dirinya dengan pangeran Gustavo. Sudah jelas-jelas bunda Rahma melarangnya. Sudah jelas bukan pangeran Gustavo itu tidak baik untuk dirinya. Tapi, tidak memungkiri juga. Nada sedikit tersentuh dengan aksi heroik pangeran Gustavo. Kalau benar-benar dia kejam. Mungkin saja Nada tadi sudah di tinggalkan sendirian di hutan. Nada sudah habis jadi santapan sang harimau. Namun pangeran Gustavo tidak melakukan hal itu. Ia malah menolong Nada, hampir saja nyawanya menjadi taruhannya. Nada juga masih mecemaskan luka pangeran Gustavo. Meski bunda Rahma sudah bilang tidak apa-apa. Tapi Nada tetap cemas. Sebetulnya Nada ingin menjadi teman pangeran. Nada merasa dia kesepian. Setidaknya ia masih mempunyai teman untuk berbagi masa sulitnya. “Hei malah melamun. Jadi kamu mau kan deketin dia? Siapa tau dia itu pangeran yang kamu cari,” Lisna membuyarkan lamunan Nada. “Akan aku coba deh Lisna. Tapi kamu janji yah jangan bilang-bilang bunda soal ini,” akhirnya Nada berubah pikiran. “Assssiiikkk. Oke aku janji! Bilang sama aku kalau butuh bantuan,” Lisna tersenyum puas. Ia merasa telah berhasil mempengaruhi sahabatnya itu. “Tapi inget. Aku cuma mau jadi temannya saja. Bukan jadi ratu atau macam-macam,” “Yaaaahhh. Kenapa? Kan enak kalau jadi ratu,” “Terlalu picik, kalau aku berpikiran seperti itu,” Lisna manyun. “Ya udah terserah. Tapi aku berharap sih. Kamu bisa sampe jadi ratu. Biar aku bisa jadi dayang kamu. Hehehe..” Lisna terkekeh geli. “Udah ah. Aku mau tidur dulu. Lagian besok kita harus bantu bunda cari tanaman obat,” “Oke. Tuan Ratu, hahaha,” Lisna masih saja menggoda Nada. Nada malah tersenyum. Kemudian ia berbaring di ranjang kesayangannya. Apa mungkin ia dia pangeran aku? Apa iya aku bisa jadi ratu seperti yang Lisna sebutkan? Kacau! Nada, jangan berharap terlalu tinggi. Kamu hanya seorang anak panti asuhan yang tidak jelas asal usulnya. Orang tuamu saja membuangmu. Mana mungkin seorang pangeran mau sama kamu, gumam Nada dalam hati. Nada menarik selimutnya hingga dadanya. Kemudian ia mulai bersenandung lagi, “Nyanyian Putri, pengabul mimpi. Pembawa senyum, penghapus sedih. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Bernyanyi-nyanyi di atas langit.. Bersama bintang, keajaiban datang.. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Duka pun hilang.. Bahagia datang..” hingga akhirnya Nada terlelap tidur dengan senyum yang merekah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD