2. Desa Moregestte

1979 Words
Desa Moregestte Dua puluh tahun kemudian. Nyanyian Putri, pengabul mimpi Pembawa senyum, penghapus sedih Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Bernyanyi-nyanyi di atas langit.. Bersama bintang, keajaiban datang.. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Duka pun hilang.. Bahagia datang.. Di bawah kaki gunung Moregestte terhempar bukit hijau yang sangat indah. Beberapa meter dari sana ada taman bunga yang sangat indah. Tersusun dengan rapih berjajar seperti prajurit tentara yang akan perang. Semua ada tujuh baris. Di mulai barisan pertama bunga mawar merah yang sangat cantik. Barisan kedua ada bunga berwarna putih, barisan ketiga ada bunga berwarna biru, keempat bunga berwarna ungu, ke lima bunga berwarna kuning, ke enam bunga berwarna merah muda dan ke tujuh bunga berwarna kuning keemasan. Semuanya sangat indah. Seperti menari nari menghiasi bumi ini. Sungguh indah citaan Tuhan ini. Tidak ada manusia satu pun yang bisa menandingi kekusaan Tuhan. Di sebelah utara terlihat danau yang tak kalah indahnya. Sangat bersih dan tenang. Airnya putih jernih dan menyejukan. Membuat semua orang nyaman berada di sini. Desa Moregestte memang sangat indah. Sayangnya banyak warga yang di usir paksa karena rumah-rumahnya di gusur oleh pangeran Moregestte. Katanya tanah itu akan di bangun sebuah kastil baru untuk pangeran. Apa tidak cukup satu kastil saja untuk satu orang pangeran? Kenapa harus sampai memaksa warga dengan menjualnya. Rasanya pangeran Moregestte ini sedikit keterlaluan. “Sudah belum?” tanya seorang gadis. Sepertinya ia sedang asik bermain dengan teman-temannya. Tepatnya sedang bermain petak umpet. “Oke aku buka matanya yah,” ucapnya. Saat ia membuka matanya. Terlihat sekali paras cantiknya. Kulitnya yang putih seperti salju, matanya yang hitam dalam, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang bangir dan rambut lurus panjang sepinggang menambah pesonanya. Cantik bak bidadari yang turun dari kahyangan. “Oke kak Nada mulai cari kalian yah,” terus Nada seraya membuka matanya, ia mulai mencari teman-temannya. Nada Cinta Mellody. Gadis periang yang hidup sederhana di desa Moregestte. Ia tinggal di panti asuhan bersama anak-anak asuh lainnya. Ia selalu bersemangat dan sangat ceria. Nada selalu bersenandung lagu yang sama. Seperti namanya ia sangat suka sekali bernyanyi. Tahukah kamu siapa dia? Ya, dia adalah putri dari raja Zholagraf Famoustte Zdellaghoztte yang di buang dua puluh tahun yang lalu. Kini ia sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang mempesona. Jika raja tahu mungkin ia akan menyesal karena menelantarkan gadis secantik ini. Kini ia tumbuh menjadi gadis dewasa yang periang dan sangat cantik. “Indah, Khizba, Nova ketemu!” teriak Nada. “Yah…” pekik mereka bebarengan. Nada tersenyum puas karena menemukan mereka bertiga. “Kakak pinter banget sih nemuin kita. Giliran kita yang jaga sulit banget nemuin kakak,” ucap Khizba gadis kecil berhijab itu pada Nada. Usia mereka masih sepuluh tahun, sama seperti Indah dan Nova. “Naaadddaaa!!!” saat Nada akan menjawab pertanyaan Khizba sesorang memanggilnya. Dan Nada pun menoleh ke arah suara. Suaranya sangat familiar sekali. Ya, suara itu adalah suara Lisna sahabtanya sejak kecil. “Ada apa? Kenapa teriak-teriak?” Sesampainya di depan Nada, Lisna berusaha mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena tadi ia berlari untuk menghampiri Nada. “Oke sebentar,” nampaknya ia masih belum bisa mengatur napasnya. “Panti asuhan mau di gusur. Sekarang orang yang punya tanah itu lagi berdebat sama ibu panti. Katanya kita di kasih waktu seminggu untuk berkemas. Duh gimana dong. Kamu punya solusi ga? Kalian main mulu sih!” Nada terkejut mendengarkan pernyataan Lisna. Panti asuhan memang sedang di landa masalah. Pasalnya memang salah, karena rumah panti asuhan itu tidak memiliki sertifikat hak milik. Wajar saja jika sang pemilik merebutnya kembali. Nada mencoba tersenyum, “Tenang, serahkan semuanya sama aku.” Nada memejamkan matanya. Setelah itu ia membuka matanya dan.. “Nyanyian Putri, pengabul mimpi. Pembawa senyum, penghapus sedih. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Bernyanyi-nyanyi di atas langit.. Bersama bintang, keajaiban datang.. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Duka pun hilang.. Bahagia datang..” entah apa yang ada di benak Nada, ia selalu menyanyikan lagu itu untuk menenangkan dirinya. Lirik lagu itu sejak kecil selalu ia nyanyikan. Tapi Nada tidak pernah tahu lagu itu dapat dari mana. Yang jelas lagu itu berhasil menyihir Nada menjadi gadis yang periang. “Nada ini engga bercanda. Kok malah nyanyi sih! Ayo ikut sama aku!” tanpa pikir panjang Lisna menarik tangan Nada untuk mengikut langkahnya. “Kalian bertiga bermain dulu yah. Nanti kakak kesini lagi!” teriak Nada pada Indah, Khizba dan Nova. ******** Panti Asuhan Hana Hikari. “Tolong berikan sedikit waktu lagi. Kami harus mencari tempat tinggal lain. Dan itu tidak mudah jika waktunya hanya seminggu,” bunda Rahma memohon kepada pemilik tanah panti asuhan. “Tidak ada negosiasi lagi. Dalam seminggu kalian harus pergi dari sini!” ucap pria bertubuh tegap itu. “Ayo lah pak. Masa engga kasian sama anak-anak panti di sini. Mereka udah engga punya ayah ibu loh. Lagian amal ke sekali kali,” seragah Nada saat masuk nyelonong ke dalam panti. “Siapa kamu?” tanya pria itu. “Nada sudah. Biar bunda saja yang mengurus ini semua,” Bunda Rahma menahan Nada. Tapi sepertinya Nada tidak mau mendengarkannya. “Aku Nada. Aku salah satu anak asuh di panti asuhan ini. Pak, kita tahu kita salah karena nempatin tempat ini. Tapi seengganya kasih kita kesempatan untuk tinggal di sini sambil kita cari tempat baru,” bujuk Nada. “Tidak bisa! Pageran kami akan menjadikan tempat ini sebagai kastil secepatnya. Semua penghuni rumah lainnya sudah meninggalkan tempatnya. Cuma kalian yang belum. Bukannya kami dulu menawarakan uang yang cukup menggirukan. Lalu kenapa kalian tolak?” pria itu sangat teguh pada pendiriannya. “Mana sih pangeran kalian! Menyebalkan sekali!” Nada mulai naik pitam. “Stt.. Nada udah,” Lisna berbisik pada Nada sambil menarik bajunya. Susana menjadi genting saat Nada membentak pria tegap itu. “Kamu cari aku?” tiba-tiba lelaki berwajah tampan muncul. Kemudian masuk kedalam panti. “Ada apa cari saya?” Seketika semua diam menatap wajahnya. Sangat tampan, bercahaya. Kulitnya putih, tubuhnya atletis, tinggi, matanya yang berwarna biru. Mempesona. Tapi tunggu… PLAK! Nada menampar lelaki itu. “Jadi kamu pangeran yang menyebalkan ini? Kamu mau membuat kami menderita begitu? Jahat tahu engga!!” semua tercengang melihat kelakuan Nada pada lelaki itu. “Berani sekali pada pangeran muda kami! Kamu tahu siapa dia? Dia adalah pemilik tanah ini. Gustavo Orion. Pemilik pertambangan emas dan permata di desa Moregestte,” terang pria tegap itu. Gustavo hanya tersenyum kecut saat mendapatkan tamparan dari Nada. Mungkin hal itu pantas ia dapatkan. Baru ada warga yang dengan beraninya menampar seorang pangeran yang sangat di hormati. “Orang yang engga punya hati kaya kamu kenapa aku harus takut. Toh kamu bukan dewa atau Tuhan yang harus aku takuti. Kamu sama-sama manusia. Ya, manusia angkuh yang senang melihat orang kecil semakin terjepit engga berdaya kaya gini!” kali ini Nada sangat marah. Sejak dulu ia tahan-tahan. Namun rasanya ini semua sudah di luar batas. “Nada sudah,”lagi-lagi bunda Rahma mencoba menenangkan Nada. Gustavo mendekati Nada. Semakin dekat dan tinggal beberapa senti saja wajah mereka berhadapan. Seketika jantung Nada berdegup kencang. Ada apa dengan Gustavo ini? Apa dia akan melakukan hal buruk pada Nada? “Butuh waktu? Baiklah. Aku akan berikan kalian waktu lagi satu bulan,” Setelah itu Gustavo merogoh sakunya kemudian, “Ini sebuah cek. Kalian isi saja berapa yang kalian inginkan untuk ganti rugi panti asuhan ini. Tapi ingan setelah satu bulan tidak ada toleransi lagi,” “Terimakasih terimakasih,” ujar bunda Rahma. Tapi Gustavo sama sekali tidak menghiraukan ucapan terimakasih bunda Rahma ia langsung melos pergi. “Tunggu!” pekik Nada sambil menghampiri Gustavo. “Aku yakin kok di balik rasa angkuh kamu. Kamu punya hati yang sangat lembut. Terimakasih atas kesempatannya. Tapi ingat bahwa harta tidak bisa membeli kebahagiaan. Baiknya kamu belajar buat perduli sama yang lain. Cinta dan kasih sayang engga bisa di beli sama emas sepenuh gunung sekalipun,” Nada tersenyum. Bukan maksudnya untuk mengancam dan so menasehati Gustavo. Tapi kata-katanya ada benarnya juga. Namun sepertinya Gustavo memang sangat dingin. Ia tak mengindahkan ucapan Nada. Gustavo langsung pergi bersama pria berbadan tegap dan bodyguard-bodyguardnya yang sejak tadi ada di panti asuhan. “Berani banget kamu sama dia? Tahu engga. Dia itu kejam, tapi baru kali ini dia baik hati kaya gitu. Biasanya dia langsung nyuruh ajudannya buat langsung ngusir kita-kita. Aku baru liat wajah Gustavo Orion. Ternyata ganteng baaaaannggget,” rempet Lisna. Tadi marah-marah sekarang malah terpesona sama Gustavo. Dasar Lisna ini kalau melihat lelaki kinclong sedikit pasti langsung terpesona. Seakan lupa akan kemarahannya tadi. “Ganteng dari Hongkong! Udah ah aku mau ke bukit lagi. Kasian kan Khizba, Indah sama Nova. Kamu mau ikut main juga engga?” sedikit lega karena Nada mampu meredakan sedikit ke angkuhan Gustavo. Semoga saja kata-katanya tadi bisa di renungkan oleh Gustavo. Setidaknya mereka masih punya waktu untuk tetap tinggal di panti asuhan. Sekarang tinggal mencari cara bagaimana mereka harus mempertahankan panti asuhan. Atau memang harus melepasnya dengan terpaksa. Sebetulnya Nada juga tidak begitu yakin, dalam satu bulan apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan panti. Membeli tanah panti itu? Uang dari mana? Kerja saja tidak. “Ikut! Bunda, kami pergi ke bukit dulu yah,” pamit Lisna. Nada dan Lisna bergegas menuju bukit di bawah kaki gunung Moregestte. Sepanjang jalan Nada berdeham bersenandung lagu yang biasa ia nyanyikan. Rasanya sangat teduh sekali bila ia menyanyikan lagu itu. “Kamu dapet dari mana sih lagu itu? Indah banget, apa si Gustavo itu luruh yah saat sebelum kamu ke panti, kamu nyanyiin lagu itu dulu?” tanya Lisna heran. Sentak membuat langkah Nada berhenti. “Engga tahu, tiba-tiba lagu itu terlintas aja di otak ku. Mungkin.. itu alesan kenapa kedua orang tua ku dulu kasih aku nama Nada. Nada yang penuh cinta dan suka pada Mellody yang indah. Hhehe.. Lagian aku lebih tenang aja kalo setelah menyanyikan lagu itu. Mengenai Gustavo, itu engga akan ngaruh kali. Emangnya aku penyihir apa bisa menyihir hatinya Gustavo?” terang Nada. Ya, entah dari mana Nada mendapatkan lagu ini. Padahal bunda Rahma tidak pernah mengajarkannya. “Oke oke.. ngomong-ngomong Gustavo ganteng banget yah! Katanya rumahnya kastil di ujung jalan sana. Ya ampun berarti dia adalah pangeran. Apa dia jodoh ku? Atau kamu, waaahhh mimpi kamu bisa jadi kenyataan Nada. Bukankah kamu penengen jodoh kamu itu pangeran berkuda putih?” mulai deh lebaynya Lisna. Nada mendelik sedikit kesal. Tanpa merespon pernyataan Lisna. Nada melanjutkan perjalanannya menuju bukit kaki gunung Moregestte. Nada tidak mau ambil pusing soal itu. Jika Gustavo memang seorang pangeran. Mungkin ia rasa bukan tipenya. Gustavo terlalu angkuh dan menyebalkan. Nada tidak mau nantinya kalau jadi ratu dan rajanya ternyata angkuh dan tidak memperdulikan rakyat kecil. Raja dan Ratu itu harus perduli dengan rakyatnya. Engga boleh main gusur-gusur tanah orang seenaknya. Meskipun panti itu bukan milik anak panti. Tapi seharusnya mereka lebih dermawan memberikan tanah itu. Bukankan kerajaan sangat kaya? Masa iya tanah segitu saja tidak mau memberikannya. “Yakin nih engga mau sama pangeran Gustavo Orion?” tanya Lisna lagi menyebalkan. “Udah de engga usah ngomongin dia lagi. Bukan pangeran seperti itu yang aku inginkan. Dia terlalu angkuh bagi aku. Engga masuk pangeran impian aku Lisna. Lagian masih banyak kali pangeran di dunia ini. Bukan dia saja,” terang Nada. “Kakak, Kak Nada sini,” Indah menghampiri Nada sambil menarik-narik baju Nada. “Ada apa Indah?” “Sini kakaknya. Ada kempompong yang mau jadi kupu-kupu. Ayo kita liat!” Indah menarik Nada ketempat di mana ada kepompong yang akan berubah menjadi kupu-kupu. Di sana sudah ada Khizba dan Nova yang menunggu dengan setia. Dengan sabar mereka mengamati sang kepompong yang mulai mengoyak pembungkusnya. Perlahan mulai ujung sayap kupu-kupu. Dalam hitungan menit barulah kupu-kupu cantik itu keluar dengan indah. Bukan sekali dua kali mereka menyaksikan keajaiban Tuhan seperti ini. Sudah sering mereka melihat proses kempompong menjadi kupu-kupu. Tapi tidak pernah bosan. Sungguh proses yang sangat panjang. Proses metamorfosis dari telur, ulat, kepompong dan menjadi kupu-kupu. Ulat yang hampir di benci semua manusia berubah menjadi kepompong. Dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah. Itu artinya dalam hidupun seperti itu. Hal pahit harus melalui beberapa proses untuk meraih sebuah kebahagian yang abadi. Nada yakin belajar dari alam lebih berharga dari segalanya. Pelajaran teori juga perlu untuk memperluas ilmu yang kita dapatkan. Tapi justru pelajaran dari alamlah yang akan terasa berbeda. Nada selalu mengajarkan pada adik-adik asuhnya. Agar tidak malas untuk belajar dari alam. Alam ini sangat luas. Banyak sekali yang harus di eksplor. Bukan saja tentang metamorfosis. Masih banyak lagi. Tentang tanaman, bunga, buah-buahan, dan hewan. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari semua itu. Makanya Nada sering sekali membawa adik asuh dan sahabatnya ke bawah kaki gunung desa Moregestte. Sayang sekali kalau desa seindah ini, hilang karena akan di buat kastil kerajaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD