MASIH LAGI MALAM PERTAMA

1044 Words
Hanum menjulurkan kepala, agar bisa melihat cara orang berciuman dengan seksama, bibirnya bergerak-gerak, lidahnya kadang terjulur, kepalanya ikut bergerak. Pram justru asik memperhatikan reaksi Hanum yang baginya terlihat sangat lucu. Tiba-tiba Hanum menarik kepalanya mundur, Pram menatap ke layar laptopnya. "Ciuman bikin haus ya?" Hanum menolehkan kepalanya ke arah Pram. "Kenapa?" Pram balik bertanya. "Itu, kenapa habis ciuman dia menyusu?" Hanum menunjuk ke layar yang menampilkan sang pria tengah melahap rakus d**a sang wanita. Plakk! Pram memukul jidatnya sendiri dengan telapak tangannya. "Ya Tuhan!" Punggung Pram terhempas ke atas ranjang. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Setelah itu baru ia bangun dari berbaringnya. "Itu cara si pria untuk membakar gairah si wanita," ujar Pram akhirnya. "Dibakar? Gosong dong!" Celutuk Hanum dengan polosnya. Pram menghempaskan napasnya. "Berbaringlah, kita praktek saja langsung!" Pram mematikan laptopnya, lalu meletakan di atas meja dekat kepala ranjang. Hanum berbaring sambil menggigit bibir, ditatap wajah Pram dengan perasaan cemas. Pram menyingkap selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya, juga menyingkap selimut yang menutupi tubuh Hanum. Pram membungkuk di atas tubuh Hanum, Hanum tidak berani menatap Pram. Ia memalingkan wajahnya, tapi justru pantulan di cermin membuat wajahnya merah merona. Wajah Pram mendekat, bibirnya ditempelkan di atas bibir Hanum. Ia berusaha untuk sabar, dan perlahan-lahan saja untuk menuntun Hanum. Bibir Hanum bergerak, ia memutar ingatannya akan apa yang ditontonnya tadi. Kedua tangan Hanum terangkat, diremasnya rambut Pram dengan perlahan, persis seperti apa yang dilakukan sang wanita di film tadi. Meski merasa sedikit tidak enak, tapi Hanum mencoba menerima keberadaan lidah Pram yang memasuki mulutnya. Pram menindih tubuh Hanum, satu lengannya di susupkan di bawah tengkuk Hanum, yang satu lagi mengusap lembut d**a Hanum. Pram bisa merasakan tubuh Hanum yang bergetar hebat. Hanum sendiri tidak menahami apa yang terjadi pada tubuhnya. Tubuhnya terasa memanas. Pram melepaskan ciumannya di bibir Hanum, Hanum tidak lagi mampu berbicara, ia terlalu sibuk menenangkan debaran jantungnya, dan berusaha memahami apa yang tengah terjadi pada tubuhnya. Kecupan bibir Pram di leher membuatnya membuka mata. Yang keluar dari mulutnya hanya suara-suara aneh yang kerap di dengarnya dari dalam kamar ibu tiri, dan kakak tirinya. Tapi tiba-tiba Hanum terkikik seakan tengah dikitik. Pram mengangkat wajahnya yang tengah berada tepat di atas d**a Hanum. "Ada apa?" Tanyanya dengan wajah kesal. "Maaf, tapi geli," jawab Hanum takut-takut. "Diamlah Hanum, agar malam ini tidak kita lewatkan dengan sia-sia!" "Maaf ...." Hanum menutup mulutnya. Ia berusaha menahan rasa geli karena Pram yang mencumbu ujung dadanya. Tubuh Hanum mulai bergerak gelisah, saat bibir Pram mengisap salah satu ujung buah dadanya dengan sedikit kuat. Sedang buah dadanya yang lain disentuh oleh jemari Pram. Sementara di bagian bawah perutnya, Pram tengah menyentuhkan miliknya di permukaan milik Hanum. Hanum memahami, kalau sesaat lagi Pram pasti akan segera mengoyak keperawanannya, tapi yang tidak ia pahami adalah desakan-desakan aneh yang terasa di tubuhnya. "Tuan, saya mau kencing," gumam Hanum terbata. Tubuh Hanum mulai berkeringat. Pram yang tahu kalau maksud kencing yang diucapkan Hanum bukanlah kencing sesungguhnya tidak menggubris ucapan Hanum. "Tuan ... saya ngompol ...." Hanum menggeleng-gelengkan kepalanya, saat ia tidak bisa lagi menahan sesuatu yang mendesak minta di keluarkan. Tanpa sadar, Hanum bergerak, membuka akses agar Pram bisa menyentuhnya semakin dalam. Pram bergerak, merespon apa yang Hanum lakukan. Sementara mulutnya masih berkutat dengan d**a Hanum yang sangat kecil menurutnya. Sehingga seakan mampu masuk semua ke dalam mulutnya. "Sakit, Tuan kenapa tidak permisi dulu mau masuk? Sakit, perih, pedih, huuuhuuuu ... Ibuuuuu, sakit bu ... hmmmppp ...." Pram membungkan mulut Hanum dengan ciumannya. Ia tidak ingin terpengaruh oleh teriakan, dan air mata Hanum. Pram menggeram di dalam tenggorokannya, ia merasa perih juga pada miliknya. Ini pengalaman pertamanya memerawani seorang wanita. Ia baru tahu, ternyata tak semudah, dan langsung nikmat seperti yang dibayangkannya. Pram mendiamkan saja miliknya di dalam sana, sementara bibir, dan lidahnya sibuk memagut bibir Hanum. Hanum hanya bisa terisak di dalam hatinya, tapi ia tahu semua sudah menjadi pilihannya. Menjadikan dirinya istri bayaran, yang dinikahi hanya untuk sebuah tujuan. Pram mendekap tubuh Hanum dengan kuat, tubuh kecil Hanum tenggelam di bawah tubuh besar Pram. Pram mulai bergerak perlahan. Pram merasakan kenikmatan sempurna, yang baru pertama kali ia rasakan. Sedangkan Hanum hanya bisa meneteskan air mata. Ia teringat akan pesan almarhumah ibunya, agar jangan sampai mengikuti jejak para wanita di dusunnya, yang bersedia menjalani kawin kontrak dalam hidup mereka. Tapi, kenyataannya kini, ia berada di sini, di atas ranjang seorang pria yang sudah menikahinya secara siri. Pria yang seumuran dengan ibunya jika ibunya masih ada. Hanum memejamkan mata dengan rapat. Sebentuk kata maaf ia ucapkan di dalam hati, karena tidak bisa memenuhi keinginan ibunya. Suara lirih terlontar dari mulut Hanum, saat Pram melepaskan ciuman panjang mereka. Hanum merasa bibirnya terasa sangat tebal jadinya. Hanum mencengkeram rambut Pram yang tengah mencumbui dadanya. 'Teh Dedeh benar, diperawani sakitnya luar biasa. Tapi seperti di bim salabim, sakitnya jadi berubah, aku tidak tahu apa namanya. Ada perihnya, ada ngilunya, ada enaknya, macam karedok yang banyak macam-macam sayurannya' Hanum memekik tertahan, karena gerakan Pram yang semakin cepat, dan tidak beraturan. Kedua telapak tangan Pram menekan kasur di kiri kanan tubuh Hanum. Tatapan mata Pram tertuju pada wajah Hanum, Hanum memberanikan dirinya untuk membalas tatapan Pram. Hanum mendengar suara Pram mengerang tertahan, iapun ikut mengerang, karena desakan tak tertahankan di dalam tubuhnya yang menegang. Kepala Pram terdongak ke belakang, kepala Hanum menekan bantal dengan kuat, jari kaki Hanum menekuk menahan rasa yang menghantam tubuhnya. Dan Hanum merasakan sesuatu yang terasa hangat menyembur, membasahi rahimnya, bersamaan dengan sesuatu yang terasa meledak dari dirinya. Hanum tahu, proses reproduksi akan segera dimulai. Ia memejamkan matanya, berharap benih Pram akan segera tumbuh di dalam rahimnya, agar kontrak mereka segera berakhir. Agar ia bisa menggapai impiannya, untuk meneruskan pendidikannya meski hanya dengan jalur paket saja. Dan, tidak terpikirkan oleh Hanum, jika semuanya tidak akan semudah seperti apa yang ada di dalam bayangannya. **********
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD