Bab 25 Kamu Tidak Masuk Akal 1

1258 Words
Semenjak Casilda 'diculik' oleh Arkan—begitu istilahnya sepanjang perjalanan yang ditujukan untuk pria berjaket biru tua di sebelahnya, Arkan mengajaknya ke sebuah hotel bintang lima paling terkenal di ibukota. Tapi, yang membuat Casilda bergejolak di dalam hatinya adalah karena pria itu hanya makan seorang diri, sementara dirinya duduk depat di depannya tanpa melakukan apa pun, persis orang bodoh. Bukankah itu sangat menyebalkan? Casilda tidak berharap untuk ditraktir atau apa pun. Tapi, bisakah dirinya tidak berada di restauran itu? Perempuan berkepang satu ini merasa tidak nyaman, meski Arkan sudah menutupi wajahnya dengan jaket miliknya dan duduk di pojokan, para pelayan di tempat itu sibuk berkumpul dan bergosip dengan tatapan mengarah ke meja mereka. Gara-gara itu, Casilda sibuk menutupi wajahnya dengan satu tangan seolah-olah tengah bertopang dagu, tak ingin ada yang berpikir aneh-aneh tentangnya duduk di meja yang sama. Pria di depannya makan dengan lahap, lalu seketika berhenti melihat Casilda yang tengah sibuk berusaha menyembunyikan wajahnya secara diam-diam. Sudut bibir Arkan terangkat licik dengan kedua tangan sibuk berdansa di atas piring berisi pasta kerang bersaus merah. "Kenapa menutupi wajahmu?" Casilda terlonjak kaget, melirikkan matanya mengintip pria di depannya melalui sela-sela jarinya. "A-apa maksudmu? Aku sedang bertopang dagu, tahu!" "Heh! Kamu pikir, antara kita berdua akan timbul gosip hanya gara-gara makan berdua begini? Sadar diri sedikit, kamu itu paling-paling hanya dianggap sebagai asisten yang menemaniku makan." Arkan menyuapi dirinya sendiri, gayanya begitu elegan dan tenang, menikmati pastanya dengan mata terpejam anggun. Kedua pipi perempuan itu merona kecil, hatinya tertampar mendengar hinaan itu, lalu buru-buru memperbaiki duduknya dengan benar. "Siapa yang berpikir begitu? Aku hanya malu duduk denganmu berdua di sini. Aku tidak suka satu meja dengan pria sepertimu, angkuh dan arogan," balas Casilda berbisik tertahan, ekspresinya sedikit terlihat ragu-ragu dan gelisah. Arah pandangnya kemudian menjadi tak fokus, dia menatap ke segala arah kecuali pada sosok pria angkuh di depannya. "Lagi pula, makan berdua apaan? Kamu ini cara berpikirmu aneh," lanjut Casilda pelan. Arkan meletakkan kembali sendoknya yang sudah berada di udara. "Kenapa? Kamu tidak kapok hampir mati tersedak gara-gara sebiji bakso?" sindirnya dengan dagu dinaikkan, mata dinginnya begitu angkuh, menatap remeh pada lawan bicaranya. Kening Casilda ditautkan kesal, bingung dengan ucapannya. "Apa maksud perkataanmu itu? Jadi, kamu pikir karena aku hampir tersedak makan sebiji bakso, maka aku akan berhenti makan selamanya?" Kedua tangannya mengepal kuat di atas meja. Mata Arkan melihat salah satu kepalan tinju Casilda, bulu matanya merendah lembut. "..." "Kalau tidak ada urusan di sini, sebaiknya aku pergi saja. Aku akan menunggumu di lobby," ucap Casilda cuek, berdiri dari kursinya dan tiba-tiba saja menabrak seseorang. "Maaf," ucap seorang pria dengan suara lembut dan sopannya. "Sa-saya yang minta maaf," balas Casilda kikuk. Begitu dia melihat pria yang ditabraknya, mau tak mau perempuan berkepang satu ini, terpana melihat ketampanan pria berambut pirang cokelat yang menahan kedua bahunya. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan senyuman memikat di wajah tampannya. "I-iya. Tidak apa-apa." Kedua mata sinis Arkan sang top star menatap nyalang dan bercahaya tajam ke arah pria yang baru hadir itu, rahang terkatup rapat. Penampilan pria yang baru datang ini terlihat sangat rapi dengan kemeja krem bervest abu-abu gelap dan celana panjang hitam. Sangat stylish dipadu dengan dasi hitam bergaris. Di kedua sisinya, lengan panjangnya digulung sebatas siku dengan gaya yang begitu menarik. "..." Suasana hati pria berjaket biru tua ini seketika tidak nyaman, kacau tidak jelas di dalam hatinya. Garpu yang berada di udara segera dijatuhkan dengan keras. Suara ‘tring’ di piring itu membuat kedua manusia yang sibuk berbicara itu berbalik ke arahnya. "Ah! Maaf, saya baru saja ingin mencari Anda dan datang untuk menyapa. Rupanya Anda di meja ini. Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya pria itu sopan kepada Arkan di meja, penuh senyum yang membuat Casilda sedikit canggung menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal. Sangat jelas terlihat bahwa Casilda salah tingkah! Mata sinis Arkan menangkap hal itu. Tiba-tiba, tubuh Casilda membeku. Hawa dingin menusuk tubuhnya. Hah? Rasanya dia tadi mendengar sesuatu dari mulut lelaki bar-bar itu. Apa katanya? Genit? Nadi di pelipis Casilda berdenyut kesal, menatap sebal pria di meja makan itu. Apa tadi dia salah dengar, ya? "Makanannya kurang enak hari ini. Aku pikir aku akan senang hari ini, rupanya malah membuatku kesal." Arkan membalas pertanyaan pria bervest abu-abu gelap tersebut. Melihat Casilda kebingungan, pria yang berada di dekatnya memperkenalkan diri. "Arkan Quinn adalah pengunjung utama dan tetap kami. Nama saya adalah Arya Alexander Wu, salah satu pemilik hotel ini. Beliau ini adalah aktor yang sering menginap di hotel kami jika ada acara penting, dan sudah menjadi pengunjung setia di restauran Italia di sini." Casilda mengerjapkan matanya cepat, sedikit mulai mengerti, tapi lebih banyak tidak mengertinya. "Dia tidak akan mengerti, meski Anda menjelaskannya. Otaknya tidak secerdas itu," sindir Arkan dengan lirikan dingin. "KAMU!" Ingin rasanya Casilda langsung menyiramnya dengan segelas air seperti di cerita-cerita dramatis, tapi dia menahan diri sekuat tenaga. Tahu betul perbedaan posisi mereka berdua. Belum lagi dia berhutang nyawa padanya gara-gaa sebiji bakso sialan. Tidak mencari gara-gara di saat dia tengah sibuk mencari uang bagaikan orang gila adalah tindakan paling bijak yang bisa dipilihnya saat ini. Segala amarahnya pun kembali surut setenang lautan tanpa ombak yang menggulung. Casilda pun kembali berbicara dengan pria bernama Arya Alexander Wu di depannya. "Maaf. Sekali lagi saya minta maaf." "Tidak apa-apa. Bukan salah nona cantik ini," matanya tersenyum. Suara ‘CTIK!’, bagaikan sebuah pemantik api tengah berbunyi keras di dalam diri Arkan, langsung meledakkan api di dalam hatinya! Membakar sang aktor bagaikan sebuah tungku api yang menyala-nyala setelah mendengar perkataan sang pemilik hotel. "Apakah Anda datang ke mari hanya untuk merayu wanita secara acak?" Perkataan itu membuat Casilda kembali terpicu. Tapi, kali ini hanya mengepalkan tangan kanan menahan semuanya sambil menatap pria berjaket di sana. Tersenyum kecil padanya dengan kening berkedut kesal, berkata pelan, "sepertinya Anda berdua ingin membicarakan sesuatu. Kebetulan saya ingin ke toilet. Jadi saya permisi dulu." "Jangan terlalu lama di toilet, sebentar lagi kita harus cepat-cepat pergi. Taksinya sudah menunggu lama sejak tadi," peringat Arkan cuek dan tajam, kembali menikmati pastanya. Peringatannya membuat punggung sang wanita menjadi kaku selama sedetik, lalu kembali berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Pria bervest abu-abu gelap tertawa kecil. "Sepertinya dia bukan asistenmu. Jangan bilang dia itu pacarmu, ya?" sindirnya seraya duduk di depan Arkan, melipat tangan di dadanya dengan ekspresi lucu di wajahnya. Gaya bicaranya tiba-tiba berubah. "Kamu gila? Seleraku seperti itu? Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Bukankah kamu tadi sedang merayunya?" Arkan berusaha menekan ekspresi tidak sukanya, berpura-pura serius menikmati pastanya. "Itu hanya sopan santunku. Lagi pula, dia memang cantik, sih. Masa kamu tak bisa melihatnya meski tubuhnya seperti itu? Mataku dan matamu tidak beda jauh, kan, dalam hal menilai wanita?" Arkan terdiam. "Aku tidak sama denganmu, kamu paham?" desisnya dingin detik berikutnya, matanya terlihat tidak bersahabat. "Ok! Ok! Aku mengalah," ucap Arya santai. "Katanya pastanya tidak enak. Kenapa kamu makannya lahap sekali?" Arkan tersedak, cepat-cepat meraih segelas air dan meminumnya sampai habis. "Kalau kamu hanya datang ke mari untuk menggangguku, sebaiknya pergi saja!" semburnya dengan nada marah yang tertahan. Pria bernama Arya itu tersenyum menyebalkan. "Sesama teman klub, apa perlu kamu bersikap begini meski sudah mau menikah?" Teman klub maksudnya adalah teman yang sering bersama menghabiskan waktu di klub malam. Pria yang mengaku sebagai salah satu pemilik hotel yang mendatanginya sekarang adalah seorang playboy yang sangat terkenal di kalangan anak-anak konglomerat. Namun, berita yang didengarnya, dia sudah tobat entah sejak kapan. Mereka berdua tidak begitu akrab sampai bisa menyandang gelar sahabat atau pun teman. Lebih tepatnya hanya sebagai kenalan saja, tapi hubungan mereka lumayan baik hingga bisa bersikap non-formal satu sama lain, khususnya dalam hal terkait pekerjaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD