Bab 106 Patah Hati

1459 Words
*** WARNING: RATE 21 PLUS *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA! SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR. YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU! MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA! ---------------------------------------------- Kekesalan Arkan yang baru saja memulai menikmati Casilda, benar-benar membuat aktor tampan kita ini sangat marah! Dengan cepat, dan dalam keadaan masih gelap mata, Arkan menjilati nakal bibirnya yang belepotan jus alami Casilda. Mata pria ini benar-benar sangat lapar! Sang aktor playboy menggeram sesaat, menatap marah wanita berwajah riasan badut babi di bawahnya, lalu memajukan cepat kepalanya untuk segera meraup kemanisan bibir Casilda dengan sangat kasar dan brutal. Satu tangannya juga sudah bermain jahat di bawah sana. Selepas memuaskan sedikit rasa gantungnya meski mendapat perlawanan sekali lagi, Arkan segera bangkit dari lantai sembari menjilati rakus jari-jarinya yang sudah berlumuran jus alami Casilda, terlihat sangat seksi dan nakal. Sambil terus melakukan itu sambil berjalan penuh kemarahan menuju pintu yang sejak tadi terus digedor dari luar. Memang sebelum Elric meninggalkan ruangan, pintu dikunci dari luar demi keamanan sang aktor. Jika sampai ketahuan ada skandal pria itu memerkosa wanita yang jauh dibawah standar, maka bukan karir Arkan yang menjadi masalah utama, melainkan nasib Casilda dan klub malam yang dijalankannya. “BERHENTI MENENDANG PINTU!” raung Arkan murka, hendak membuka pintu, tapi menyadari pintu itu terkunci. Barulah dia perlahan menyadari apa yang terjadi. “Elric! Apa-apaan dia?!” geram Arkan kesal, sangat bingung dengan suara hantaman dari luar. Dia pun menendang pintu itu sendiri hingga suara gaduh di seberang sana berhenti. Sorot mata Arkan benar-benar bingung, menggertakkan gigi murka. Kalau Elric sengaja menguncinya, kenapa harus repot-repot membuat kegaduhan dari luar? Sesaat kemudian, Arkan segera berbalik dengan wajah gelapnya ke arah Casilda di lantai, memeluk dirinya duduk bersandar di dinding. Sangat menyedihkan dan terisak kecil dengan kepala tertunduk, sudah mirip kucing kecil yang baru saja jatuh ke dalam got. “Siapa mereka?!” tanya Arkan panas, dadanya naik turun menahan kesabaran. “Si-siapa apa?” balas Casilda lemah, terisak bingung dibuatnya. “Jangan pura-pura!” koar Arkan kesal, kepalan tangan memukul pintu. Casilda berjengit takut, memejamkan matanya tidak mau melihat pria itu yang ternyata kalau marah sangatlah mengerikan! “Aku tidak tahu! Tidak tahu!” gugup Casilda, menutupi kedua telinganya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya takut. “RATU. CASILDA. WIJAYA!!!” Arkan meraung kembali, mata melotot marah, dan sekali lagi memukul pintu dengan kepalannya. “Aku benar-benar tidak tahu!” pekik Casilda gugup, memunggungi Arkan dalam mode sangat ketakutan. Casilda pikir, dia sanggup jika kemurniannya direnggut oleh Arkan sebagai balas dendam tertingginya, tapi cara pria itu melakukannya tadi, entah kenapa ada yang membuat hatinya seperti patah dan dihinggapi rasa ‘nyut’ menggoresnya dari dalam. Kenapa perbuatan Arkan tadi lebih menyakitinya ketimbang semua hal memalukan yang telah diperbuat kepadanya? Air mata Casilda meluruh, kembali memejamkan mata sakit hati saat mengingat bibir dan lidah Arkan menyentuhnya seperti seorang murahan, dan menciumnya sangat tidak berperasaan. Kenapa perasaan tidak nyaman ini hadir menyiksa batinnya? Melihat Casilda yang duduk meringkuk ketakutan membelakanginya, membuat Arkan yang sangat marah memejamkan mata sembari mencengkeram frustasi rambut belakang kepalanya sendiri. “Casilda... kamu sungguh membuatku sangat marah sekarang...” geram sang aktor, berjalan ke arah sang wanita meski suara gaduh di pintu kembali terdengar. “Jangan berpura-pura sok lemah! Aku tidak akan mengasihanimu sedikit pun!” bentaknya kesal, menatap Casilda dengan tatapan ingin memotongnya jadi jutaan potong, tapi Casilda tidak terpengaruh oleh ancamannya. Wanita dengan pakaian kacau dan robek di berbagai tempat itu, hanya bisa memeluk dirinya sembari terisak menyedihkan dan memilukan, menolak melihat sang aktor. “Hadap depan!” titahnya kesal, tapi diabaikan oleh Casilda. “Aku bilang hadap depan, babi jelek! Atau kamu akan mendapat hukuman dariku! Ingin aku menghancurkan seluruh keluarga kotormu itu, hah?!” lanjutnya. Tidak sabar, Arkan lalu menarik tubuh Casilda agar berhadapan dengannya, dan pria ini sedikit syok melihat reaksi Casilda yang mengira dirinya akan memukulnya. Ada rasa ‘nyut’ menggores hati sang aktor melihat Casilda yang takut kepadanya seperi itu, tapi segera menggelapkan wajah dengan tatapan merendahkan penuh badai. Belum sempat Arkan membuka suara, Casilda lalu bergerak ke kakinya, memohon-mohon dengan sangat menyedihkan “Maaf! Maafkan aku! Aku tidak akan melawan lagi! Aku tidak akan melawan lagi! Lakukan saja semaumu! Ka-ka-kamu boleh mengotoriku! Boleh menghinaku! Boleh melakukan apa pun kepadaku! Tapi, setelah itu harus anggap dendammu sudah terbalaskan semuanya. Jangan mengusik keluargaku! Mereka tidak bersalah! Tidak bersalah! Aku mohon, Tuan Arkan! Jangan menyeret mereka! Aku bersedia menjadi apa saja yang kamu perintahkan! Apa saja akan aku lakukan untuk membuatmu benar-benar puas agar dendammu kepadaku terbalaskan dengan sempurna!“ Arkan menatap jijik dan marah kepada wanita yang sibuk memeluk salah satu kakinya di lantai, tampak Casilda mulai menciumi kakinya seperti rendahan yang tidak tahu malu. Namun, meski dia begitu menyedihkan, Arkan bisa merasakan kalau wanita itu gemetar sangat ketakutan. Mengabaikan kehebohan di pintu yang sepertinya sedikit lagi akan terbuka, Arkan tersenyum jahat melihat Casilda. “Kalau begitu... kamu tidak keberatan menjadi budakku untuk memuaskan nafsuku selama setahun penuh, kan?” Suara dingin dan menusuk itu membuat Casilda membeku, mata membola syok. Budaknya? Budaknya di atas ranjang? Dengan wajah sembab yang sangat kacau, Casilda menengadah ke atas melihat wajah tampan yang penuh kemarahan tertahan itu. “Bu... bu... dak...?” “Benar.” Senyum menyeringai Arkan sangat jahat dan licik, kembali melanjutkan dengan kepala dimiringkan angkuh, mata berkilat mengerikan, “aku ingin kamu menjadi alat yang bisa aku masuki setiap kali aku mau. Tidak sebagai manusia, murni hanya sebagai benda yang bisa dipakai sepuas hatiku.” Wajah Arkan lalu mendatar gelap, sangat suram dan kelam. “Kamu seharusnya sudah bersyukur aku jadikan sebagai alat pelampiasanku, bukan? Dengan dirimu yang sekarang ini, hanya pria gila dan tidak masuk akal yang mau menyentuhmu. Apalagi jatuh cinta kepadamu.” Suara menyindir dingin penuh hina sang aktor menebas hati Casilda, membuat sekujur tubuhnya mendingin bagaikan es beku. Alat pelampiasan baginya? Dalam hati, Casilda tersenyum miris. Oh... rupanya, selama ini ciuman mereka memang hanya dianggap sebagai nafsu semata. Kenapa ini terasa pedih? Kenapa dia tiba-tiba merasa kecewa dengan kenyataan yang seharusnya dipahaminya sejak dulu? Arkan Quinn Ezra Yamazaki membencinya hingga ke tulang-tulangnya. Tentu saja tidak ada kelembutan dan rasa kasihan seperti seorang pria kepada wanita pada umumnya. “Kenapa? Tidak setuju?” sindir Arkan yang melihat diamnya Casilda, berpikir itu sebagai tanda mungkin sedang menimbang-nimbang tawarannya. “Tidak,” balas Casilda lemah, mendongak menatapnya dengan mata hampa. Arkan tampak meringis gelap, hendak memuntahkan kata-kata makian lagi penuh hina, kedua tangannya mengepal kuat. “Tidak? Tidak mau? Jadi, kamu baru mau ingin melakukannya jika kamu dibayar? Begitu? Apa maksudmu, kamu tidak mau menjadi budakku di atas ranjang jika tidak membayarmu?” Casilda diam menatapnya. Ekspresi sedih dan kecewa wanita itu terlihat jelas di mata Arkan, membuatnya merasa tidak nyaman. Kedua manusia ini saling tatap cukup lama, tidak peduli di depan pintu mulai semakin ramai oleh gedoran yang semakin meningkat. “Aku... aku...” mulai Casilda dengan suara serak terisaknya. Sembari memeluk sebelah kaki Arkan sembari menundukkan kepalanya tak berdaya, melanjutkan sisa kalimatnya dengan sangat lirih dan pasrah, ”aku... bersedia...” Arkan merasa salah dengar, maka dengan sebelah kening naik, dia pun mengonfirmasinya, “kurang keras! Ulangi dengan benar! Aku tidak bisa mendengarmu!” Casilda mendongakkan kepalanya dengan wajah penuh tekad, berkata dengan sangat mantap sembari menahan air matanya tumpah, “aku bilang, aku bersedia menjadi budakmu di atas ranjang selama setahun penuh! Tapi, setelah itu, tidak boleh ada apa pun lagi di antara kita berdua! Kamu tidak boleh mengusikku dan keluargaku! Dendammu di masa lalu akan kamu anggap lunas 100 persen jika satu tahun itu sudah lewat. Kamu tidak boleh mengakaliku lagi seperti ini agar terjerat kembali kepadamu berkali-kali!” Casilda mengatakan itu dengan sangat terluka, matanya memerah berkaca-kaca, lalu dengan cepat tanpa disadari oleh sang aktor, Casilda berdiri sembari berpegangan di tubuhnya. Berikutnya, kejadian itu berlangsung sangat cepat, tidak disangka oleh Arkan sendiri hingga membuat pria ini membeku syok dengan mata membesar. Kedua tangan Casilda meraih leher Arkan agar wajah pria itu merendah menutupi wajahnya, bibir dan lidah wanita itu melakukan tarian nakal yang mulai terasa memabukkan akal sehat sang aktor. Gerakan yang sangat berbahaya tersebut, langsung melumerkan hati Arkan hingga semua kemarahan dan pertahanannya sejak tadi seketika hancur luluh lantak. Keduanya secara alami memejamkan mata menikmati tarian bibir mereka satu sama lain. Adegan manis dan berbahaya itu seketika berhenti ketika sebuah suara debam super keras memenuhi ruangan. Sang aktor tampan kita yang baru saja meraih pinggang Casilda, hendak merapatkannya ke tubuhnya, segera menoleh ke arah pintu yang sudah jatuh terbuka di sana, memperlihatkan beberapa pria berjas hitam yang dengan wajah galak mereka bergegas masuk ke ruangan. Kerumunan tidak biasa itu, bukan hanya membuat Arkan syok, tapi Casilda yang dalam pelukan sang aktor, seketika dihantam oleh kengerian baru. “LEPASKAN NYONYA KAMI!” teriak salah satu dari mereka kepada Arkan dengan raungan mengerikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD