Bab 3

1658 Words
Author Pov Madam Levante tertawa girang setelah melihat warga kota menghakimi Stella. Rencana pertamanya berhasil, Stella semakin tersudut dan hanya tinggal menunggu waktu saja warga kota mengusir Stella dari kota ini. “Rencana selanjutnya Madam akan mengacaukan kota ini dengan wabah, Madam yakin warga kota akan langsung menuduh keluarga Mc Carty sebagai dalangnya.” Madam Levante melempar ramuan ke dalam tungku yang sedang menggelegak. Asap mulai keluar dari dalam tungku dan bau bangkai memenuhi ruang pemujaan Madam Levante. “Aracadabra Hannajahataa.” Madam Levante mengayunkan tongkatnya dan asap bau itu mulai terbang terbawa angin lalu terbang keluar melalui jendela. Perlahan demi perlahan asap tadi mulai masuk ke rumah-rumah warga kota. Satu persatu warga kota yang sedang tertidur lelap mulai menghirup asap yang dikirim Madam Levante. Madam Levante tertawa puas dan tidak sabar menunggu kota Long Island gempar dengan wabah penyakit yang dikirimnya. Roman berdecak kagum melihat kekejaman Madam Levante yang sulit diterima akal sehatnya. Keesokan harinya. Tidak butuh waktu lama, efek sihir Madam Levante membuat sebagian warga kota terserang penyakit aneh. Anak-anak kecil mulai sesak napas dan sebagian manula tidak bisa menggerakkan tubuh mereka. Air sumur tercemar dan tidak bisa diminum. Musim kemarau semakin menambah penderitaan warga kota. Sir Ferguson memerintahkan anak buahnya menyediakan air bersih dan bantuan tenaga medis untuk menanggulangi wabah penyakit yang tidak diketahui berasal dari mana. Warga kota mulai kasak-kusuk dan kondisi kota Long Island semakin mencekam. Tidak ada yang berani keluar rumah dan pintu-pintu terkunci rapat. “Sir, kami yakin wabah ini ada hubungannya dengan keluarga Mc Carty.” Sir Ferguson tidak menjawab tuduhan beberapa warga kota yang menyalahkan Stella. “Seharusnya Anda mengusir keluarga Mc Carty dari kota ini. Kami tidak sanggup melihat anak- anak terkena wabah aneh itu,” sela warga kota lainnya. Suasana mulai ricuh dan banyak warga kota mendesak Sir Ferguson mengusir Stella dari kota mereka. “Saya akan coba bahas masalah ini dengan Nyonya Natasha terlebih duhulu,” jawab Sir Ferguson dengan diplomatis dan sekaligus menenangkan warga kota yang mulai memanas. Untungnya warga kota tidak bertindak anarkis dan memberi kepercayaan kepada Sir Ferguson untuk menyelesaikan serangan wabah penyakit. Semua kegiatan warga kota tidak luput dari pantauan Madam Levante melalui tungku miliknya. Wabah penyakit mulai membuat resah warga kota dan kini saatnya dia memprovokasi warga kota untuk mengusir Stella. “Madam ini bangkainya.” Roman meletakkan bangkai babi yang diminta Madam Levante untuk ramuan sihirnya. Madam Levante memberi tanda agar Roman mendekatinya, Roman lalu berdiri di dekat singgasana Madam Levante. “Bersujud!” Perintah Madam Levante. Roman langsung membungkukkan badannya dan membiarkan Madam Levante menginjak punggungnya agar Madam Levante bisa membuang bangkai babi itu ke dalam tungkunya. Bau busuk dan suara menggelegak membuat Madam Levante tertawa sangat mengerikan. “Kerja yang bagus Roman, sebentar lagi rencana kita akan berhasil. Akhirnya masyarakat kota membenci Stella Mc Carty dan gadis kecil itu akan dibuang dari kota ini. Setelah itu kita akan menangkapnya, mengurungnya, dan menjadikan dia kelinci percobaan untuk mantra-mantra yang dia kuasai,” ujar Madam Levante dengan tawa liciknya. Roman mengangguk dan membiarkan Madam Levante dengan khayalannya. **** “Mommy tidak menyangka semuanya akan jadi sekacau ini.” Nyonya Natasha menggigit kukunya dan berjalan mondar- mandir di depan pintu. Stella tidak berhenti menangis sejak kepulangannya dari taman kota dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Awalnya Nyonya Natasha tidak percaya dan merasa Stella sedang bermimpi. Semua berubah saat Stella menunjukkan ilmu sihir yang dia kuasai di depan matanya langsung dan barulah Nyonya Natasha percaya kalau nenek Arabella menurunkan ilmunya ke diri Stella. “Aku takut Mom, aku tidak pernah minta diwariskan ilmu sihir dari nenek Arabella tapi warga kota menuduhku sekejam itu. Bahkan Rachel melihatku dengan tatapan benci, aku tidak mau dikucilkan Mom.” rengek Stella dengan wajah bersimbah air mata. “Mommy akan menjelaskan ke warga kota kalau kau bukan penyihir jahat.” Nyonya Natasha mengambil jaketnya dan berniat menemui Sir Ferguson untuk menjelaskan semuanya. “Ingat pesan Mommy, jangan pernah keluar rumah dengan alasan apapun.” Stella mengangguk tanda mengerti dan bergelung di sofa dengan rasa takut menyelimuti hatinya. Takut warga kota kembali menyerangnya dengan kejam saat ibunya sedang pergi. “Cepat kembali Mom,” ujar Stella pelan. Nyonya Natasha mengangguk dan meninggalkan Stella sendirian di rumah. Suasana kota sangat sepi dan gelap, Nyonya Natasha merapatkan jaketnya dan bergegas menuju balai kota. Bulu kuduknya berdiri saat melangkahkan kakinya di balai kota yang penuh dengan warga kota yang terkena wabah penyakit. “Pasti ini ulah penyihir kecil itu. Sejak kejadian di taman kota, semua warga mulai terserang wabah penyakit aneh.” Nyonya Natasha terkejut dan semakin menutupi wajahnya agar tidak terlihat warga lainnya. “Apa yang kau katakan ada benarnya, seharusnya Sir Ferguson mengusir penyihir kecil itu dan keluarganya dari kota ini. Lihat banyak anak-anak tidak berdosa terpaksa menanggung derita akibat ulahnya,” ujar warga kota lainnya. “Sir Ferguson mana mungkin mengusir keluarga Mc Carty, sudah jadi rahasia umum kalau beliau dan Nyonya Natasha punya affair beberapa tahun yang lalu,” sela Madam Levante yang menyamar jadi warga biasa untuk memanas-manasi warga kota yang mulai gelap mata. “Ya Tuhan! Tuduhan apa itu!” geram Nyonya Natasha. Ingin rasanya dia membungkam mulut warga kota dengan tamparan tapi Nyonya Natasha sadar marah tidak akan menyelesaikan masalah dan keselamatan Stella dipertaruhkan. “Nyonya yakin dengan tuduhan itu?” tanya warga dengan antusias. Madam Levante mengangguk dan semakin membuat panas dengan cerita-cerita bualannya. Warga kota mulai terhasut dan percaya jika kekacauan di kota Long Island akibat tulah sihir yang dimiliki Stella. Nyonya Natasha meninggalkan balai kota untuk memberi peringatan Stella agar jangan pernah keluar dari rumah. Nyonya Natasha tidak peduli dengan karier dan usahanya di kota Long Island dan lebih mementingkan keselamatan Stella. “Kita harus usir penyihir jahat itu dari kota agar kedamaian kembali dan kita bisa hidup dengan tenang,” ujar Madam Levante semakin memprovokasi warga kota yang mulai memanas. “Nyonya itu benar, keselamatan anak-anak lebih penting dari apapun.” Warga kota mulai mengambil alat yang akan dijadikan senjata seandainya Stella menyerang mereka dengan sihir seperti kejadian di taman. Ratusan warga kota mulai meninggalkan balai kota dan langsung menuju rumah keluarga Mc Carty. Nyonya Natasha tidak tinggal diam dam menyuruh Stella menyusun baju-bajunya, Stella ikut panik melihat Nyonya Natasha panik. “Ada apa Mom? Apa yang dikatakan Sir Ferguson?” tanya Stella. Nyonya Natasha tidak menjawab pertanyaan Stella dan sibuk mengeluarkan baju-baju Stella dari dalam lemari “Mom!” “Kita harus pergi dari kota ini. Kota sedang diselimuti wabah aneh dan warga kota menyalahkan keluarga kita sebagai dalang kekacauan ini,” ujar Nyonya Natasha dengan gugup. Stella terdiam dan bingung kenapa kekacauan di kota dilimpahkan ke dirinya yang punya ilmu sihirnya. “Kenapa kita harus lari? Aku tidak pernah melakukan hal yang salah! Aku tidak bisa pergi meninggalkan Eduardo, sekolah, dan impianku menjadi perancang busana. Aku akan menjelaskan kalau semua itu hanya wabah bukan karena ulahku.” Stella mencoba menghentikan Nyonya Natasha dan memasukkan kembali baju- bajunya ke dalam lemari. Stella yakin semua ini bisa dijelaskan secara baik-baik, bukan dengan kabur dan melarikan diri yang berarti mengiyakan semua tuduhan tidak mendasar itu. Bunyi grasak-grusuk di teras rumah membuat Stella dan Nyonya Natasha terdiam. Warga kota mulai mengerumuni rumahnya, Nyonya Natasha menyuruh Stella tetap di dalam kamar dan Nyonya Natasha akan berusaha menenangkan warga kota. “Jangan pernah keluar sebelum Mommy izinkan,” ujar Nyonya Natasha memberi perintah. Stella mengangguk dan mengunci pintu kamarnya. Nyonya Natasha menarik napasnya dalam-dalam sebelum membuka pintu, setelah yakin keberaniannya sudah muncul barulah Nyonya Natasha membuka pintu. Ratusan warga kota berdiri di depan rumahnya. Tangan mereka penuh dengan senjata tajam dan kayu. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya Nyonya Natasha dengan tenang. “Mana penyihir jahat itu?” tanya Nyonya Gregoria, tetangga sebelah yang selama ini selalu bertikai dengan Nyonya Natasha. “Penyihir? Apa maksud kalian?” Nyonya Natasha balik bertanya. Nyonya Gregoria berdesis dan menatap sinis Nyonya Natasha. “Tujuan kami datang untuk mengusir Stella Mc Carty dari kota ini. Kota yang biasanya tenang, damai, dan tenteram tiba-tiba menjadi suram karena wabah penyakit aneh sejak kejadian di taman kota. Kami tidak mau kota ini menjadi hancur hanya karena penduduknya mempunyai sihir jahat,” sambung Tuan Mc Fadden, salah satu ketua perkumpulan warga. “Sebentar, tidakkah itu tuduhan keji Tuan Mc Fadden. Anda menuduh putri saya sebagai penyihir tanpa bukti dan sekarang kalian ingin mengusir kami.” Nyonya Natasha mencoba untuk tetap tenang. Beberapa warga kota merasa ucapan Nyonya Natasha ada benarnya. Bisik-bisik mulai terdengar dan Madam Levante sedikit kesal karena hasutannya sepertinya akan gagal. “Matasacadabra Tohimonata.” Madam Levante kembali melafalkan mantra dan beberapa warga jatuh tidak sadarkan diri. Suasana kembali ricuh dan Madam Levante menunjuk ke arah Nyonya Natasha. “Pasti penyihir jahat itu mengucapkan mantra!” tuduh Madam Levante. Warga kota terpancing dan mulai saling mendorong supaya bisa masuk ke rumah keluarga Mc Carty. Nyonya Natasha berusaha menghalau kebringasan warga kota dengan tangannya. “Kalian tidak berhak masuk tanpa seizin saya. Ini melawan hukum!” teriak Nyonya Natasha. Sayang, tenaga Nyonya Natasha tidak sebanding dengan banyaknya warga kota. Mereka akhirnya bisa masuk dan menghancurkan semua isi rumah keluarga Mc Carty. Nyonya Natasha hanya bisa meneteskan air mata melihat hasil kerja kerasnya hancur karena ulah bar-bar warga kota. “STOP!” Teriakan Stella membuat warga kota menghentikan tindak anarkisnya. “Itu dia!” teriak Madam Levante. Beberapa warga langsung mendekati Stella dan mengerubunginya. “Cabut wabah itu atau kau akan menerima akibatnya.” Perintah Tuan Mc Fadden. “Sekuat apapun Tuan memaksaku wabah itu tidak akan pernah bisa saya cabut karena bukan saya pelakunya. Jadi, hentikan semua ini dan tinggalkan rumah ini!” ujar Stella dengan nada tinggi. Tuan Mc Fadden dan warga kota lainnya semakin mendesak Stella hingga tubuh kecil Stella menyentuh dinding. Stella semakin tersudut saat tangan Nyonya Gregorian menjambak rambutnya dan mencakar tangannya. Stella masih berusaha untuk tetap sabar dan menerima penghakiman secara tidak adil ini. Air mata mulai jatuh dan membasahi pipinya yang terasa panas akibat tamparan salah satu warga kota. “HENTIKAN!” teriak Stella setelah tubuh mungilnya tidak sanggup menerima perlakuan kejam warga kota. Kaca lemari, cermin, jendela, dan lampu langsung pecah berhamburan hingga mengenai sebagian warga kota. “Sihir! Sihir!” teriak warga kota ketakutan. “Kalian yang memaksaku!” teriak Stella sekali lagi dengan napas tersengal-sengal dan mata menatap tajam warga kota. Benda- benda masih beterbangan dan mengejar warga kota yang menyiksanya tadi. ****

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD