24 - Kirishima

1401 Words
            Setelah mengatakan hal itu, tubuh ‘Takamura-sensei’ dikelilingi oleh asap berwarna hitam, kemudian menyelimutinya seperti sebuah kepompong. Aku mundur beberapa langkah mencoba untuk menjauh darinya. Tetapi punggungku seperti tertabrak sesuatu, aku melihat ke belakang tetapi tidak terlihat apa pun.             Saat aku menjulurkan tanganku, sesuatu yang tidak terlihat menghalanginya. Ini … ini sihir?!             “Urusanku belum selesai, Kumo Akari.” Suara Takamura-sensei tiba-tiba berubah, kemudian ketika asap yang mengelilingi tubuhnya mulai menghilang, di depanku bukan Takamura-sensei lagi yang berdiri di sana.             “Kirishima?” tanyaku bingung. Apa maksudnya ini?             Kirishima tersenyum tipis sambil mengusap dagunya pelan. “Kau … siapa kau sebenarnya? Bagaimana bisa kau melemahkan kutukan dari iblis itu?”             Aku hanya bisa menelan ludahku dengan susah payah, lalu mundur beberapa langkah sampai punggungku tertahan oleh dinding yang tidak terlihat.             Kirishima memiringkan kepalanya bingung. “Kenapa? Kau tidak mau menjawabnya?”             Aku menyebarkan pandanganku ke sekitar. Tetapi kenapa taman ini terasa lebih sepi dari pada biasanya? Lalu, ke mana Michiru di saat aku membutuhkan diaa!             Wajah Kirishima langsung berubah lebih menyeramkan dari pada sebelumnya. “Kau menolak untuk menjawabku?” Dengan harapan kalau Michiru akan muncul tiba-tiba seperti pahlawan yang kesiangan, aku berusaha sebisa mungkin untuk bertahan hidup. “Kau ... apa maksud dari perkataanmu itu?”             Kirishima terkekeh pelan sambil memiringkan kepalanya sedikit. “Kau pura-pura tidak mengerti, Kumo Akari?”             Aku mencoba untuk tersenyum. “Apa maksud dari ini semua? Kenapa kau tiba-tiba bisa berubah menjadi … Takamura-sensei. Lalu apa ini? Kenapa aku tidak bisa pergi dari sini?”             “Kau tahu aku punya batas kesabaran, ‘kan?” Kirishima berjalan semakin mendekat ke arahku.             Meski sudah mendorong dengan kuat, dinding yang tidak terlihat ini tetap tidak bergeming sedikit pun. Sepertinya tidak ada pilihan lain. Pura-pura bodoh bukan jawabannya!             “Kirishima, kau yang memberikan pena itu pada Homura, ya?” tanyaku.             Kirishima kembali tersenyum. “Akhirnya tidak mau pura-pura tidak tahu lagi? Akari …”             Michiruu! Datanglah!!             “Kenapa kau melakukannya? Homura tidak melakukan kesalahan apa pun.”             Kirishima mengusap dagunya seperti berpikir, kemudian menjawab, “Aku mendengarmu dan teman-temanmu itu bercerita tentang Homura. Karena sepertinya orang bernama Homura itu iri pada Rizumu … mungkin aku bisa mengabulkan salah satu keinginannya?”             Mendengar hal itu keningku langsung berkerut. “Keinginan Homura? Maksudmu melukai Seika?”             Kirishima terkekeh pelan. “Kau tahu? Meski perasaan irimu hanya satu titik yang sangat kecil, dengan benda yang sudah mendapat kutukan dari iblis yang mewakili tujuh dosa besar manusia … rasa iri sekecil apa pun akan membangkitkan mereka.”             “Lalu kau memanfaatkan Homura untuk melakukan hal itu?” tanyaku.             “Itu benar. Awalnya kukira hal itu akan mudah dilakukan karena penyihir dari Merqopolish akan terlambat untuk menghentikan bangkitnya kekuatan iblis itu karena butuh waktu untuk sampai di sana …” Kirishima mendesah panjang. “Tetapi ternyata dia mengikutimu.”             Ah … harus bicara omong kosong apa lagi akuuu! Michiruuu ke mana kau!?             “Tetapi sesuatu membuatku lebih tertarik,” kata Kirishima tiba-tiba.             “Apa?”             “Seseorang yang terkena kutukan iblis tujuh dosa besar akan mengalami kesulitan untuk lepas darinya. Tetapi … seorang manusia biasa bisa melawan kutukan itu dengan mudah …             “Kukira Homura yang melakukannya. Tetapi aku salah. Akari, kau yang melakukannya. Kau yang melemahkan kutukan iblis itu …”             Aku menggelengkan kepalaku tidak mengerti. “Aku tidak melakukan apa pun …”             Kirishima kembali terkekeh pelan. “Aku tahu. Karena aku melihat semuanya. Kau hanya … kau hanya bicara omong kosong saat itu. Kemudian Homura mendengarnya … sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapa pun. Bahkan, penyihir terhebat pun tidak akan melakukan hal yang sama sepertimu.”             Keningku berkerut semakin dalam. “Aku tidak bisa sihir …”             “Aku tahu,” kata Kirishima singkat. “Karena itu aku tertarik padamu … bagaimana jika saat ini aku menangkapmu dan melakukan penelitian pada tubuhmu itu?”             “Hahaha! Kirishima, candaanmu lucu sekali …” kataku yang sebenarnya panik.             Kirishima hanya mengusap dagunya dan tersenyum tipis. Ah, pandangan itu semakin lama semakin mengerikan.              “Sebenarnya apa maumu, Kirishima? Kenapa kau melakukan semua ini? Bukankah kau juga tinggal di negara sihir seperti Michiru?”             Wajah Kirishima seketika berubah. Senyum tipisnya menghilang sepenuhnya, dengan suara yang pelan ia berkata, “Apa yang aku inginkan?” Dia berhenti sebentar, kemudian dengan suara yang lebih rendah ia menambahkan, “Kau tidak mengetahui bagaimana caranya Merqopolish bekerja, Akari. Kau tidak tahu apa pun …”             Udara di sekitarku terasa berat seketika. Lama kelamaan seperti ada yang menambah beban di bahuku. Aku menatap Kirishima dengan ngeri, ia melangkah lebih dekat ke arahku.             “Umm, Kirishima … bagaimana jika kita bicara sebentar … mungkin ada kesalah pahaman …”             “Ah, bicara …” Kirishima memiringkan kepalanya ke samping. “Betul juga. Setelah dipikir-pikir … jika kau akan mengganggu rencanaku selanjutnya dengan menggunakan kekuatan anehmu itu bagaimana?”             Aku tertawa miris mendengar perkataan itu. “Kekuatan aneh milikku? Apa maksudnya? Aku tidak memiliki kekuatan apa pun …”             “Kekuatan untuk melemahkan kutukan iblis. Sepertinya Michiru juga mengetahui hal itu …” jawab Kirishima semakin mendekat. Ia mengangkat sebelah tangannya yang terlihat seperti dilapisi oleh api berwarna hitam.             “Hahaha Kirishima … bermain api itu tidak baik …” kataku sambil memepetkan punggungku pada dinding yang tidak terlihat itu.             “Ah … itu benar. Bermain dengan api itu berbahaya,” kata Kirishima terkekeh pelan. Kemudian ia melemparkan api itu ke arahku.             Dengan cepat aku menghindari api itu. Sepertinya aku baru saja menggunakan keberuntunganku seumur hidup karena api itu berhasil kuhindari. Sayangnya, api yang itu langsung membakar pohon yang ada di belakangku.             Rasanya darah yang mengalir di seluruh tubuhku terhenti seketika, melihat api yang terus menyebar ke seluruh pohon itu membuatku semakin panik.             “Kirishima! Hentikan semua ini!”             Kirishima memiringkan kepalanya sedikit. “Untuk apa aku melakukannya?”             Aku menggigit bibirku untuk menghilangkan rasa panik. Tetapi rasa panik itu malah bertambah ketika aku melihat Kirishima yang menciptakan api di tangannya.             Mungkin saat ini wajahku sudah sepucat kertas putih, karena senyum Kirishima semakin merekah di wajahnya. Tetapi kemudian, dari samping aku melihat batu yang melesat cepat ke arah Kirishima.             Karena Kirishima terlalu fokus padaku, ia tidak sempat menghindar dan batu itu mengenai kepalanya. Ia menggeram kesal dan langsung melihat ke arah batu itu dilempar.             Di sana, Kazuyoshi berdiri dengan tubuhnya yang dipenuhi keringat. Apa dia berlari ke sini? Apa dia tahu kalau aku ada di sini?             “Kumo!” sahut Kazuyoshi memanggilku.             Tubuhku yang awalnya kaku langsung bergerak seketika. Berusaha untuk menjauhi Kirishima yang saat ini terfokus pada Kazuyoshi.             “Satu lagi manusia yang menyebalkan …” gumam Kirishima pelan.             Aku menelan ludahku dengan susah payah. “Jangan mendekat, Kazuyoshi! Panggil saja Michiru!”             Wajah Kazuyoshi terlihat bingung, tetapi ia langsung mundur beberapa langkah, kemungkinan ia berusaha untuk memanggil Michiru.             Sayangnya Kirishima bergerak lebih cepat. Seketika, dinding yang terbuat dari tanah terbentuk dan menghalangi Kazuyoshi untuk pergi lebih jauh.             Mata Kirishima dipenuhi oleh amarah. Ia bergumam kata-kata aneh yang belum pernah kudengar. Tiba-tiba tanah di sekitar Kazuyoshi bergetar dan mulai retak. Tanah itu seketika menelan Kazuyoshi.             Jantungku rasanya copot dan langsung meluncur ke perut. Dengan cepat aku menarik Kirishima, mencoba untuk menghentikan sihir yang sedang ia ucapkan atau apalah itu.             Namun, tanah yang menelan Kazuyoshi tidak bergerak sama sekali. Apa aku terlambat?             “Kirishimaaaa!!” sahut suara seseorang yang sangat kukenal itu. Dengan suara bedebum keras, Michiru seperti turun dari langit, membuat debu dan kerikil kecil berterbangan di udara.             “Dasar pahlawan kesiangan!” sahutku kesal.             Michiru mengerutkan keningnya, wajahnya dipenuhi rasa khawatir. “Maaf, sepertinya aku terkena jebakan orang ini.”             Kirishima yang melihat Michiru akhirnya muncul tertawa terbahak-bahak. “Ternyata hal itu tidak bisa menghentikanmu, ya? Kalau begitu … aku akan melenyapkan kalian berdua bersama saja!”             “Michiru … Kazuyoshi! Kazuyoshi seperti tertelan oleh tanah dan menghilang!” kataku panik.             Aku merasa Michiru tidak mengerti apa yang dimaksud olehku. Tetapi ketika melihat tanah retak di arha yang kutunjuk, wajahnya langsung terlihat mengerikan.             “Berani-beraninya kau melukai temanku!” sahut Michiru.             Kirishima malah terkekeh pelan. Namun, belum sempat ia berkata sesuatu, Michiru menggunakan sihir angin dan membuat Kirishima terpental jauh seperti boneka yang tidak bernyawa.             Dengan cepat ia memanggulku seperti sebuah karung beras di tangannya. Kemudian ia menggunakan Flying Gear miliknya untuk pergi mendekat ke arah Kazuyoshi.             Ia bergumam beberapa kata, kemudian tanah yang tadi mengubur Kazuyoshi kembali bergetar dan terlihat Kazuyoshi yang berada di dasarnya.             Wajah Michiru lebih mengerikan ketika melihat tubuh Kazuyoshi penuh dengan luka. Michiru langsung menatap ke arah Kirishima dengan penuh kebencian.             “Michiru … tolong Kazuyoshi terlebih dahulu!” kataku cepat sebelum Michiru kehilangan kendalinya.             Michiru menarik dan menghembuskan napas dengan kencang beberapa kali. Sebelum akhirnya ia mengangkat Kazuyoshi dengan sihirnya dan memanggulnya seperti karung beras sama sepertiku.             Meski keadaannya panik seperti ini, aku tidak bisa menghentikan pemikiranku tentang sejak kapan Michiru bisa memanggul dua orang dengan mudah!?             Tetapi pemikiran itu langsung menghilang ketika Flying Gear yang dinaiki oleh kami melesat menembus udara dan pergi meninggalkan Kirishima di taman yang masih terbakar itu.                                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD