Sebuah Alasan

1145 Words
Adrea yang tenggelam dalam kesibukan benar-benar lupa akan janjinya bertemu Alfan. Hingga sore hari, dia masih berada di dojo untuk latihan. Dojo adalah pelarian kala hatinya terluka. Dojo adalah pelariannya saat beban hidup membuatnya ingin menyerah. Dojo adalah alasannya untuk datang karena mengejar cinta Liam yang tidak kunjung memberi lampu hijau padanya. Tapi pada akhirnya, Dojo adalah rumah kedua baginya. Adrea terlihat ceria di luar, tapi hatinya gersang. Ayahnya meninggal saat bertugas sebagai seorang perwira yang gagah berani, hanya itu saja yang dia ketahui. Ibu akan menghindar dengan cerita lain jika dia kembali bertanya detail kepergian Ayahnya. Ibunya tinggal bersama adik Ayahnya di kampung, setelah peristiwa yang terjadi. Dengan modal nekat dan kebaikan hati seorang Kai Aryasena yang menolongnya, saat dirinya hampir saja di lecehkan, membuatnya begitu menyayangi Kai yang tidak bisa juga diraihnya hingga akhirnya menganggap Kai seperti Kakak laki-laki baginya. Membelokan cinta pada Liam, Barista yang bekerja di coffe shop milik Kai. Tapi sayang, cintanya tidak kunjung terbalas. Demi Liam, dirinya memasuki Dojo dan memulai latihan berat demi mendapatkan hati Liam, yang tetap saja gersang bak kenabo kering. Hingga saat ini dirinya terdampar dengan membuat masalah, tentu saja alasannya adalah rasa sayang pada Arka. Bocah tampan yang sudah membuatnya bertindak nekat mengakui pada semua orang jika Alfan adalah Suaminya. “Ahhhh ...” Adrea mengacak rambutnya tanda kesal. Terlalu fokus pada masalahnya, hingga tidak menyadari seseorang yang duduk di sampingnya. “Ka’, baik-baik saja ?” tanya seorang pemuda tampan pada Adrea. “Eh ... Ken, aku baik-baik saja,” ucap Adrea sedikit kaget karena tiba-tiba Kendra sudah duduk di sampingnya. Adrea mengikra jika hanya dirinya yang masih tertinggal di Dojo. “Akhir-akhir ini Kakak sering melamun, jika ada masalah ceritakan saja.” Adrea tersenyum pada pemuda tampan yang jarak usianya tentu saja lebih muda darinya itu. Pemuda yang selalu saja perhatian pada dirinya semenjak dirinya masuk pelatihan. Walau masih muda tapi dia adalah senior bagi Adrea, yang dapat dilihat dari Obi yang mereka kenakan. “Kamu belum pulang ?” tanya Adrea mengalihkan pembicaraan. Langit sudah tampak gelap. “Hmmm ... belum, aku mau pulang tadi, tapi melihat kakak lagi melamun jadi aku penasaran.” Adrea tertawa menanggapi perkataan Kendra. Pemuda di sampingnya ini selalu saja bisa membuatnya tertawa. “Ayok pulang, aku numpang ya, motorku masuk bengkel” ucap Adrea akhirnya, yang dibalas senyum manis Kendra. Adrea turun dari ninja milik Kendra setelah tiba di depan kontrakan. Setelah mengucapkan terimakasih, dirinya melangkah ke arah Kontrakan miliknya. Tapi langkahnya terhenti saat melihat siapa yang sudah menunggunya. “Bagaimana kamu tahu alamatku ?” tanya Adrea dengan tampang jutek melihat Alfan yang duduk santai menantinya. “Darimana saja? kamu lupa ya, kalau memiliki janji denganku? atau kamu sengaja menghindar !” tuduh Alfan dengan tatapan tajam tanpa perlu menjawab pertanyaan Adrea. “Kalau mau jalan sama pacarmu, setidaknya tepati dulu janjimu untuk bertanggung jawab.” Alfan berbicara dengan nada tenang tapi penuh tekanan. “Aku minta maaf, baiklah mulai malam ini, kamu bisa masuk ke kos yang itu. Tunggu sebentar,” ucap Adrea lalu segera masuk ke dalam kontrakannya. Keluar lagi sambil membawa futon. Beruntung kunci kos dia yang memegang, sehingga tidak perlu bertanya pada ibu pemilik kos yang sudah memberikan kepercayaan padanya. Untuk masalah pembayaran akan dia bicarakan dengan ibu kos besok pagi. Yang penting sekarang adalah dia menuntaskan janjinya terlebih dahulu. “Sementara pakailah ini dulu, besok aku akan membelikanmu kasur. Untuk makan malam, hmm ... tunggulah di teras, aku akan masakan sesuatu untukmu,” ucap Adrea lagi lalu segera masuk ke dalam. Alfan berjalan mengikuti Adrea dan berhenti di teras, duduk sambil memainkan ponselnya. Tidak berapa lama Adrea selesai dengan makan malam ala kadarnya, karena gadis itu tidak bisa memasak. Apalagi kalau bukan mie instant yang selalu tersedia stock di lemari dapur. “Makanlah, maafkan aku hanya memiliki ini untuk dimakan,” ucap Adrea yang dibalas anggukan Alfan yang makan dalam diam. Alfan melihat Adrea yang makan dengan lahap. Sejujurnya Alfan tidak terlalu menyukai makanan siap saji yang dihidangkan Adrea padanya ini. Tapi demi menghormati Adrea dia makan juga, walau rasanya sangat tidak nyaman. “Mengapa wajahmu terlihat aneh begitu ?” tanya Adrea pada Alfan yang hanya menggeleng dengan wajah es tanpa senyum. “Kamu selalu makan makakanan siap saji begini ?” tanya Alfan terlihat kepo, yang dibalas anggukan Adrea yang masih lahap dengan makanan di depannya, sangat lezat, terutama bagi anak kos. “Aku tidak ada waktu memasak makanan yang ribet, eh ... ralat, aku tidak bisa memasak tepatnya.” Adrea tertawa pelan, sedangkan Alfan terlihat tersenyum samar akan jawaban Adrea. “Hmmm ... baiklah, aku mengantuk ingin tidur, bisa kamu berikan kunci kamarku,” ucap Alfan tanpa menghabiskan mie yang telah dibuat oleh Adrea. Setelah mendapat kunci kamarnya, Alfan segera meninggalkan Adrea yang melanjutkan makannya. Pagi hari, tampak Adrea bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Rambutnya masih diikat asal ke atas. Dia sedang membuat teh ketika pintu kontrakannya di ketuk dari luar. Adrea segera membuka pintu. Tampak Alfan yang sudah rapi dengan kaos dan juga celana jeans nya. Sederhana, tapi entah mengapa terlihat sangat manis dan errr ... tampan. “Hmmm ... hari ini aku akan pergi mencari pekerjaan, kamu bisa pinjamkan aku kunci kontrakanmu ? aku ingin meminjam dapurmu sepulang dari mencari pekerjaan,” ucap Alfan yang belum dijawab juga oleh Adrea. “Perutku akan bermasalah jika aku makan mie instan secara terus menerus. Mungkin aku bisa menggoreng telur atau setidaknya masak sayuran untuk dimakan,” ucap Alfan yang membuat kening Adrea berkerut. “Kamu bisa masak ?” tanya Adrea tidak yakin. “Tentu saja, aku akan masakan makan malam kalau kamu tidak keberatan,” tawar Alfan yang malah mendapat tatapan menyelidik dari Adrea. “Jangan menatapku seperti itu, aku tidak berniat jahat padamu, aku hanya sedang menghemat keuangan, apalagi aku sedang mencari pekerjaan. Walau kamu yang sudah membuat aku kehilangan pekerjaan dan juga keluarga, tapi aku juga tidak ingin terlalu lama merepotkanmu,” ucap Alfan dengan senyum samar kala melihat wajah Adrea yang mulai kembali merasa bersalah. “Aku akan memberikan kunci cadangan padamu, tapi jangan khianati kepercayaanku.” Adrea luluh karena perkataan Alfan memojokan dirinya. Semua bermula dari sikap lancangnya dan sekarang dia harus bertanggung jawab. Adrea berangkat ke kantor, sedangkan Alfan memilih pergi belakangan karena masih ada yang harus dilakukan. Setelah Adrea pergi, tampak seorang laki-laki dengan belanjaan penuh di tangan menghampiri Alfan. “Pak Alfan, apa belanjaannya cukup ?” tanya si lelaki pada Alfan yang menganggukan kepala. Alfan segera membuka pintu kontrakan Adrea menggunakan kunci cadangan yang diberikan oleh Adrea. Asisten Alfan dengan sigap menata semua bahan makanan pada tempatnya. Alfan duduk sambil menatap bingkai foto yang berada di atas meja. Foto gadis kecil cantik bersama kedua orang tuanya. Alfan sangat tidak asing dengan foto itu, karena dia memiliki foto yang sama di dalam dompetnya, alasan mengapa dirinya mengikuti Adrea saat ini, selain karena pengakuan gila Adrea saat acara pertunangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD