Bab 1 - Barang Taruhan

1052 Words
Arrabel sampai di rumahnya yang begitu sederhana. Bisa dibilang, rumah sederhana yang ditempatinya serupa rumah tak berpenghuni karena telah rusak di semua bagian. Dan pemandangan yang membuatnya seketika merasa ketakutan adalah, pamannya yang sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam seperti biasa. Tak hanya itu, di tangan pamannya ada sebuah tongkat. Tongkat yang biasa menghantam tangan dan punggungnya ketika dia tak memberikan uang. Paman Drew. Pria itu adalah saudara ayahnya. Tapi entah mengapa, paman Drew begitu kejam memperlakukannya. Padahal dia adalah keponakan satu-satunya yang pria itu miliki di dunia ini. Arrabel melanjutkan langkahnya dan jantung berdebar. Tangannya yang berkeringat dingin mengepal dengan kuat. Dia tidak siap, jika harus menerima pukulan dari pria itu lagi. Apalagi hari ini dia belum bisa memberikan uang. Uang yang dia dapatkan tadi, adalah untuk makan hari ini dan juga besok. Lantas bagaimana dia mengatakannya? "Mana uangku, Arrabel?" paman Drew menengadahkan tangan dengan tatapan tak lepas dari Arrabel begitu Arrabel sudah berada di depannya dengan mulut terkunci rapat. "jangan katakan kau tidak bisa memberiku uang lagi? Iya?" teriaknya dengan kuat sehingga membuat Arrabel tersentak. "Uang ini untuk jatah makan kita hari ini juga besok, Paman. Aku belum bisa memberikan Paman uang seperti biasa," jawab Arrabel mencoba menjelaskan. Meski harapannya untuk mendapat pengampunan akan selalu di sia-siakan. Mendengar jawaban Arabel, paman Drew pun berkata, "Kalau begitu, terima hukumanmu, Arrabel! " Paman Drew, menarik Arrabel masuk ke dalam rumah dan Arrabel hanya bisa terdiam dengan manik mata berkaca-kaca. Dan lagi, hari ini dia harus menahan rasa sakit lagi dari pada dia mati kelaparan besok pagi. Bugh! Dan kali ini, Arrabel harus mendapatkan pukulan di punggung sehingga membuatnya tersungkur ke atas lantai rumahnya yang telah rusak di beberapa bagian. "Ampun, Paman ... Hiks!" Tak hanya itu saja, paman Drew masih menambah pukulan di bagian lengan Arrabel juga, sehingga membuat Arrabel menangis terisak menahan sakit di sekujur tubuhnya yang telah ditambah luka lebam baru. Belum sembuh luka lebam yang dia dapatkan kemarin, hari ini paman Drew menambahnya lagi. "Dasar anak tak berguna!" teriak paman Drew sebelum pergi dengan kemarahannya yang berkobar di matanya. Hatinya yang memang tak pernah menyayangi Arrabel sebagai keponakannya, tak sekalipun menaruh rasa iba ketika gadis itu dia pukuli dengan kejam. Dan sekarang, Arrabel tak lagi memberinya uang. Gadis itu mulai berani membantahnya dan memilih dia pukuli dari pada memberinya uang. Baiklah. Akan dia tunjukkan pada Arrabel bagaimana hukuman yang sebenarnya. "Tunggu saja nanti malam, Arrabel. Kau akan mendapatkan hukuman yang setimpal untuk sikap pembangkangmu ini!" ** Malam harinya. Arrabel bangkit dari tempat tidurnya yang sempit tak lagi empuk. Setelah mendapatkan pukulan dari pamannya tadi siang, dia memutuskan untuk beristirahat. Beruntungnya, paman Drew tidak datang lagi untuk memaksa meminta uang sehingga dia pun bisa memulihkan tenaga sebelum pergi bekerja. Sejenak, Arrabel melihat lengannya yang lebam dan bengkak. Dan lagi-lagi tangan kanannya yang menjadi korban. Sekarang, dia akan semakin sulit bergerak karena rasa sakit yang menyeluruh mulai lengan sampai punggung tangannya. Namun, meski begitu dia harus tetap bekerja. Setidaknya, besok pagi dia bisa memberikan pamannya uang agar bebas dari pukulan. Arrabel melangkah menuju kamar mandi. Dia akan membersihkan tubuhnya sekaligus mengompres tubuhnya dengan air dingin sebelum pergi. Semoga saja, rasa sakitnya sedikit membaik. Beberapa menit berlalu. Arrabel sudah selesai bersiap. Dengan raut wajahnya yang dipenuhi kesedihan, dia pun melangkah keluar dari kamar meskipun dengan hati berdebar. Dia takut pamannya sudah menunggu untuk memukulinya lagi. Namun, suasana rumah sempit yang dia tempati mendadak sunyi. Sofa yang berada di sudut ruangan dan menjadi tempat biasa pamannya menonton televisi pun kosong. Entah berada di mana pamannya sekarang? Yang jelas, pamannya tidak berada di dalam rumah ini sekarang. Mengenyahkan pikirannya tentang paman Drew, Arrabel memilih melanjutkan langkahnya. Dia keluar dari rumah, kemudian menutup pintu sebelum pergi. Tak perlu mengunci pintu karena tidak akan ada juga pencuri yang nekat masuk. Di dalam rumahnya tidak ada barang berharga sehingga niat para pencuri untuk mendapatkan hasil barang jarahan akan sia-sia. Jalan sepi itu menjadi saksi bagaimana dia berjalan seorang diri setiap malamnya. Melewati gang sempit berukuran dua hasta orang dewasa, sebelum tiba di jalan raya yang ramai oleh kendaraan berlalu-lalang. Sesekali, Arrabel mengusap air matanya yang tak terasa berjatuhan di sudut matanya. Entah karena kesedihan yang sudah membuatnya kebal, atau rasa sakit yang seolah menghantam setiap inci tubuhnya tanpa reda. Semua yang terjadi dalam hidupnya, membuatnya tak bisa merasakan apa-apa. Menentukan perasaannya sendiri pun tidak. Dan terkadang, dia menganggap jika dirinya sudah mati rasa. Langkah pelannya tadi, akhirnya sampai di depan gedung klub malam tempatnya bekerja. Halaman klub itu sudah dipenuhi oleh mobil-mobil mewah seperti biasa. Dan lagi, dia harus berusaha menyembunyikan kesedihannya dibalik senyuman lebar yang mau tidak mau harus dia tunjukkan sebagai pelayan. "Hey!" rangkulan seseorang yang tiba-tiba saja datang dari arah belakang, membuat Arrabel berjengit kaget. Dan hal itu, sontak membuat Risa yang melakukannya pun segera melepaskan rangkulan tangannya tadi. Arrabel meringis, dan Risa mengerti apa yang terjadi. "Si berengsek itu memukulimu lagi?" Risa menatap Arrabel dengan prihatin, dan Arrabel justru menunjukkan senyuman tipis. "Aku baik-baik saja, Risa. Jangan menatapku seperti itu," ucapnya meski hanya di bibir. Sungguh, tidak hanya tubuhnya yang sakit, hatinya pun sudah tak kunjung sembuh dari rasa sakit itu sendiri. "Kapan semua penderitaanmu ini akan berakhir, Arrabel? Kapan kau bisa lepas dari pamanmu yang berengsek itu?" Risa memberikan Arabel pelukan yang longgar. Tentu saja dia tidak mau membuat tubuh rapuh itu semakin rapuh. Arrabel menggelengkan kepalanya. Dia juga membutuhkan jawaban untuk pertanyaan itu karena dia pun tidak tau kapan penderitaan ini akan berakhir. Dua sisi di dalam dirinya, memerintah agar dirinya meninggalkan paman Drew saja. Tapi di sisi lain, dia tidak tega jika harus meninggalkan paman Drew sendiri. Hidup paman Drew akan semakin sulit jika dia tinggalkan. Bahkan pria itu bisa mati kelaparan. "Aku juga membutuhkan jawaban untuk pertanyaan itu, Risa. Akan tetapi, aku tak kunjung menemukan jawaban atasnya," jawab Arrabel sehingga membuat risa pun melepaskan pelukannya tadi. "Maaf jika tidak bisa membantumu keluar dari masalah ini," balas Risa dan Arrabel pun menjawab. "Tidak masalah. Justru aku ingin berterima kasih karena kau sudah menjadi bagian dari keluh kesahku selama Ini." Setelahnya, Arrabel dan Risa pun melangkah masuk ke dalam klub. Sebelum bekerja, tentu saja mereka harus berganti pakaian dulu dan menjadi bagian dari dunia gemerlapan memabukkan itu. Tanpa Arabel ketahui, di sudut klub sudah ada pamannya yang malam ini akan kembali ke meja perjudian dengan Arrabel sebagai taruhan besarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD