Bab 4 -Kesepakatan One Night Stand

1010 Words
Sudut klub yang gelap, kembali menjadi pilihan Evans untuk menenangkan pikirannya. Demi Tuhan, dia belum siap dengan kenyataan yang Bricik katakan padanya tadi siang. Bricik menderita penyakit kanker yang menjadi penyebab dirinya tak bisa memiliki keturunan dari wanita itu. Dan hal yang paling menyakitkan adalah, Bricik merahasiakan ini darinya hampir 1 tahun lamanya. Wanita itu tersiksa dan sendirian. Dirinya sebagai suami Bricik sama sekali tidak berguna. Botol minuman ke tiga yang isinya tersisa separuh kembali dia teguk hingga tandas. Rasa pekat dari minuman itu memang membuatnya sesak. Namun, rasa memabukkan setelahnya akan membuat masalahnya seolah lenyap. Ekor mata Evans, menangkap siluet pelayan wanita yang sepertinya pernah dia lihat. Wajah wanita itu sepertinya tidak asing untuknya. Namun, dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas karena temaram lampu klub yang membuat penglihatannya sedikit samar juga. Apalagi pengaruh alkohol yang mulai mengikis akal sehatnya. Langkah pelayan wanita yang menjauh itu, justru membuat Evans penasaran. Dia hanya ingin memastikan pernah bertemu dengan wanita itu di mana, sehingga dia pun beranjak dari duduknya kemudian menuju ke arah di mana wanita itu terakhir kali dia lihat. Tak lama kemudian akhirnya Evans melihat sosok wanita itu lagi. Kali ini berada di dekat kerumunan pria-pria yang sepertinya bermain judi dan dia pun melanjutkan langkahnya lagi. Semakin dekat hingga jaraknya dan wanita itu hanya terhalang beberapa orang pria saja. Seorang pria memegang tangan wanita itu, dan dia tidak akan salah lihat jika wanita itu sedang menangis sekarang. "Jadi bagaimana? Apa taruhanku menggiurkan?" Suara lantang pria itu, membuat Evans tau, jika pria itu sedang menjadikan wanita itu sebagai taruhan di meja judi ini. Dan entah, hal apa yang memeloporinya sehingga kata-kata yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya pun terucap. "Tidak perlu menjadikan dia taruhan. Aku akan menukarnya dengan uang!" Mata Drew berkilat. Dia memutar tubuhnya menghadap pria yang bersedia membeli Arabel dengan alasan, supaya Arabel tak dia jadikan sebagai bahan taruhan. Baiklah. Mari kita lihat seberapa besar nominal yang pria itu tawarkan. "Berapa kau akan membelinya?" tanya Drew sehingga membuat Arabel pun memberontak. "Jangan lakukan ini, Paman! Aku tidak mau!" "Kau menjual keponakanmu sendiri? Dasar berengsek!" sengit Evans dengan pandangan mengancam. Tangannya bahkan mengepal, bersiap untuk menghajar pria itu sekarang. "Dia hanya berpura-pura tidak mau saja. Hal itu memang biasa menjadi sandiwara. Setelahnya, dia pun akan mendapat bagian." perkataan Drew kali ini, sontak membuat Arabel menggelengkan kepalanya cepat sedangkan Evans justru tertawa dibuatnya. Semua wanita di dunia ini ternyata pandai mempermainkan perasaannya seseorang dengan sandiwara mereka. Dan kali ini, jangan harap seorang wanita bisa membohonginya lagi seperti yang Bricik lakukan. "Aku akan membelinya seharga 200 juta. Bagaimana?" tawar Evans hingga di detik kemudian, Drew sudah mendorong Arabel sehingga jatuh di pelukan Evans. "Deal. Berikan uangnya padaku sekarang!" girang pria itu sehingga membuat Arabel semakin terluka. Pamannya tega menjualnya seharga 200 juta. Perjuangannya selama ini yang berjuang mati-matian untuk menghidupi pamannya dan memberikan uang untuk bersenang-senang sama sekali tak dihargai. Lantas apakah dirinya masih harus bertahan di sisi pamannya sebagai tulang punggung jika pamannya sudah memperlakukannya seperti ini? Sakit, membuat Arrabel memilih diam dalam isak tangis yang membuat dadanya bergemuruh. Demi apapun, dia masih tak menyangka jika pamannya akan sejahat ini padanya. Dan akhirnya, transaksi pun mulai dilakukan. Evans memberikan Drew uang, berupa lembar cek yang bisa Drew ambil kapan saja. "Kau bisa menidurinya kapanpun kau mau." Lagi-lagi Drew berseru kegirangan. Dia tidak menyangka, jika Arabel akan menjadi harta karunnya malam ini. "Hanya untuk malam ini saja. Aku tidak mau mengotori tubuhku dengan aroma p*****r," jawab Evans sengit, sebelum membawa Arrabel yang hanya bisa menangis sesenggukan pergi dari sana. Sempat Arrabel mendapat usapan lembut tangan pamannya di bagian lengan. Namun, hal itu sudah tak berharga lagi. Usapan itu, justru lebih sakit dari pada pukulan yang dia terima setiap harinya. "Bisakah kau melepaskan aku? Aku mohon?" lirih Arrabel. Namun, di detik kemudian Evans justru membawanya seperti karung beras dan membawanya masuk ke dalam mobil mewah pria itu. ** Evans tak membawa Arrabel ke hotel. Melainkan membawa Arabel ke rumah peninggalan neneknya yang tak ditempati oleh siapa pun kecuali, ditempati oleh seorang pelayan yang memang dibayar untuk merawat dan membersihkan rumah itu setiap harinya. Lagi-lagi, Evans membawa Arrabel seperti karung beras karena Arrabel selalu menolak. Riasan cantik di wajah wanita itu telah menjadi berantakan oleh air mata yang tiada henti bercucuran. Namun, hal itu tidak menyurutkan aura gelap dalam diri Evans yang ingin menghukum wanita pembohong seperti Arrabel untuk melampiaskan perasaannya yang saat ini sedang terluka. Hingga kamar itupun menjadi saksi, saat Evans menjatuhkan Arrabel ke atas ranjang kemudian mulai mencumbu Arrabel dengan beringas. Di tengah penolakan Arrabel yang sama sekali tak berguna. Tenaganya tak sebanding dengan tenaga Evans yang kuat. Bahkan, tubuh besar itu mengungkung tubuh kecilnya bak raksasa penguasa. Arabel terkesiap. Seumur hidup, dia belum pernah melakukan hal seperti ini dengan seorang pria. Dan sekarang, pria yang pernah dia kagumi di hotel tadi pagilah yang melakukannya. "Tolong berhenti," lirih Arrabel begitu pakaian pelayannya telah tanggal. Hanya menyisakan penutup d**a juga celana stoking yang bisa saja pria itu robek dengan mudah. Manik mata Evans menggelap. Sebuah seringaian terbit di bibirnya begitu Arrabel kembali menolaknya dengan menahan dadanya yang bersentuhan dengan kulit Arrabel tanpa sekat. Kedua tangan putih yang lemah itu pun, Evans satukan dengan cengkeram sebelah tangan kirinya kemudian dia letakkan di atas kepala Arrabel, sehingga pergerakan wanita itu pun terkunci sekarang. Entahlah, melihat penolakan wanita itu membuatnya semakin b*******h saja. "Sepertinya, aku berubah pikiran. Aku akan sangat senang mengotori tubuhku dengan aroma tubuh pelacurmu selama 1 minggu ke depan. Oleh karena itu, jadilah gadis penurut.” Evans kembali mencumbu bibir kecil Arrabel yang bergetar. Kekecewaannya, membuatnya mengkhianati cinta, juga sumpah pernikahannya dengan Bricik. Malam itu, dia menjadikan Arrabel sebagai miliknya. Membayangkan jika Arrabel adalah Bricik yang harus dia berikan hukuman atas kebohongan yang sudah Bricik sembunyikan darinya sampai-sampai membuatnya sangat putus asa. Evans puas. Puas melampiaskan amarah dalam dadanya pada Arrabella yang sama sekali tak tau apa-apa. Justru Arrabella adalah korban. Korban kejahatan pamannya yang tak berperasaan, juga korban kekejaman Evans yang merasa paling menderita. Tanpa tau, jika insiden yang membuatnya bersatu dengan Arrabel malam itu, akan menjadi awal kisah ini berlanjut.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD