Dibawa Lagi

1002 Words
Saya penasaran, sekaligus canggung, sekaligus tak terima, sekaligus jijik, sekaligus tak habis pikir. Dan sekian banyak sekaligus - sekaligus yang lain. Saya mengabaikan handphone dan game. Saya berpindah duduk ke pinggiran ranjang, menjulurkan kaki ke bawah. Saya mengerang ketika sensasi tertarik mulai menyerang perut saya. Rasanya seperti direntangkan sangat jauh. Seperti diremas sangat kuat. Dan juga dorongan dari dalam, seperti ada yang mendesak ke bawah - - ingin keluar. Peluh mulai membasahi sekujur tubuh saya. Saya menengok, melihat jam din ding. Jam 02.35. Orang - orang belum terdengar pulang. Mereka juga sama sekali tak menghubungi saya. Bagus lah kalau begitu . Mereka pasti masih asyik melepas rindu satu sama lain . Saya meringis , mengerang , memegangi ke dua sisi pinggang. Sementara perut saya semakin sakit. Semakin mulas. Sesuatu itu semakin mendesak ingin ke luar . Tanpa sadar saya mengejan. Tubuh saya seperti melakukan semuanya secara otomatis. Tubuh saya mendorong dengan sendirinya. Sensasi ingin mengejan itu sama sekali tak bisa ditahan. Kini kedua tangan saya meremas sprei ranjang. Sakit. Sungguh sakit. Sensasi hangat mulai kembali terasa di antara kedua kaki saya. Kali ini lebih banyak dari sebelumnya. Hanya perasaan saya, atau memang situasi di sekitar menjadi gelap. Saya tak bisa fokus ke sana, karena sepenuhnya perhatian saya tertuju pada rasa sakit yang teramat sangat. Rasa - rasanya benar kamar saya menjadi begitu gelap. Dan auranya pun menjadi sangat suram. Barang - barang di sekitar saya nampak usang. Sepertinya saya tahu yang sedang terjadi. Nina datang. Ia pasti marah karena tahu saya menggugurkan bayinya. Tapi saya tak peduli . Toh bayi setan itu sudah hendak mati . Saya terus mengejan dengan sendirinya . Sesekali saya memekik saking sakitnya . Celana saya kini sebagian besar telah berubah warna menjadi merah. Pendarahan yang cukup banyak. Apa ini akan membuat saya mati? "Mas Ramda ... apa yang kamu lakukan ?" Benar, kan? Ia datang . Dan ia sangat marah . Ia datang dengan wujud yang benar - benar mengerikan . Jikalau saya sedang sehat mungkin saya akan berlari ketakutan . Tapi saat ini situasinya berbeda . Nina datang dengan wajah yang rusak , membusuk, banyak belatung di sana - sini . Saya juga bisa mencium bau anyir darah yang tajam . Gaun putih Nina mejuntai panjang ke lantai , lusuh, kotor, da n basah . Rambutnya panjang, berantakan, kusut. "Mas Ramda ... apa yang kamu lakukan ?" Ia mengulang pertanyaannya, masih dengan amarah yang begitu besar . "Kamu tidak lihat, Setan ? Aku sedang berjihad di jalan Allah. Aku sedang berusaha menyingkirkan bayi setan yang mengganggu ku !" jawab ku di sela - sela rasa sakit. Setelah nya saya mengejan panjang lagi . Ingin bayi setan itu segera pergi dari tubuh saya . "Dia anak kamu , Mas Ramda . Anak kita! Bagaimana bisa kamu membunuh anakmu sendiri ?" Amarah Nina belum surut. Ia melotot tajam dan kembali meneriaki saya . "Anakku? Bukan. Dia anakmu yang kamu letakkan di tubuhku. Parasit. Sampah ! " Nina semakin marah mendengar jawaban saya. Ia berteriak keras. Amat keras hingga seakan kamar ini bergetar. Gendang telinga saya sampai berdenging hebat. Argh ... saya berteriak kali ini. Rasa sakitnya semakin menjadi. Kedua kaki saya rasanya lemas. Saya jatuh terbaring ke belakang . Napas saya terengah hebat. Saya sungguh lelah . Sangat lelah. Seharusnya bayi setan itu sudah gugur. Atau justru saya yang akan gugur ? Seluruh ruangan terlihat kabur di mata saya . Rasa sakit itu baru saja menghilang . Bersamaan dengan menghilangnya kesadaran saya . *** Saya terbangun di sebuah tempat yang tak asing. Saya terbaring di tengah jalanan paving yang lengang. Saya kesulitan berdiri karena ukuran perut saya . Kenapa perut saya masih besar ? Kenapa saya tidak lagi kesakitan ? Ke mana perginya kucuran darah yang membasahi dan mengotori celana saya ? Tempat ini ... benar - benar tak asing . Saya berjalan gontai . Sampai saya menemukan wanita itu . Nina. Ia tak lagi dalam wujud mengerikan . Ia berada dalam bentuk manusia . Mengenakan dress selutut, yang membuatnya semakin cantik . Dress yang sama dengan ya ng ia kenakan ketika terakhir kali membawa saya ke sini . Bedanya saat itu Nina yang hamil . Sekarang ? Saya yang hamil . Sial . Ya , ini adalah tempat itu. Desa Wonorejo . Tempat di mana Nina tinggal semasa hidup . "Mas Ramda nggak boleh gugurin bayi kita ," katanya. Sepertinya amarahnya sudah mereda . Ia bergegas menyamakan langkah denganku . Ia kesulitan karena tubuhnya tak begitu tinggi . Ia hanya setinggi bahuku . "Bayi kita ndas mu ! Ini bayi kamu , setan !" Ia menunduk . Mimiknya nampak sedih. Tapi saya tak mau kasihan. Namanya setan, penuh dengan tipu muslihat. "Mas Ramda harus melihat betapa menderitanya saya dulu. Ketika Mas Ramda tahu , apa Mas Ramda masih akan setega ini pada saya ? " "Mana aku peduli dengan masa lalumu . Aku hanya peduli dengan masa depanku sendiri . Nggak tertarik ngurusi kehidupanmu yang rumit karena terus berusaha mengganggu manusia Pergi sana! Lepasin aku! Atau tumpukan dosamu akan semakin menggunung ! " Nina masih menunduk , lalu terisak . Setan memang pandai akting . Cih . . . saya sama sekali tak simpati . "Baik, saya benar - benar akan menunjukkan masa lalu saya. Supaya Mas mengertj . " "Ya terserah kamu mau ngapain . Aku nggak peduli !" " Mas Ramda akan peduli setelah ini. " " Nggak semudah itu. Aku, Fikri, dan Paklik Hidayat sedang berusaha mengusirmu dan bayi setanmu ini dari dalam tubuh ku. Camkan itu baik - baik !" "Sudah saya bilang, Mas Ramda akan berubah pikiran setelah mengetahui masa lalu saya ." "Sudah saya bilang, saya nggak akan pernah simpati pada seorang setan!" "Andai Mas Ramda tahu betapa sulitnya saya menjalani hidup sebagai arwah penasaran selama puluhan tahun. Hanya karena saya ingin bayi saya lahir. Setelah itu mungkin jiwa saya akan sempurna!" "Jiwa sempurna ndas mu itu . Aku orang yang tahu Agama. Aku nggak akan percaya tipuan kamu setan!" "Baik lah ... kalau begitu, silakan Mas Ramda lihat sendiri semuanya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD