Tentu saja ia tidak ingin cintanya kepada Ida seperti kisah "Tenggelamnya Kapal Vanderwick"
Zainuddin dan Hayati. Zainuddin pemuda Makasar-Minang mencintai Hayati namun ditolak dengan alasan adat .
Hayati yang berakhir tragis dengan tenggelamnya kapal Vanderwick.
Bioskop sudah penuh dan Ucu hanya bertindak sebagai pengawal karena Ida lebih asyik berbicara dengan teman temannya.
Film yang sering diputar adalah film India, Malaya atau Malaysia dan Barat. Film P. Ramlee cukup laris. Tapi Ucu kadang kadang menyukai Film Barat.
Bioskop sebelum memutar film terdengar lagu bunga seroja dari negeri Jiran.
Meski duduk berdekatan, Ucu tidak berani memegang tangan Ida. Ia pasti kikuk dengan teman temannya.
Ketika lampu mati dan film diputar, Ucu mencoba meletakkan tangan menyentuh Ida. Ida menariknya dengan cepat.
Ucu tidak berani.
Akhirnya Ucu melupakan pacaran yang asyik dan menonton film sampai berakhir.
"Bagaimana filmnya bagus iya?"
"Banyak adegan dewasa," ujar Ida.
"Kamu sudah dewasa," kata Ucu.
"Pangeran melarikan putri kerajaan, putri mau dan akhirnya perang antara dua negara."
"Mereka saling mencintai, seharusnya direstui saja, " komentar Ida.
"Saya setuju," jawab Ucu.
"Seperti kita," kata Ucu lagi.
"Apa?" Ida mendelik.
Ucu cuma tertawa.
Waktu berlalu dan begitu sulit untuk mendekati Ida. Ucu tidak menyerah.
Ucu menamatkan Sekolah Menengahnya dan menuju pendidikan Mahasiswa Ekonomi.
"Bagaimana kita" Tanya Ucu kepada Ida.
"Semuanya keputusan ayah dan mamak," kata Mufidah.
"Aku akan selalu patuh kepada mereka," jawab Mufida pasrah.
"Aku sudah mendengarnya," kata Ucu.
"Apa yang kamu dengar?".
"Kamu akan dijodohkan dengan pria lain bukan?"
"Masih terlalu lama, kini aku bekerja dan kuliah. " Kata Ida.
"Kamu akan bekerja di Bank dan kuliah, kita akan jarang berjumpa," lirih suara Ucu.
"Aku akan mencari jalan untuk kita bertemu, tidak akan menyerah. "
Apa yang Ucu akan lakukan. Ida tidak tahu.
Ida bersibuk sibuk dengan pekerjaannya di Bank tempat dia mulai bekerja.
Menjelang siang, seorang pemuda masuk. Ida tidak terlalu memperhatikan karena ia sibuk dengan para penabung baru.
"Aku juga menabung, " sebuah suara menghentikan gerakan Ida ketika tiba giliran.
"Kak Ucu," kata Ida
"Saya Daeng Ucu ingin membuka buku tabungan baru," Ucu tersenyum dengan sedikit tertawa. Mau tak mau Ida juga tertawa.
"Mengapa ada keinginan menabung?" Tanya Ida.
"Untuk berjumpa kamu," Ucu berkata dengan suara serak.
"Menabung setiap hari, " kata Ucu pula masih dengan senyum khasnya.
"Saya setiap hari akan menabung supaya bisa berjumpa ," Ucu mengulangi kata kembali tersenyum.
Ida juga terpaksa tersenyum. Ia merasa lucu jika lelaki itu menabung cuma untuk bertemu dia.
"Isikan data ini dan KTP," kata Ida.
"Tolong diisikan," suara Ucu.
"Sebaiknya nasabah," kata Ida. Ucu mengangkat bahu.
Ida mengisi data Ucu kekertas formulir.
"Tanda tangani disini," kata Ida setelah selesai.
Ucu membubuhkan tandatangan, buku tabungan selesai.
"Bisa diisi tiap hari iya?" Tanya Ucu.
"Diambil juga boleh," jawab Ida ringan.
"Aku menabung untuk masadepan kita, biar saja uangnya menumpuk sampai kita menikah," Ucu bersuara lagi.
"Ngaco," jawab Ida. Mukanya bersemu merah.
Untung antrian tidak ada lagi.
"Sudah iya? " Tanya Ida ragu.
"Aku akan bertemu lagi, kalau bisa setiap hari," ujar Ucu.
"Aku sibuk dan selesai ini ke kampus," jawab Ida.
"Lihat saja nanti, kamu masih kuliah di Univerditas Muhammadyiah bukan?"
"Iya, aku tidak berhasil masuk Fakultas Negeri seperti kakak."
"Sayang sekali, jadi kita berjauhan."
"Tapi aku harus menyelesaikan kuliahku, kata ayah meski perempuan harus sekolah," kata Ida pasti
"Aku juga, beberapa waktu lagi aku akan menyelesaikan kuliahku." Kata Ucu menjelaskan.
"Aku tahu, kakak pintar dan banyak kegiatan, ikut aksi dan demo dan juga kegiatan mahasiswa diluar kampus," berkata lagi Ida.
"Kamu tahu juga iya?" Ucu senang mendengar Ida tahu banyak.
"Aku juga bekerja ditempat perusahaan ayah," Ucu menambahkan.
"Kakak pewaris keluarga," ujar Ida menyembunyikan kekagumannya.
"Apakah ayahmu sudah mengenaliku lebih banyak ? "Tanya Ucu.
"Mengapa kakak menanyakan begitu?"
"Aku sudah mendekatkan diri dengan Buya, membawa teman teman main halma agar ayah kamu mengenalku."
"Ayah bersikap positif, " jawab Ida.
"Ada lagi, aku pergi mendekati maghrib kerumah kamu, agar dapat shalat maghrib bersama Buya," Ucu mengatakan kesungguhannya.
"Niat baik akan berakhir baik," kata Ida.
"Jadi tidak ada kesulitan jika melamar kamu?"
"Kita lihat nanti," jawab Ida tak pasti.
Pastinya mereka terus bertemu. Ucu rajin menabung di Bank tempat Ida bekerja.
Ia dapat mengobrol dengan Ida meski cuma sebentar.
***
Kampus UMI hari itu adalah mendebarkan ketika seseorang muncul. Ida tidak tahu.
Ucu menjadi asisten dosen dan memberi kuliah di kampus. Mahasiswanya termasuk Ida.
Dosen memperkenalkan asisten dosen mahasiswa yang berprestasi di Unhas.
Ucu mengerling Ida yang duduk di bangku mahasiswa.
Kuliah dimulai oleh asisten dosen. Ucu memberikan kuliah tentang perbankan.
Setelah selesai mereka berbicara.
"Menjadi asisten dosen juga iya, kak Ucu," setengah berteriak Ida berbicara dengan kagum.
"Tentu saja, aku akan mengikuti langkah kamu," jawab Ucu tertawa.
"Dengan perjuangan berat aku bisa menjadi asisten dosen," lanjut Ucu bersemangat.
"Untuk bisa bertemu kamu, meski tidak ada honor," lanjutnya lagi.
"Jadi hanya untukku semua ini?"
"Iya, selanjutnya kamu," kata Ucu ringan.
"Kenapa aku?" Tanya Ida.
"Meyakinkan ayahmu bahwa aku adalah orang yang tepat dan mencintai kamu," Ucu menatap tepat tepat wajah Ida.
"Perkawinan aku ditentukan orang tua," kata Ida lirih.
"Ini bukan zaman Siti Nurbaya, kamu juga dapat memilih," desak Ucu. Ida tidak menjawab. Ia hanya menunduk.
"Ceritakan apa yang tidak kuketahui," desak Ucu.
Ida makin menunduk.
"Tidak ada iya, mudah mudahan lancar."
Begitulah asisten dosen Ucu dan mahasiswanya Ida. Hubungan yang terus berlanjut. Berbulan dan tahun ke tiga.
Pada suatu ketika Ida lupa membawa pulpen dan sang asisten dosen langsung saja menawarinya sebuah pulpen berwarna keemasan.
Ida menerima dengan perasaan senang. Tapi hubungan itu maju mundur. Tak ada kemajuan yang berarti.
Suatu kali Ida menelpon Ucu.
"Teruskan saja hubungan kakak," kata Ida.
"Apa maksud kamu?"
"Ada gadis cantik di boncengan kakak," Ida cemburu dan meluapkan hatinya.
"Itu tidak benar, aku selalu suka kamu."
"Suka padaku, tapi ada gadis lain."
"Hanya teman dan kebetulan saja," jawab Ucu.
"Aku selalu tahu, bagaimana teman dan tidak," balas Ida.
"Baiklah, tapi itu cuma untuk menguji kamu," kata Ucu.
"Kakak menguji saya?"
"Untuk mengetahui, bahwa kamu bisa juga cemburu." Kata Ucu.
"Itu tidak akan terjadi lagi," janji Ucu.
Kesempatan itu digunakan Ucu mendesak Ida.
"Sekarang bagaimana kita, kamu tidak mau berterus terang,iya?"
"Apa yang harus saya katakan?"
"Aku tahu, kamu dijodohkan dengan seorang pria minang yang kuliah di Amerika," kata Ucu sedikit panik.
"Apa usahaku akan sia sia?" Desak Ucu.