Bab 1 Surat Cinta

1244 Words
Suatu hari, ditempat orang nomor 2 duduk tinggal serta berkantor di Istana Wakil Presiden. Adalah Jusuf Kalla yang menulis dan membuat sesuatu. Disamping kesibukan mengurus pekerjaan negara. "Apa yang dibuat ayah?" Tanya putrinya kepada ibu. Sang ibu Mufida mengangkat bahu. "Ayah diisukan sakit," tanya putrinya. "Ayahmu sehat sehat saja," jawab ibunya. "Mudah mudahan ayah sehat dan ulang tahun perkawinan emas ibu akan meriah," ujar sang putri. Putrinya mengingat sang ayah yang dipenuhi humor dan canda. Bukan dikeluarga saja. Tapi ditengah tengah masyarakat. Mungkin beliau punya selera politik yang berbeda. Tak boleh ada musuh yang sejati. *** Meski tinggal di Jakarta, rumah lama di Makasar masih sering dikunjungi JK. Ia akan tinggal untuk sejenak meninggalkan hiruk pikuk Ibukota. Rumah JK di Jalan Haji Bau bersama istri sejak tahun 1976. "Disini terasa lebih rilek," ujar JK kepada istri. "Tentu saja, tak ada rapat atau kesibukan," nyeletuk Mufida sambil tetap tersenyum. "Bukan itu, disini kisah cinta kita, dimulai." kata JK . Mufidah hanya berdehem. Mereka berdua memandang rumah yang bergaya klasik itu di jalan yang ramai dan sibuk. "Dulu tidak seramai ini." "Sekarang dan Dulu berbeda, itu berpuluh puluh tahun lalu " Bincang dua suami istri mengenang masa lalu. "Teras belakang favorit saya, membaca surat kabar. Setiap pagi disini enak baca koran pagi dan ngobrol ," JK berkeliling di taman belakang rumah. Teras itu menghadap langsung ke taman belakang rumah yang luas. Beberapa tempat duduk dan kursi taman diletakkan di teras. Di tengah taman, berdiri kokoh pohon mangga yang sudah dicangkok. " Itu mangga istimewa, " Mufida mengingatkan. "Iya, saya tahu 10 rasa," ujar JK sambil melihat pohon mangga yang sudah mulai berbuah. 'Aku yang mencangkok." Senyum lagi diwajah istri. Sang istri berjalan melihat bunga anggrek yang terawat rapi. Persis seperti yang pernah dilakukan dan hobi Mufida. Penjaga telah merawatnya dengan baik. "Inginnya saya menjadikan rumah ini bersahabat dengan semua orang," kata JK. "Apa maksud bapak?" Tanya istri mengangkat alis. "Tidak banyak penjaga." Jawab JK pendek. "Mungkin kalau sudah pensiun kerja," balas Mufida. "Kapan iya saya pensiun? Pekerjaan selalu menarik," lagi lagi JK tertawa. "Terserah bapaklah," Mufidah sumringah. JK memang tak pernah merasa lelah dalam bekerja. Kesibukan selalu menyita waktu. "Targetnya ini mau dibuat jadi rumah indah. Halamannya penuh bunga di depan dan di belakang." Kata JK. " Biasanya kalau orang bertanya, mereka selalu menyebut 'Rumahnya Pak JK yang banyak penjaganya'. Saya mau pertanyaan itu diganti jadi 'Rumahnya Pak JK yang banyak bunganya'," kata JK yang diganda tertawa Mufida. Di halaman juga nampak kelinci-kelinci. Itu sebelumnya peliharaan cucu JK yang berkeliaran dengan bebas di rerumputan yang menghijau. Dulunya ditempati salah seorang anak. Tapi karena sudah punya rumah, jadi sekarang hanya diisi pembantu dan penjaga. Tidak lama JK kembali kangen ke Jakarta. "Tidak tahan juga lama-lama, kembali ke Jakarta" JK mengajak sang istri kembali. *** "Nah sekarang selesai sudah," JK menghela napas dalam dalam dikantor wakil Prediden. Sulit juga membuat puisi dan butuh perenungan selama tiga hari. Puisi Cinta Jusuf Kalla kepada Mufida pernikahannya yang ke-50. Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, tanggal 27/8/2017. Hotel itu telah menjadi saksi ketika JK membaca puisi... Sebuah puisi cinta yang romantis. Di hari minggu yang sama setengah abad yang lalu, kita duduk bersanding dengan penuh bahagia. di aula hotel negara, Makassar yang pada waktu itu cukup terpandang. Sekarang sudah bubar itu hotel. Setelah paginya akad nikah di rumah, yang dipenuhi para keluarga, itu hari terindah dalam hidupku. Aku pertama kali melihatmu, waktu kita di SMA. Kita bersebelahan kelas. Karena kau adik kelasku. Aku terpesona dengan kesederhanaan mu. walaupun kau sempat tak peduli padaku. Aku menyukaimu pada detik pertama aku melihatmu. Tujuh tahun lamanya aku berusaha untuk mendekati dan meyakinkan mu. Tapi engkau seperti jinak jinak merpati, sama dengan nama jalan di depan rumahmu. Antara mau dan tidak sering membingungkan tidak jelas. Aku bersabar berjuang dengan waktu. Namanya pacaran tapi kurang asyik seperti teman teman saya lainnya. Kemana-mana kau dikawal oleh adik adikmu kayak Paspampres saja. Walaupun aku punya Vespa tapi kamu enggak pernah mau dibonceng. Selama tujuh tahun kita hanya sekali nonton bioskop. itupun dengan teman temanmu. sehingga untuk bisa memegang tanganmu saja, sangat sulit. Tapi ku tahu hal yang sulit biasanya berakhir manis. akar budaya kita memang berbeda, antara Bugis dan Minang. Orang tuamu terkadang khawatir karena engkau anak perempuan satu satunya. adiknya laki-laki semua. Orang tuaku pula sering salah mengerti adat minang. Kenapa perempuan lebih banyak menentukan. perbedaan yang nyaris menduakan kita. Kalau ke rumahmu harus siap untuk sabar. Mendengar petuah bapak mu dengan suara yang pelan, seperti guru menasihati muridnya. Karena memang bapak dan ibumu juga guru. Aku ingin menemui mu tapi bapak mu menyembunyikanmu. Kau baru dipanggil keluar kalau saya permisi pulang. Sebenarnya itu termasuk perilaku yang kejam. Akhirnya aku mengubah strategi. Datang ke rumahmu sore hari sebelum magrib, begitu magrib aku berdiri dan azan dengan fasih. Keluar salat berjamaah yang diimami oleh bapak mu. Ini juga penting agar bapak mu tau bahwa aku juga rajin shalat. Setelah tamat SMA kau bekerja di BNI. (lalu) kuliah sore. Sampai kuliah aku juga bekerja di kantor bapak ku, sekali seminggu aku minta menjadi asisten dosen dan mengajar di kelas mu tanpa honor. Semua itu agar bisa bertemu dengan mu, dan melihat senyummu. Keras sekali perjuanganku tapi demi menatap mu. Akhirnya kau luluh juga. ayahku akhirnya memahami perbedaan adat kita, selain ibuku dan sahabatnya memberi nasihat. Mungkin juga setelah membaca buku Hamka, tenggelamnya kapal Van der Wijk. Saat orang tuaku melamarmu untuk jadi istriku, aku melihat cakrawala tersenyum perjuangan cinta bertahun tahun yang berbuah manis. Setelah kita menikah aku menjalankan perusahaan ayahku. kau sekretaris, merangkap keuangan karena kita belum bisa, memegang pegawai tambahan. Di samping mengasuh anak dan mengurus rumah dengan baik. anak-anak kita kau asuh sendiri tanpa suster suster seperti cucu kita sekarang. Selama 50 tahun kau chef terbaik yang ku kenal, karenanya kita jarang makan di restoran. di kantor pun setiap hari kau kirim makanan. teman teman selalu menunggu apa yang akan kau hidangkan. Kau tahu cintamu terus mengitari ku karena hidangan yang kau buat. 50 tahun kita jalani 33 tahun di Makassar dan 17 tahun di Jakarta. sungguh suatu perjalanan yang panjang. kita jalani hidup tanpa tanpa berubah kecuali Aku suka kesederhanaanmu sejak pertama aku melihat mu dan sekarang kesederhanaan mu terindah. Secara ekonomi gaji pejabat negara tidak besar. Termasuk Bapak Jokowi. Lebih besar hasil usaha mu yang bermacam macam, Sampai tambak udang menelepon dari meja riasmu. Mungkin perpaduan semangat Minang dan Bugis yang kau alami. Kau perempuan hebat istriku. Dalam aura kesederhanaan mu tersimpan energi yang dahsyat. Orang bugis tak fasih berkata kata indah. Kecintaannya ditunjukkan oleh perilaku, bahasa tubuh, dan senyumnya. Untuk romantis pun aku tak pandai ucapkan dengan kata kata. Karena itu aku minta maaf kepadamu, karena selama 50 tahun aku tak pernah beri bunga sambil berucap I love you. *** Bapak menulis sendiri , ucap Chairani Kalla putri JK dengan antusias. "Itu adalah tiga halaman surat cinta sebagai kado ulang tahun pernikahannya,” Mata Mufida berkaca kaca dengan puisi cinta suami. Suasana hotel Dharmawangsa sangat bersinar dengan undangan. Para wartawan, teman dan sahabat mengucapkan selamat. JK didaulat mengisi kata sambutan namun para undangan justru 'memaksa' JK membacakan puisi yang ia buatnya sendiri. "Baiklah," JK menaiki panggung bersama Mufidah dan memulai kata - katanya dengan gerak canggung. Puisinya 'Setengah Abad yang Indah', kata JK yang diiringi teriakan gembira dari yang hadir. Malam itu, Jusuf Kalla mengenakan stelan jas berwarna hitam lengkap dengan peci hitam. Mufidah mengenakan baju kurung berwarna merah muda berwarna emas yang disampirkan di bahunya . Tulisan besar diatas panggung, Ucu dan Ida 1967.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD