Keesokan harinya, Hansa bertekad untuk bekerja seperti biasanya. Meski sejujurnya Hansa belum siap untuk menginjakkan kakinya di perusahaan di mana akan ada bosnya juga mengingat pria itu adalah orang paling penting yang berkuasa di perusahaan tempatnya bernaung, tapi apa boleh buat? Hansa tidak mungkin bolos kerja hanya karena perasaannya yang sedang tak keruan. Ia harus tetap mempertahankan keprofesionalan dirinya sebagai seorang karyawati teladan di bagian divisi marketing. Maka oleh karena itu, mau tak mau Hansa pun harus selalu mengutamakan soal pekerjaannya meski hati serta pikirannya sedang semrawut gara-gara kejadian semalam. Mengembuskan napasnya sedikit kasar, Hansa pun menatap pantulan dirinya dari dalam cermin sebatas d4danya. "Semangat, Hansa! Kamu harus tetap pergi bekerja