9. Kalung Pemberian Damian

2047 Words
"Bagaimana? Apa sudah siap orang suruhanmu untuk menyabotase mobil yang digunakan Kak Baron dan Daniel?" tanya Herman tidak lain adalah adik dari Pak Baron. "Tentu saja sudah, mereka sudah siap. Tinggal menunggu saat yang tepat menjalankan rencana kita." "Kita tunggu situasi benar-benar aman dulu, baru kita bergerak," jelas Jason partner Herman tidak lain adalah sepupu Pak Daniel. Kedua pria itu pun tersenyum miring, seolah tidak sabar menunggu malam nanti. Setelah melenyapkan Pak Baron dan Pak Daniel, dengan begitu mereka bisa menguasai harta dari para korban. *** Mobil yang dikendarai supir kini berhenti di depan toko perhiasan. Sedangkan Damian sudah berada di dalam toko, terlihat ia tengah melihat-lihat beberapa perhiasan. Hingga pandangannya jatuh pada sebuah kalung berbandul bulan sabit, kalung perak itu terlihat elegan dan Damian langsung menyukainya. Beberapa karyawan toko merasa heran sekaligus terpesona ketika remaja dengan gayanya yang casual telah memasuki toko, mereka berlomba ingin melayani dalam artian membantu Damian memilih apa yang menjadi keinginan remaja muda itu. "Bisa ambilkan kalung berbentuk bulan sabit itu, dan tolong bungkus yang rapi," pinta Damian pada wanita di hadapannya, terhalang oleh estalase kaca. "Hem, oh, baik Kak," jawab penjaga toko canggung karena ia ketahuan memandang Damian dengan tatapan puja. Dengan cekatan penjaga toko itu melakukan tugasnya, setelah memasukan ke dalam kotak perhiasan. Lalu membungkus kado itu dengan rapi dan indah. Penjaga toko itu memberikan pada Damian, tentunya setelah membayar kalung itu dengan harga yang lumayan mahal. Bagi Damian itu tidak masalah, karena tujuannya satu ingin menyenangkan gadis kecilnya. Setelah keluar dari toko, dan masuk ke dalam mobil. Sang supir mulai melajukan kendaraan menuju rumah Yasmin, tentunya setelah Damian memberitahukan alamat pada sang supir. 'Aku berharap Gadis Kecil nanti suka dengan kado yang aku berikan, semoga saat ini dia juga dalam kondisi baik dan sehat,' gumam Damian, seraya memandang pepper bag di pangkuannya. *** Saat Damian dalam perjalanan menuju rumah Yasmin, terlihat di dalam kediaman Pak Baron. Bu Silia, tengah berpamitan pada sang putri tidak lain adalah Yasmin. "Sayang! Mama sama Papa pergi dulu, ya. Tidak apa 'kan kalau Yasmin Mama tinggal dulu?" tanya Bu Silia yang merasa tidak tega meninggalkan putri kecilnya. "Tidak apa-apa, Ma. Biar Yasmin di rumah sama Bibi," jawab Yasmin dengan polosnya. "Terima kasih Sayang, kalau begitu Mama sama Papa berangkat dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Mama dan Papa, ingatkan nomer ponsel yang harus kamu tekan?" tanya Bu Silia, berharap putrinya ingat panggilan cepat untuknya dan suaminya. "Yasmin harus tekan nomer 1, dan itu adalah panggilan cepat Mama sama Papa," jelas Yasmin. "Anak pintar, Mama Sayang Yasmin," puji Bu Silia, dengan menghadiahi Yasmin kecupan di kening. Lalu memeluk Yasmin penuh sayang. "Ehem ....!" Saat Bu Silia tengah memeluk Yasmin, Pak Baron yang baru saja turun dari tangga langsung menghampiri kedua wanita beda usia yang amat ia cintai. "Bolehkah Papa mendapatkan pelukan dari kalian berdua?" ucap Pak Baron, dengan nada pura-pura merajuk. "Papa ....!" Teriak Yasmin, begitu mendengar suara sang papa. Kemudian ia menghambur ke dalam pelukan kekar sang papa. "Wah, Putri Papa sekarang makin besar. Sedikit lagi pasti Papa tidak akan kuat menggendongmu, Sayang," canda Pak Baron dengan candaannya. "Benarkah, Pa. Apa Yasmin sekarang berat?" tanya Yasmin dengan polosnya. "Iya, Sayang," kekeh Pak Baron menggoda Yasmin. "Kalau seperti itu, Yasmin pengen kecilin badan Yasmin," ucap Yasmin, masih dengan nada polosnya. "Jangan! Jangan sampai mengecilkan badan kamu, Sayang. Karena kamu terlihat manis seperti ini," tolak Pak Baron. "Tapi, Papa bilang tidak akan kuat kalau nanti menggendong Yasmin. Jadi, Yasmin Ingin mengecilkan tubuh Yasmin," kekeh Yasmin. "Tidak boleh, Sayang. Papa tadi cuma bercanda, Papa akan selalu kuat menggendongmu meskipun nanti kamu semakin tumbuh dewasa," sesal Pak Baron, dengan ucapan sendiri tadi. Ia baru menyadari jika setiap ucapannya, akan di tanggapi oleh Yasmin karena sifat peka-nya. Ia pun berjanji akan lebih hati-hati dalam berbicara pada putrinya yang semakin hari semakin pintar, dan mengerti banyak hal. 'Sial, kenapa aku begitu bodoh mengatakan kalau tubuh Yasmin berat. Padahal yang kurasakan tubuhnya begitu ringan, dan aku sama sekali tidak merasakan berat. Tapi, mulutku ini yang tidak bisa mengontrol ucapan membuat dia sedih,' kesal Pak Baron pada dirinya sendiri. 'Mulai sekarang, aku tidak akan membuat Yasmin sedih hanya kata-kata tidak bermutu, aku hanya ingin melihat wajah cantiknya selalu mengembangkan senyuman. Tidak ada hal lain lagi,' janji Pak Baron. "Sayang, apa kita pergi sekarang. Ini sudah hampir setengah tiga sore, lho,'' Bu Silia mengingatkan Pak Baron, setelah ia puas melihat interaksi antara anak dan ayah. "Hampir aku lupa, Sayang," jawab Pak Baron pada sang istri. "Sayang! Papa pergi sama Mama dulu ya. Tidak lama kok, Papa sama Mama hanya melihat tempat pesta untuk nanti malam," pamit Pak Baron dengan kata-kata lembutnya. "Iya, Pa. Tadi Mama sudah memberitahu Yasmin," jawab Yasmin dengan polosnya. "Ya sudah, Papa sama Mama pergi dulu ya. Kamu hati-hati di rumah, jangan lupa memberi kabar kalau ada apa-apa denganmu, ya, Sayang," Pak Baron mengingatkan, dan sekaligus pamit pergi. Setelah itu ia mengecup kening Yasmin. "Mama juga pergi, ya, Sayang. Hati-hati di rumah," pamit Bu Silia, dan mengecup pipi kanan dan kiri Yasmin. ''Iya ... hati-hati Ma, Pa." "Jaga Yasmin, ya. Kalau ada apa-apa cepat hubungi saya," ucap Bu Silia pada Bik Minah. "Baik, Nyonya," patuh Bik Minah. *** Pak Baron dan Bu Silia sudah meninggalkan kediamannya lima menit yang lalu, kemudian terlihat mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan gerbang rumah Yasmin. Tidak lama, pria remaja tidak lain Damian baru saja keluar seraya menenteng paper bag di tangan kanannya. Ia begitu tidak sabar bertemu Yasmin, dengan senyuman dan degub jantung yang kian berlalu. Ia memberanikan diri menekan tombol di samping pintu gerbang. Tettt ... teettt! Satpam jaga yang mendengar suara bel, dengan bergegas berlari kemudian membukakan pintu gerbang. "Iya, ada yang bisa saya bantu Dek?" tanya Satpam ramah. "Saya mau bertemu, Yasmin," jawab Damian to the poin. Satpam melihat penampilan Damian dari atas hingga ke bawah, banyak pertanyaan dalam benaknya. Kenapa Damian datang mencari nonanya. 'Masa remaja ini mencari Non Yasmin, tidak mungkin dia teman kelasnya 'kan?' batin satpam bingung. ''Apa ada perlu dengan Non Yasmin, Dek? Kalau ada biar Paman sampaikan saja, ya," tanya satpam berhati-hati. "Saya ingin menemui Yasmin sendiri, bilang saja ada Kak Will datang. Pasti Yasmin mengerti, dan akan menemui saya," tolak, dan Damian berusaha menjelaskan. "Baiklah, kalau begitu saya sampaikan dulu ke Non Yasmin. Tunggu di sini sebentar," ucap satpam, setelah itu ia menutup pintu dan membiarkan Damian berdiri di depan gerbang. Satpam pun masuk ke dalam rumah, kebetulan Yasmin tengah menonton film kartun kesukaannya Doraemon. "Non Yasmin, ada seorang remaja bernama Kak Will tengah mencari Nona," lapor satpam. Yasmin yang mendengar penuturan satpam mengernyit heran, kenapa Damian bisa tahu alamat rumahnya dan tahu namanya? 'Kak Will! Kenapa bisa tahu alamat rumahku, padahal aku 'kan tidak pernah memberitahunya?' batin Yasmin bingung. "Di mana Kak Will sekarang paman?" tanya Yasmin dengan tidak sabaran, setelah ia berdiri dari duduknya. "Saya suruh menunggu di depan pintu gerbang, Non," jujur satpam. "Apa! Kenapa tidak di suruh masuk saja, Paman!" kesal Yasmin, setelah itu ia berlari keluar dan menuju gerbang yang lumayan jauh dari pintu utama rumahnya. Yasmin terus berlari, hingga napasnya mulai tersengal dan keringat dingin bercucuran di dahinya. Cekelek! "Kak Will ....!" Panggil Yasmin seraya terengah ketika ia baru membuka pintu gerbang dengan tangan mungilnya. Sedangkan Damian yang mendengar suara yang sangat dikenalinya, seketika mendongak tidak lupa senyuman indah terbit dari bibirnya. Namun, binar bahagia di wajah Damian seketika menjadi panik ketika melihat tubuh mungil itu sesaat akan tumbang. Dengan gerakan cepat, dan ia tidak mempedulikan paper bag-nya sengaja ia buang ke lantai. "Yasmin! Kamu tidak apa-apa?!" panik Damian begitu melihat wajah Yasmin memerah, dan napasnya memburu. Damian membawa Yasmin dalam rangkulan tangan kirinya, dan saat ini ia dalam posisi berlutut agar tubuh Yasmin tidak menyentuh tanah. Pandangannya terus mengarah ke wajah Yasmin, yang dipenuhi keringat. Padahal gadis kecil itu hanya berlari, tapi sudah membuatnya sangat lelah. "K-kak Will, datang ke mari," ucap Yasmin terbata, tanpa menjawab pertanyaan Damian yang diliputi perasaan khawatir. "Iya, aku datang." "Kamu kenapa terengah begini, lalu keringat ini? Apa kamu berlari tadi?!" tanya Damian bertubi, dan masih diliputi perasaan khawatir. Yasmin yang mendengar dan melihat ekspresi khawatir kakak tingkatnya, merasa tersentuh sekaligus senang. Mengingat selama ini yang sering mengkhawatirkan keadaannya hanya kedua orang tuanya. "Yasmin senang mendengar Kak Will datang, jadi Yasmin berlari ke mari," jawab Yasmin diiringi senyuman. "Kenapa berlari, hem?' ''Harusnya kamu berjalan saja, karena aku akan tetap di tempat sebelum memastikan kamu datang menemuiku,'' omel Damian terselip perasaan khawatir. "Apa ada yang sakit? Katakan, kalau ada biar kita ke rumah sakit sekarang, ya," tanya Damian yang mengingat jika gadis kecilnya mempunyai penyakit jantung. "Yasmin tidak apa-apa, Kak. Sebentar lagi pasti hilang, kok, rasa lelahnya. kak Will tenang saja," terang Yasmin, mencoba menenangkan rasa khawatir Damian. "Bisa bantuin Yasmin berdiri, kita ngobrol di dalam rumah saja," sambungnya. Tanpa menjawab Damian membantu Yasmin berdiri, dan tidak lama muncullah satpam dengan rasa khawatir tergambar jelas di wajahnya. ''Non Yasmin, kenapa berlari tadi. Apa Non Yasmin tidak apa-apa, apa ada yang Non keluhkan. Kalau ada biar saya hubungi Tuan dan Nyonya," panik satpam, terselip ketakutan akan dipecat bila tidak bisa menjaga amanah yang diberikan Pak Baron dan Bu Silia padanya. "Yasmin tidak apa-apa, Paman. Jangan menghubungi Papa sama Mama, ya," harap Yasmin, berusaha menenangkan rasa khawatir satpam rumahnya. "Ayo, Kak. Kita ke rumah," ajak Yasmin, dengan menoleh ke arah Damian. Damian yang tidak mau Yasmin kelelahan lagi, dan gerakan cepat ia langsung membopong Yasmin dalam gendongannya. Hupp! "Aaaa ....!" "Kak Will! Bikin Yasmin kaget!" kesal Yasmin setelah menghadiahi pukulan kecil di d**a Damian. "Aku tidak mau kamu kelelahan, Gadis Kecil. Jadi, biarkan aku menggendongmu sampai di dalam rumahmu," terang Damian, dengan senyuman lembutnya. "Paman! Bisa bawakan barang saya itu?" pinta Damian, setelah itu ia melangkah dengan hati-hati saat ia membopong Yasmin. Yasmin dengan polosnya mengalungkan tangan di leher Damian, karena ia takut jatuh. "Kak Will apa tidak keberatan saat menggendong Yasmin, kata Papa tadi tubuh Yasmin berat," ucap Yasmin dengan mengerucutkan bibirnya, ketika ia teringat ucapan Pak Baron tadi. "Tidak! Tubuhmu sama sekali tidak berat, malahan sangat ringan sekali. Jadi, memudahkanku untuk menggendongmu," jawab Damian mantap, tanpa ia merasa kelelahan. Mengingat seseorang yang ia gendong saat ini adalah gadis kecilnya, dan ia pun sangat bahagia. Untuk pertama kalinya ia melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan pada gadis mana pun. "Sekarang sudah sampai, apa kamu mau duduk di situ?" tanya Damian dengan suara lembutnya. "Iya, Yasmin pengen duduk di situ," jawab Yasmin, dengan dituruti Damian. Sedangkan satpam rumah Pak Baron mengikuti dalam diam, dan mendengar percakapan kedua anak remaja itu. Setelah mendudukkan Yasmin, Damian menerima paper bag yang sengaja ia bawa tadi. "Den, ini punya Aden," ucap satpam setelah memberikan paper bag, dan mengganti panggilan Damian dengan sebutan 'Den'. "Terima kasih, Paman," jawab Damian tulus. Setelah memberikan barang milik Damian, satpam pergi ke tempat tugasnya. Bik Minah yang kebetulan melihat ada orang datang, dan terlihat akrab dengan anak majikannya seketika bergegas membuatkan minuman dan membawakan makanan ringan untuk Yasmin dan Damian. "Ini buat kamu, Gadis Kecil" ucap Damian seraya mengulurkan paper bag. "Buat Yasmin, lagi?" tanya Yasmin dengan nada herannya. "Iya, sengaja aku membelikannya untukmu." "Tapi, hari ini Yasmin tidak sedang berulang tahun, Kak." "Tidak apa, Kakak senang membelikanmu ini, terimalah," harap Damian. "Ini juga sebagai ganti hadiah kamu yang di rampas preman itu." "Terima kasih, apa boleh Yasmin buka sekarang?" tanya Yasmin dengan tidak sabarannya. "Boleh, karena itu milikmu," jawab Damian seraya mengusak puncak kepala Yasmin penuh sayang. Yasmin dengan berbinar tidak sabaran membuka kado dari Damian detik berikutnya ia melihat kalung perak berbandul bulan sabit. "Indah sekali," bahagia Yasmin. "Apa kamu suka, Gadis Kecil?" "Iya ... Yasmin suka, Kak. Ini indah sekali." "Kalau begitu boleh aku memasangkan di lehermu?" izin Damian. "Iya, tentu saja Kakak harus memasangkannya," jawan Yasmin, seraya memandang netra Damian tepat di manik matanya. Degh! 'Aku akan gila jika terus memandang mata cokelat indah itu, kendalikan dirimu Willy,' batin Damian dengan degup jantung berdetak semakin keras. Dengan sedikit gemetar, Damian mencoba memasangkan kalung itu tepat di leher Yasmin. Setelah terpasang sempurna ia melihat kalung itu begitu pas dan cantik dipakai oleh Yasmin, hingga membuat ia merasa bangga telah berhasil menemukan kado yang tepat untuk gadis kecilnya. Saat hati Damian begitu berbunga-bunga, daddy dan Mammy-nya tengah menyiapkan kado untuk sahabat mereka. Terlihat kedua pasangan suami istri itu begitu bahagia, hingga keduanya tidak menyadari jika nyawa mereka dalam bahaya. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD