Chapter 2

1946 Words
Setelah kembali dari kantin, Kenize masih memikirkan apa maksud dari ucapan Acik sebelumnya. Apa yang akan terjadi sehingga dia harus bersiap-siap, atau apa yang harus dipersiapkan untuk hal yang akan terjadi? “Acik.” Panggil Kenzie pelan. Acik hanya menoleh pada Kenzie tanpa menjawab panggilan Kenzie. “Hmm, yang Acik maksud tadi apa?” tanya Kenzie dengan tatapan yang berharap mendapatkan jawaban. “Jiji harus siap-siap untuk apa?” tanya Kenzie lagi karna belum juga mendapat jawaban dari Acik. “Gua lagi baca.” Ujar Acik dingin sambil mengangkat bukunya ke hadapan Kenzie. “Jadi olong jangan ribut bisa?” ujar Acik dengan nada yang sangat mengintimidasi. Kenzie diam tak menjawab permintaan Acik. “Selalu gitu sama jiji. Kalau nanya gak pernah dijawab.” Ujar Kenzie dalam hati. “Kalau nanya lagi juga percuma gak bakal dijawab. Tapi jiji penasaran, jiji harus siap-siap apa?” batin jiji lagi dengan wajah kecewa. ===== Di kediaman Aldric. Artyn sedang duduk di sofa ruang keluarga bersama Acik yang sedang menatap layar tv yang memutarkan film kartun kesukaannya. “Mami, Mami.” Panggil Artyn saat melihat wujud Maminya yang baru saja keluar dari kamarnya. “Kenapa artyn?” tanya Dheera, Mami Artyn. Austin, Artyn dan Acik adalah anak dari Ken dan Dheera. “Mami sini deh artyn bilangin.” Ujar Artyn sambil menepuk kursi yang berada disebelah kirinya. “Kenapa hmm?” tanya Mami Dheera sambil berjalan kearah Putranya tersebut. “Duduk sini dulu.” Ujar Artyn kembali menepuk kursi disebelahnya. Mau tak mau Dheera duduk disebelah Putra tengahnya itu. “Artyn mau cerita deh, Mami gak sibuk kan?” tanya Artyn sambil menatap Mami nya. Dheera menggelengkan kepalanya tanda tidak sibuknya. Melihat itu Artyn tersenyum sumringah. “Jadi Mi, tadi kan di sekolah--.” “Gak usah ngadu lo!” potong Acik sambil menatap sinis Artyn. Dheera menoleh pada Acik bingung, “ Acik, gk boleh ngomong gitu.” Ujar Dheera mengingatkan. Acik hanya diam berusaha mengabaikan ucapan Maminya, tak berselang lama, Acik berdiri dan pergi masuk ke kamarnya. “Tu kan, makin anak Mami yang itu makin gak jelas.” Ujar Artyn saat Acik berjalan pergi tanpa pamit. “Artyn.” Tegur Dheera. “Hehehe, maaf Mami.” Ujar Artyn sambil cengengesan. “Tadi kamu mau cerita apa?” tanya Dheera setelah mengangguk mengiyakan ucapan maaf Artyn. “Ahh itu Mi, Acik.” Ujar Artyn sambil menunjuk ke arah kamar Acik yang berada di lantai 1, tak jauh dari mereka duduk. “Kenapa Acik?” tanya Dheera sambil mengernyit heran. “Hai Mami.” Sapa Austin yang baru tiba sambil mencium pipi Dheera. “Hai sayang.” tanya Dheera sambil mengelus wajah Austin yang duduk disebelahnya. Artyn memutar bola matanya malas. “Ada aja gangguan, padahal mau cerita juga!” kesal Artyn sembali melayangkan tatapan tajam pada Austin. “Lo mau cerita soal acik sama jiji pasti.” Tebak Austin membuat Artyn tersenyum sambil menjentikkan jarinya. “100 point untuk anda.” Ujar Artyn. “Acik sama kenzie kenapa? Berantem?” tanya Dheera menebak apa yang terjadi pada dua anak tersebut. “Biasa mi, bagi acik jiji itu transparant, gak terlihat, kalau diomongin gk pernah dijawab.” Jelas Artyn. Dheera menghela nafas panjang, hal ini memang selalu terjadi. “Terus nih mi tadi acik ngomong aneh lagi.” Ujar Aryn membuat Dheera kembali menatap dirinya. “Ngomong apa kali ini?” “Nyuruh jiji untuk siap-siap.” “Siap-siap untuk apa?” Aryn mengangkat bahunya singkat. “Acik gak bilang, pas ditanya acik langsung pergi.” Ujar Artyn membuat Dheera semakin menghela nafas akan sikap putrinya tersebut. “Dasar tukang ngadu!” cerca Acik yang kembali muncul dihadapan anak dan ibu tersebut. “Nah tu orangnya mi, tanya aja Mi.” Ujar Artyn sambil menunjuk Acik. “Acik..” panggil Dheera lembut sambil menatap Acik. “Acik gak mau bahas Mi, maaf.” Ujar Acik tanpa menoleh pada Dheera. “Oke kalau gak mau bahas. Tapi mami mau tanya kenapa acik selalu gitu sama kenzie nak?” tanya Dheera dengan nada yang benar-benar sangat lembut. Acik kembali terdiam tak berniat pertanyaan yang di ajukan oleh Maminya. “Mami heran deh, kalian semua udah temenan dari kecil sama kenzie, tapi kenapa cuman acik yang gak bisa temenan sama kenzie?” tanya Dheera. “Karna Acik gak mau.” Ujar Acik dengan nada tenang. “Oke, alasannya apa?” tanya Dheera lagi. “Nanti juga mami tau.” Ujar Acik lalu berlalu pergi ke dapaur. Dapur adalah tujuan Acik keluar dari kamar, bukan untuk mencerca Artyn si tukang adu ataupun menjawab pertanyaan yang diajukan Maminya mengenai Kenzie. “Tuh kan mi.. Aneh kan.” Ujar Artyn sambil menggelengkan kepalanya atas ketidaksopanan Acik. Dheera hanya diam dengan mata yang memperhatikan Acik. Dalam diamnya, Austin berdiri dan mengikuti Acik ke dapur. Di Dapur Acik sedang menuangkan s**u vanila yang diambilnya dari dalam kulkas ke gelas. “Cik.” Panggil Austin sembari menatap Acik. Acik menoleh pada Austin tanpa berbicara sepatah katapun. “Gua tau lo bisa liat masa depan, tapi bisa gak jangan seceplos tadi. Jiji gak tau kemampuan lo.” Ujar Austin dengan nada serius. Acik hanya menghela nafas,. Acik adalah seorang manusia yang diberikan kemampuan untuk melihat masa depan, masa yang belum terjadi. Tidak ada satu orangun yang tau tentang kemampuan Acik, kecuali Austin. “Terus bisa gak lo gak sedingin itu sama jiji?” sambung Austin mengabaikan helaan nafas Acik. “Bisa gak lo jangan ngurusin hidup gua?” tanya Acik tak kalah serius dari Austin. “Lo adek gua, jadi gua berhak ngurusin lo!” ujar Austin dengan nada tegas. “Tapi gk semua nya austin.” Ujar Acik kesal. “Whatever. Yang jelas gua ingetin lo sekali lagi. Jangan tunjukin kemampuan lo didepan jiji kalau lo masih sedingin itu sama jiji!” tegas Austin tak ingin dibantah. Acik hanya diam, dia tau sikap Austin yang ingin di dengar tapi tak mau mendengar. Apalagi jika hal itu adalah menentang ucapannya. “Selalu aja lebih penting jiji!” batin Acik. “Denger acik?” tanya Autin. “Iya!” Austin menatap Acik dengan senyum lembut sembari mengacak rambut acik. “Jangan sering sering pake kemampuan lo.” Ujar Austin pelan. Acik hanya diam, dia snagat ingin mengusir pria tukang atur yang ada dihadapannya saat ini. “Dijawab cik.” Ujar Austin. Lihat, dia benar-benar sanya menyebalkan. Tidak suka dibantah dan tidak suka ucapannya tdak di jawab atau di iyakan. Austin memang benar-benar pria penjajah. “Iya austin iya.” Ujar Acik pasrah. “Yaudah gua ke kamar dulu.” Ujar Austin yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Acik. Detik selanjutnya Austin beranjak dari dapur dengan segelas air mineral menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Acik hanya diam di tempatnya sembari menatap punggung bidang Austin. “Kenapa harus gua yang selalu diam. Bukan salah gua kan bisa ngeliat masa depan. Kalau bisa minta, gua mau ini kemampuan dihilangin.” Batin Acik sedih. ===== Malamnya setelah menyelesaikan makan malamnya, Kenzie mengirimkan sebuah pesan yang berisi pengumuman pen Grup chat -Heksagon- Pengumuman!! Jadwal jemput kenzie Senin : Austin Selasa : Kiel Rabu : Artyn Kamis : Zaidan Jumat : papi atau mami. Dengan adanya pengumuman ini, jiji harapkan Tidak ada yg berantem lagi tiap pagi!! Sekian dan terima kasih. 10 menit berlalu tapi tidak ada balasan apapun yang didapat dari 4 Pria yang selalu ribut sebelum berangkat sekolah. Kenzie Athena : Chat dari jiji dicuekin nih? Kenzie Athena : Hmm yaudah deh, besok jiji berangkat sama papi aja. 5 menit kemudian. Artyn Aldric : Jiji kuuu Artyn Aldric : Besok rabu kan ya, besok gua jemput ya ji jam 6.30 Kenzie hanya membaca tanpa menjawab pesan dari Artyn. Zaidan Park : Jiji Azkiel Bastian : Jiji Azkiel Bastian : Jiji where are you? Azkiel Bastian : Azki ganteng muncul nih Austin Aldric : Jijik gue sama yg diatas Kenzie lagi-lagi hanya membaca tanpa menjawab pesan. Artyn Aldric : Lahhh kok jiji cuman nge read? Artyn Aldric : Jiji marah ya? Artyn Aldric : Aelah jangan marah ji Tidak ada jawaban, Kenzie tidak menjawab salah satu pesanpun. ===== Tok..tok..tok.. Suara ketukan pintu menggema di kediaman Kenzie dan orng tuanya. Samar-samar terdengar suara yang saling bersautan menaggil nama panggilan Kenzie. “JIJI..” “JIJI..” “JIJI..” Tok..tok..tok. Suara ketukan kembali tergema sebelum aakhirnya seorang wanita paruh baya membuka pintu tersebut dan menyambut dengan senyum ramah. “Hai tante.” Sapa Azki ramah. “Ehh Azki.” “Jijinya ada tante?” tanya Artyn setelah menyapa Rosé, Mami Kenzie. Kenzie adalah sulung Rosé dan JK. “Ada ada. Di kamar nya, masuk aja.” Ujar Rosé mempersilahkan Azki, Artyn, Austin dan Zaidan masuk. “Boleh ke kamarnya kan tante?” tanya Zaidan,. “Boleh kok, kayak sama siapa aja kalian ini.” Jawab Rosé. Zaydan hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya. “Yaudah kalian naik aja ke kamar nya. Nanti tante suruh bibik nganterin minum ke kamar.” Ujar Rosé sambil tersenyum. “Makasih tante.” Ujar Austin lalu pamit pergi ke kamar Kenzie yang berada di lantai dua. Rosé tersneyum lembut sambil menganggukkan kepala. Setelahnya, Artyn, Azki dan Zaidan pamit menyusul Austin yang sudah lebih dahulu naik ke kamar Kenzie. Di kamar Kenzie, Kenzie sedang menatap lurus ke arah langit-langit kamarnya dengan wajah datar. Austin menghampiri Kenzie dan duduk di pinggir tempat tidur Kenzie. “Ji.” Panggil Austin sembari mengelus pipi Kenzie lembut. Kenzie yang menyadari kehadiaran Austim menoleh dan tersenyum dengan lebarnya. “Austin.” Panggil Kenzie dengan riang. “Kok Austin ke sini?” tanya Kenzie lagi. “Habis lo gak balas chat.” Ujar Austin kesal. Kenzie menikkan alisnya bingung. “Chat di Heksagon.” Ujar Austin lagi. Kenzie duduk dan menggapai hp nya yang nerada cukup jauh dari dirinya. “Ehhh sorry hp jiji gak kekunci makanya read gak balas.” Ujar Kenzie dengan muka merasa bersalah. “Gak ngambek kan berarti?” tanya Austin lagi. “Haaa?” tanya Kenzie bingung. Belum selesai dengan kebingungannya, Azki muncul dengan diambang pintu dengan Artyn dan Zaidan dibelakangnya mengalihkan fokus Kenzie. “Jiji.” Panggil Azki. “Ehh..” kaget Kenzie saat melihat Azki. “Jiji ku sayang.” Panggil Artyn sambil berjalan masuk ke dalam kamar Kenzie. Zaidan ikut masuk kedalam kamar Kenzie sambil melambai pada Kenzie dengan senyum lebarnya. “Semuanya pada kesini?” tanya Kenzie sambil menatap teman-temannya. “Iya.” Ujar Azki sambil menaiki tempat tidur Kenzie. “Kecuali acik pastinya.” Batin Kenzie. “Perkara lo cuman nge-read chat doang ini.” Ujar Azki kesal. “Sorry jiji--.” “Gak perlu minta maaf, Jiji princess gak boleh minta maaf.” ujar Artyn memotong ucapan Kenzie. “Jauhkan jiji dari artyn gaes, jangan sampai telinga jiji ternodai gombalan artyn.” Ujar Zaidan. “Sialan lo dan!” kesal Artyn. Kenzie menanggapi Zaidan dan Artyn dengan tertawa lembut. “Eeeh iya jangan lupa yg jiji bilang tadi ya.” Ujar Kenzie mmebuat 4 pasang mata menoleh pada Kenzie. “Apa ji?” tanya Azki dengan kedua alis yang menyatu. “Jadwal jemput jiji kiel. Jiji tuh capek liat kalian tiap pagi ribut di grup, makanya jiji buat aja jadwal.” Ujar Kenzie menjelaskan. Azki menganggukan kepalanya. “Gua hari apa ji?” tanya Azki setelahnya. “Kiel gak baca chat jiji?” tanya Kenzie sambil memanyunkan bibirnya. “Hmm, baca sekilas.” “Kiel..” Rengek Kenzie lucu. “Azki ji.” Kenzie mengendus kesal. “Jadi gua hari apa ji?” tanya Azki lagi. Kenzie menghela nafas panjang, sepertinya dia harus benar-benar bersabar dengan kondisi teman-temannya. “Sabar ji sabar.” “Jawab ji.” Tuntun Azki. “Selasa kiel!” ujar Kenzie kesal. “Ohh oke oke.” “Tapi Ji, kok austin harus yg pertama sih? Kenapa gk gua aja?” tanya Artyn tak terima dengan jadwal yang diberi Kenzie. “Karna hari senin itu upacara. Jiji harus berangkat cepet, kalau sama Ar nanti yang ada jiji telat.” Ujar Kenzie sambil menatap Artyn. “Padahal kan gua bisa on time kalau lo yg minta ji.” Ujar Artyn kembali memberi penolakan. “Gak usah Ar, jiji sama Austin aja.” Ujar Kenzie sambil tersenyum ramah pada Artyn. “Yaudah deh.” Ujar Artyn pasrah. “Muka lo sok imut tin.” Ujar Azki menatap jijik sepupunya. “Terus kenapa gua harus terakhir?” tanya Zaidan tak terima. “Anak kecil emang harus terakhir idan.” “Gak terima gua ji deskriminasi umur ini namanya!” “Terima aja nasib lo udah.” Ujar Artyn pada Zaidan. “Gak bisa gitu dong!” ujar Zaidan masih tidak terima. “Terima aja dan!” ujar Austin ambil bagian dalam obrolan. “Iya iya!” “Kok sama Austin aja lo nurut Dan? Kok sama gua enggak?!” ujar Artyn yang tak terima. “Karna hidup Austin lebih lurus dibanding hidup lo/ “Sia---.” “Jangan ngomong kasar dikamar gua Ar.” Tegur Kenzie sebelum Artyn benar-benar akan mencerca Zaidan. Artyn menghela nafasa sambil memberi senyum lebar pada Kenzie. “Oke jiji, untung yang bilang jiji jadi bisa direm. Coba yg bilang lo lo pada males gila gua.” Ujar Artyn sembari melemmparkan tatapan pada Austin, Azki dan Zaidan. “Ngalus terusss, kalah blender sama lo.” Ujar Azki. Kenzie tertawa melihat wajah kesal Azki dan senyum pepsodent Artyn. “Ini lah mereka, orang orang yang gua sebut sahabat. Orang yang selalu nyiapin waktu buat gua bahkan disaat gue belum bilang kalau gua butuh mereka.” Ujar Kenzie dalam hati. “17 tahun persahabatan ini buat gua ngerasa nyaman sama mereka dan bisa buat gua berfikir gua gak butuh teman lain kecuali mereka.” Sambungnya lagi. “Hmm gaes.” Ujar Kenzie membuat semua mata tertuju pada kenzie. “Kalian gk pada pengen punya pacar?” tanya Kenzie sambil menatap teman-temannya. “Dan selama 17 tahun persahabatan gua sama mereka. Gua belum pernah liat mereka pacaran.” Batin Kenzie lagi. “Gak, gua entar langsung nikah aja.” Ujar Austin asal. “Gua pengen. Tapi nanti kalau lo udah mau pacaran.” Ujar Azki sambil menatap Kenzie. “Gua pengen. Tapi lo pengen gak?” tanya Artyn sambil senyum menggodad Kenzie. “Gue pengen tapi belum 17 tahun.” Ujar Zaidan berlasan. “Ya tuhan kenapa teman jiji gini amat.” Ujar Kenzie dnegan menghela nafas panjang berkali-klai .. .. Bersambung  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD