Bab 4

4690 Words
Ia menangis terisak-isak menahan rindu. Ia rindu Dylannya. Ia juga tidak tahan berpisah dari Mamanya walaupun hanya untuk seminggu. Bilang saja Helena lebay dan berlebihan, tapi ia memang tidak tahan berada jauh-jauh dari orang yang dia sayang. Gadis dengan mata sembab dan kedua pipi yang basah itu akhirnya tertidur dengan layar ponselnya yang masih menampilkan room chat antara dirinya dan pacarnya. ** Helena terbangun saat ponselnya bergetar di atas dadanya. Sudah berapa jam ia tertidur? Kedua matanya yang sipit akibat menangis tadi melihat ke arah jendela dan ternyata hari sudah gelap. Ponselnya masih bergetar, ada panggilan masuk dari Dania. Dengan cepat ia mengangkat telfon tersebut sebelum mati. “Iya Dan?” sapa Helena dengan suara orang khas baru bangun tidur. Ia menyingkirkan rambutnya yang menutupi setengah wajahnya. “Dih lo tidur berapa lama bodoh? Daritadi gue telfonin gak lo angkat!” sembur Dania dari seberang sana. “Bacot Tante. Kenapa?” tanya Helena. “Eh Tante Fio pulang masih maleman kan? Rumah Anggi yok daripada lo gabut di sana.” Ajaknya. Helena tampak menimang-nimang ajakan Dania. Ia perlahan mengambil posisi duduk, kepalanya sedikit pusing entah karena kebanyakan menangis atau karena tertidur. “Yaudah tapi gue belom mandi. Lo duluan aja.” ujar Helena sambil menguap. Dania berdecih, “Yeee yaudah. Gue setengah jam lagi otw rumah dia, lo cepetan ya!” ujarnya yang hanya diiyakan saja oleh Helena. Gadis itu menutup sepihak telfonnya sebelum Dania kembali mengoceh. Kepalanya sudah sakit dan dirinya tidak ingin bertambah pusing mendengar ocehan sahabatnya itu. Dengan langkah gontai, Helena beranjak mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia merasa sedikit mendingan setelah kepalanya terkena showeran air dingin. Ia sengaja keramas karena sudah beberapa hari ini rambutnya sedikit berminyak. Kurang lebih setengah jam, Helena keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Tubuhnya sedikit menggigil karena pendingin ruangan di kamarnya belum ia matikan sejak ia masuk ke kamar. Tangannya mengambil baju dan celana di tumpukan paling atas. Jadilah ia memakai kaos lengan panjang berwarna krem dengan baggy pants berwarna hitam. Ia memutuskan untuk mengeringkan rambutnya terlebih dahulu dengan hair dryer. Setelah kurang lebih setengah jam bersiap-siap, dirinya mengirim pesan ke grup chat mereka bertiga yang diberi nama “Selebgram amatir”. Helena Diandra: Gue otw ya gaissss Dania Prescilla: Ya tayyiba lama amat anjir kita berdua mau pesen makan nungguin lo doang Anggiana K: Buruan b**o Na Dania Prescilla: Cepetan gue pengen gibahin temen sekelas gue cepet! Ada skandal! Helena Diandra: Dih najis lo berdua. Iya ini mau berangkat. Kalian pesen aja makanannya ok? Anggiana K: iye buruann Helena memasukkan ponselnya ke dalam sling bag hitam yang ia selempang. Sebelumnya dirinya sudah mengabari Fio bahwa ia ingin bermain ke rumah Anggi. Ia meraih helm yang selalu ia letakkan di bawah kursi ruang tamu lalu mengeluarkan motornya dari garasi, tak lupa mengunci pintu depan dan garasi serta pagar. “Assalamualaikum.” Ucap Helena sambil mengetuk pintu. Tak kunjung mendapat jawaban, ia menelfon Anggi yang tak lama kemudian muncul bersama Dania di baliknya. “Lama anjir makanannya barusan dateng, masuk lo!” seru Anggi dengan nada bercanda. Helena terkekeh, “Yaelah lebay lo.” Mereka bertiga kini menuju kamar Anggi yang terbilang luas, malah paling luas di antara mereka bertiga. Anggi mempunyai dua saudara laki-laki yang lebih tua darinya dan seorang adik laki-laki. Ia bisa dibilang anak perempuan satu-satunya maka dirinya lah yang sering dimanjakan oleh keluarganya. Terkadang Helena iri melihat kelengkapan keluarga sahabatnya itu tapi ia juga tetap bersyukur walaupun hanya memiliki Lia. Toh Om dan Tantenya juga tak kalah baik dalam memanjakannya. “Orang tua lo mana? Adek lo?” tanya Helena. “Biasa lagi jalan-jalan bertiga, tadi gue diajak tapi males.” Jawab Anggi sambil selonjoran di sofa kamarnya. “Abang-abang lo?” tanyanya lagi. “Biasa satu lagi sibuk ngebucin, satunya sibuk ngegame tuh. Kenapa? Lo naksir abang Farhan?” Farhan adalah abang kedua Anggi yang super pendiam. Kerjanya hanya main game dan skripsian, maklum mahasiswa tingkat akhir. Abang yang pertama bernama Fajar yang kini sudah bekerja dan bertunangan dengan pacarnya. Rencananya mereka akan menikah tahun depan. “Mulut lo ye!” ujar Helena setengah kesal. Ia takut abang Anggi itu mendengar dan mengira ia betulan naksir. Anggi tertawa, “Eh makan dulu atau main game?” “Game yuk!” sahut Dania semangat. Ia baru saja selesai membalas pesan dari entah siapa. “Game apaan? Mending makan!” ujar Helena tidak setuju. “Ih lo mah dari siang tadi anjir! Helena ngeselin!” “Ya rabb gue mulu.” Ujar Helena sambil terkekeh. Ia sangat suka menjaili Dania karena gadis itu mudah terpancing. “Yaudah, game aja deh, ngalah gue.” Sahut Helena akhirnya. Dania langsung tersenyum lebar sembari memeletkan lidahnya ke arah Helena. “Truth or dare gimana?” usul Anggi. “Boleh deh boleh.” Ujar keduanya. “Siapa dulu?” tanya Anggi lagi. “Spin bottle aja gimana? Jadi entar gue muter botol terus nanti kepala botolnya berhenti di siapa nah dia yang kalah. Dia harus milih truth apa dare.” Jelas Dania. Anggi dan Helena mengangguk setuju. Anggi mengambil botol kosong di atas nakas lalu memutarnya yang perlahan berhenti di Helena. “Truth atau dare?” tanya Anggi. Helena tampak berpikir sebentar, “Truth deh,” “Lo baper beneran gak sama pacar RP lo?” tanya Anggi. “Hah? Gak tau sih tapi belakangan ini gue galau gak ada dia.” jawab Helena jujur. “Gantian gue ya. Lo gak ada rencana ninggalin RP?” tanya Dania “Engga dalam waktu dekat ini.” Jawab Helena dengan jujur. Ia memang tidak berniat meninggalkan dunia palsu itu. Masih terlalu susah untuknya meninggalkan teman-teman virtualnya. Apalagi Dylan. Ketiganya terdiam sejenak lalu Helena memutar botol yang ternyata berhenti di Dania. “Truth or dare?” tanya Helena. “Truth aja deh males gue dare kalian aneh-aneh pasti.” “Sotoy! Ini deh, tadi lo mau bilang skandal apa?” tanya Anggi penasaran. “Oh iya! Tau gak sih ternyata temen gue di kelas sebut aja Siti, masa dia pacaran sama dosen gue anjir!” “Terus apa yang salah?” tanya Helena. “Dih dosen gue udah punya istri b**o!” jawab Dania lagi. “Anjir serem mainan temen lo!” komentar Anggi sambil terkekeh. “Gue ya gantian nanya. Lo main rp Dan?” tanya Helena. Pertanyaan itu terlontar begitu saja sejak dirinya begitu penasaran dengan notifikasi yang masuk ke ponsel Dania waktu itu. Untuk sesaat ruangan itu hening. Suasana berubah menjadi canggung terlebih Dania tidak bersuara sementara Anggi dan Helena menunggu jawaban sahabat mereka itu. “Lo buka-buka hp gue?” tanya Dania dengan nada tidak bersahabat. Helena sedikit terkejut begitupula Anggi. Game mereka ini seperti malapetaka bagi ketiganya. “Eh maaf Dan, gue gak sengaja waktu itu. Lo kan lagi ke kamar mandi terus tau-tau hp lo layarnya hidup, ya gue intip dikit kan, terus kayak ada notif dari akun RP gitu.” “Walaupun lo penasaran gak seharusnya lo lancang liat-liat hp gue, Na.” ujar Dania masih dengan nada yang sama. Matanya menatap Helena penuh emosi. “Jangan berantem dong guys.” Sahut Anggi berusaha menengahi. Helena merasa bersalah, ia memegang tangan Dania yang ternyata berkeringat. “Dan, sumpah gue minta maaf. Gue juga gak masalah lo mau main RP apa engga.” “Gue gak suka privasi gue lo ganggu, Na. Gak sopan.” Dania beranjak keluar kamar setelah mengatakan itu yang disusul oleh Anggi. Helena terdiam masih tidak bisa mencerna apa yang barusan terjadi. Dania marah padanya karena ia bertanya seperti itu? Seketika dia teringat hubungannya dengan Dania tadi siang sampai beberapa menit yang lalu masih baik-baik saja. Kini? Dia bahkan takut untuk menyusul sahabatnya yang tiba-tiba mengambil totebagnya dan beranjak meninggalkan kamar. “Puas lo? Dania gak mau ngomong sama kita lagi. Kenapa sih hidup lo gak bisa jauh-jauh dari RP? Sampai sahabat lo sendiri aja lo tuduh main RP.” Kata Anggi dengan nada kesal. Ia kesal rencananya untuk bersenang-senang bersama kedua sahabatnya tidak berjalan mulus. “Apa yang salah dengan main RP? Justru temen-temen RP terkadang lebih bisa ngertiin gue ketimbang temen-temen gue di RL.” Setelah mengatakan itu, Helena ikut beranjak pergi dari kamar Anggi. Masalahnya dengan Dylan dan Absennya Lia untuk seminggu kedepan sudah cukup membuatnya pusing. Ia tidak ingin menambahnya dengan masalah yang terjadi antara dirinya dan kedua sahabatnya. Untuk kedua kalinya, kedua mata coklat gadis itu mengeluarkan air mata. Ia hanya butuh tidur. Ia berharap keesokan paginya semua akan baik-baik saja. Setidaknya ia berharap begitu. ** “Bangun, Na. Kata Mama kamu hari ini kamu ada kelas pagi kan?” Gadis itu bangun dari tidurnya setelah merasakan tepukan pelan di pipinya. Kedua matanya terbuka perlahan dan mendapati wanita berusia hampir tiga puluh tengah tersenyum padanya. “Gak jadi, Tan. Dosen Helena ada seminar di luar kota. Agak sorean baru ada kelas lagi jam tiga.” Jelas Helena dengan suara khas baru bangun tidur. Fio hanya beroh ria, “Kamu mau lanjut tidur atau sarapan?” “Mau tidur lagi aja Tante.” Helena nyengir sambil memeluk guling. Fio hanya geleng-geleng kepala tapi tetap tersenyum lembut. Fiokina memang sosok wanita berhati lembut dan murah senyum. Helena jarang melihat Tantenya itu dalam keadaan murung. “Yaudah, kalau udah bangun langsung sarapan ya. Tante keluar dulu.” Dirinya sempat mengelus rambut keponakannya itu sebelum beranjak keluar kamar. Saat terdengar pintu sudah menutup, Helena memejamkan matanya. Ia memang masih mengantuk karena baru bisa tertidur pukul dua pagi. Dirinya masih belum bisa mencerna apa yang sudah terjadi antara dirinya dan kedua sahabatnya di rumah Anggi. Ia bingung harus bagaimana, di lain sisi, ia juga tersinggung mendengar perkataan Anggi yang menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa mereka. “Gue cuma nanya, gak ada maksud apa-apa.” batinnya. Ia menghembuskan napas kasar saat dirinya tidak bisa kembali tertidur. Pikirannya sudah bercabang kemana-mana. Andai ada Dylan, dirinya pasti terhibur sejenak untuk melupakan masalahnya dengan kedua sahabatnya. Andai ada Lia, Mamanya, ia pasti sudah bercerita untuk meringankan beban pikirannya. Air matanya keluar begitu saja saat ia menyadari bahwa sekarang ia benar-benar sendirian. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tangannya bergerak menghapus air matanya sebelum membasahi bantalnya. Ia memutuskan untuk mengambil posisi duduk sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Diliriknya ponselnya yang ia charge semalaman. Tangannya memutuskan untuk mengecek notifikasi yang ia yakini tidak ada yang masuk, tapi seketika dahinya mengernyit saat sebuah notifikasi masuk dari salah satu kakak tingkatnya yang juga sekaligus menjadi ketus HIMA jurusannya itu. “Assalamualaikum Helena.” Begitu isi pesan yang masuk ke ponselnya jam tiga pagi tadi. “Ngapain nih orang jam tiga pagi ngechat?” tanyanya kepada diri sendiri. Ia lalu mengetikkan balasan untuk kakak tingkatnya itu. “Waalaikumsalam. Iya Kak? Maaf semalem udah tidur pas Kak Dewa ngechat hehe.” Setelah pesannya terkirim, ia meletakkan ponselnya di atas nakas lalu melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Gadis itu keluar dengan wajah yang lebih segar setelah menghabiskan waktu kurang lebih lima belas menit. Dirinya melihat ponselnya lagi kalau-kalau ada balasan dari kakak tingkatnya yang bernama Dewa itu, namun nihil. Ia mengedikkan bahunya dan memilih untuk sarapan terlebih dahulu. Helena mengedarkan pandangannya ke seisi rumahnya dan mendapati Fio, Tantenya itu, sedang menggunting kuku di ruang TV masih lengkap dengan baju tidurnya. Wanita itu menoleh saat Helena melewati ruang TV untuk ke dapur, “Mau sarapan ya? Tuh ada roti sama selai coklat kesukaan kamu. Tadi Tante mau bikinin s**u anget takutnya keburu dingin, bikin sendiri ya?” ujar Fio sambil masih menggunting kuku. “Iya, Tante. Makasih lho, mau-mau aja lagi direpotin Helena.” Balas Helena sambil terkekeh. Fio berdecak pelan, “Repot darimana sih, Na.” Tidak ada balasan dari keponakannya itu karena sekarang gadis itu sudah sibuk mengoleskan selai ke rotinya. Setelah itu, ia membuat segelas s**u coklat hangat lalu dibawanya ke ruang TV. Helena mengambil duduk di samping Fio yang kini juga menyeruput teh hangatnya sambil memindah-mindahkan saluran TV. “Kok Mama belum video call juga ya Tan.” Ujar Helena membuka pembicaraan. Fio menoleh lalu terkekeh pelan, “Lagi sibuk banget kayaknya itu. Nanti juga hubungin kamu, sabar aja dulu ya?” Helena hanya diam sambil memakan rotinya, kedua matanya fokus ke arah TV namun pikirannya masih tentang Dylan dan kedua sahabatnya itu. Semalam ia berusaha menghubungi Dania namun tidak ada balasan dari gadis itu. Dirinya sudah berusaha menelpon sampai puluhan kali namun tak pernah diangkat oleh sahabatnya itu. “Na, nanti Tante mau reuni bareng temen-temen Tante waktu di kampus dulu. Kamu gapapa ditinggal? Atau mau ikut?” Helena menggeleng, “Engga Tante, Helena di rumah aja. Lagian nanti masih ada kelas.” Tolak gadis itu halus yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Fio. “Temen kamu siapa itu namanya? Danila? Dia gak kesini?” tanya Fio lagi. “Dania, Tante. Enggak kayaknya, dia ada urusan di kampus jadi gak bisa kesini.” Helena berbohong. Ia tidak mau Tantenya tahu mereka sedang ada masalah pribadi. Setelah meneguk susunya sampai habis, Helena berjalan ke dapur untuk membersihkan piring dan gelas bekas ia sarapan. Saat gadis itu kembali ke ruang TV, Tantenya sudah tidak di sana. “Mungkin ke kamar,” batinnya. Ia sendiri pun berjalan menuju kamarnya dan saat mengecek ponselnya, terdapat beberapa pesan dari kakak tingkatnya itu. “Kamu bisa ke kampus jam satu siang nanti? Ada rapat dadakan.” “Halo?” “Bisa?” “Na?” “Saya harap kamu dateng ya karena kamu sekretaris utama. Kita mau bahas acara malam keakraban mahasiswa yang baru masuk.” “Saya tunggu.” Helena meringis saat melihat pesan-pesan tersebut. Ia merasa tidak enak karena terlambat merespon. Ia mengetikkan balasan pesan setelah sebelumnya menghela napas dan membaca basmalah karena kakak tingkatnya itu tergolong orang yang tidak suka pesannya dibalas lama. “Maaf Kak, tadi saya sarapan dulu soalnya perut saya sakit. Nanti saya dateng tepat waktu Kak. Terima kasih infonya.” Setelah mengirim pesan itu, dirinya melirik jam pada ponselnya yang menunjukkan pukul sepuluh. Masih beberapa jam lagi sebelum rapat diadakan. Jujur, ia sedikit merasa gugup karena ia akan bertemu Anggi di sana. Sahabatnya itu menjabat sebagai bendahara utama dan ia yakin Anggi juga pasti akan datang. Ia sedikit belum siap untuk bertemu sahabatnya itu sejak perkataan yang keduanya ucapkan ke satu sama lain. Ia tampak menimang-nimang keputusannya sebelum akhirnya tangannya bergerak mencari kontak Anggi di ponselnya, “Nggi, nanti rapat dateng?” Sent! Helena sedikit gugup, lama ia menunggu dengan gelisah balasan dari sahabatnya itu. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan jantungnya seketika deg-degan saat Anggi membalas pesannya. Ia kira sahabatnya itu enggan membalas pesan-pesannya lagi seperti yang Dania lakukan. “Iya.” Gadis bermata coklat itu hanya menghela napas kecewa ketika membaca balasan super singkat dari sahabatnya itu. Biasanya Anggi akan membalas pesannya dengan menanyakan dirinya kembali atau sekedar mengajaknya nongkrong di perpustakaan atau di kantin fakultas setelah rapat usai. Ia memutuskan untuk membacanya saja tanpa berniat membalas. Kakinya berjalan mengambil handuk di gantungan dan bergegas mandi. Setengah jam kemudian Helena keluar dengan memakai handuk, ia berjalan mengambil pakaian yang akan ia kenakan ke kampus. Pilihannya jatuh pada sweater abu-abu yang berukuran oversize serta celana bahan berwarna hitam. Ia memasukkan peralatan kuliahnya seperti binder dan buku materi ke dalam totebag, tak lupa ia juga memasukkan dompet dan parfumnya yang sebelumnya sudah ia semprotkan. Sekitar setengah jam ia sudah selesai berdandan. Helena bukanlah tipikal gadis yang suka merias diri berlebihan, menurutnya memakai pelembab dan sunscreen sudah cukup. Ia hanya memoleskan lip cream sebagai tambahannya. “Lho udah mau ke kampus?” tanya Fio yang juga sudah berpakaian rapi. Tantenya itu menggunakan blouse berwarna hijau turquoise yang dipadu padankan dengan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa ia menyandang tas kulit hitamnya. Rambutnya yang di cat berwarna coklat gelap itu dibiarkan tergerai rapi. Fio sangat cantik dan anggun, Helena bingung kenapa Tantenya tak kunjung menikah. “Iya, Tante. Soalnya ada rapat HIMA dadakan.” Jawab Helena. “Mau bareng aja?” tawar Fio pada keponakannya itu. Helena menggeleng, “Gak usah Tante, Helena bawa motor aja. Oh, iya ini kunci cadangan rumah kalau-kalau nanti Helena belum di rumah pas Tante udah pulang.” Fio menerima kunci yang diberi gantungan Mickey Mouse dari Helena, “Emang pulang malem?” “Jaga-jaga aja Tante.” Sebenarnya Helena hanya malas berjalan ke pintu depan untuk membukakan pintu seperti kejadian kemarin malam. Fio yang pulang hampir jam sepuluh mengirim pesan beruntun padanya untuk membukakan pintu dan dirinya yang kehilangan mood untuk bergerak satu cm saja dari kasurnya merasa sedikit kesal karenanya. “Yaudah, Helena pergi ya Tan? Assalamualaikum.” Sambung gadis itu sambil menyalim tangan Fio yang juga membalas salamnya. “Kalau pulang larut kabarin Tante, ya?” ucap Fio saat Helena berjalan ke arah pintu depan. “Iya, Tante. Nanti Helena kabarin lewat WA ya?” teriak Helena dari luar. Tak lama kemudian terdengar suara motor yang perlahan menghilang tanda gadis itu sudah pergi. ** Sesampainya di kampus, Helena meletakkan helmnya di parkiran dan berjalan ke arah sekretariat HIMA yang berada tak jauh dari parkiran. Dari kejauhan ia melihat Anggi dari arah parkiran mobil yang kini juga berjalan ke arah sekretariat sambil menenteng totebag berwarna kuning palem. Saat di dalam sekretariat yang sudah dipenuhi oleh anggota-anggota lainnya, Helena mengambil duduk di sebelah gadis berhijab yang Helena biasa panggil dengan nama Vanessa. Mereka saling kenal satu sama lain namun tidak pernah bertemu di kelas yang sama. “Udah mulai Nes?” tanya Helena. Ia mengedarkan pandangannya dan berhenti pada Anggi yang juga ikut memandangnya sekilas. Raut wajahnya tidak bersahabat saat menatap Helena menandakan ia masih marah atas apa yang terjadi di rumahnya kemarin. “Belum kok. Kak Dewa tadi dipanggil Pak Salam ke kantor jurusan.” Jawab Vanessa sambil membetulkan hijabnya. Pak salam merupakan Dekan I yang menjadi dosen pembimbing acara mereka nanti. Setelahnya tidak ada percakapan yang berarti dan rapat pun dimulai saat Dewa datang membawa kertas-kertas berisikan agenda acara mereka nanti. “Assalamualaikum, semuanya. Saya, Dewa, selaku ketua HIMA dan ketua pelaksana acara malam keakraban untuk mahasiswa baru nanti dengan resmi membuka rapat kita pada hari ini.” Suaranya terdengar santai tapi tegas. Ia melirik anggota-anggotanya yang kini memperhatikannya dengan saksama. Helena sendiri sudah siap dengan pulpen dan kertas coretannya, kalau-kalau ada informasi penting yang harus ia catat selama rapat berlangsung. Ia melirik Anggi sekilas yang ikut memperhatikan Dewa berbicara di depan. “Helena, silahkan maju kesini. Anggi selaku bendahara utama juga silahkan ke depan.” Seru Dewa membuat keduanya tersentak kaget. Kondisi berubah canggung di antara keduanya saat mereka berdiri bersama Dewa di depan. “Untuk Helena, saya minta tolong ke kamu untuk mencatat nama-nama di setiap seksi baik seksi acara, konsumsi, perlengkapan, humas, dokumentasi, dan keamanan lalu berikan ke saya. Sementara, Anggi, saya mau kamu mendata semua nama-nama mahasiswa baru di jurusan kita lalu menagih biaya yang mereka tanggung untuk acara ini, jika merasa kesulitan mendata nama-namanya, kamu bisa minta tolong Helena atau ke kantor jurusan dan temui Bu Arum selaku staff administrasi fakultas. Apa instruksi saya jelas untuk kalian berdua?” jelas Dewa panjang lebar yang diakhiri dengan pertanyaan. Keduanya mengangguk, “Baik, kalian boleh ke tempat kalian masing-masing. Saya tunggu tiga hari lagi semuanya sudah diserahkan pada saya.” Ujar Dewa menambahkan yang lagi-lagi dibalas anggukan. Kurang lebih satu jam setengah mereka mengadakan rapat. Pikiran Helena sedikit teralihkan dengan kesibukannya mendata nama-nama anggota HIMA yang berpartisipasi dalam acara tersebut. Anggi sendiri juga sibuk memikirkan apa ia harus meminta tolong Helena atau menemui Bu Arum yang dikenal bertele-tele dalam menolong mahasiswa. “Terima kasih atas waktu kalian yang menyempatkan hadir dalam rapat kali ini. Semoga acara kita sukses dan berjalan lancar nantinya. Saya tutup dengan wassalamualaikum.” Tutup Dewa. Seluruh anggota dengan tertib keluar dari sekretariat termasuk Anggi dan Helena yang kini menuju kelas karena sebentar lagi dosen mereka akan masuk. Anggi sengaja berjalan cepat menghindari Helena, ia tidak mau terjebak dalam suasana canggung seperti dalam rapat tadi. Helena yang mengerti tingkah laku sahabatnya itu juga sengaja berjalan lebih lambat. Ia menghela napas saat mendapat tempat duduk yang kosong di samping Anggi karena memang mereka berdua lah yang belum tiba di kelas. Keduanya tidak berbicara satu sama lain. Sibuk dengan gengsi masing-masing. Baik Helena dan Anggi, keduanya sama-sama mengabaikan satu sama lain. Diam-diam Helena menghela napas lega saat kelas selesai lebih cepat. Dosennya yang bernama Bu Diana itu memang selalu menyelesaikan jam mengajarnya lebih awal. Helena keluar duluan saat Anggi masih sibuk membereskan alat tulisnya ke dalam tas. Diam-diam saat semua orang sudah keluar dari kelas, kedua mata gadis itu berkaca-kaca. Ia rindu sahabatnya tapi ia malu untuk menyapa Helena duluan karena perkataan Helena kemarin malam menamparnya keras. Ia merasa dirinya adalah teman yang buruk bagi Helena. “Apa dia betah main RP karena gue atau Dania kurang peduli sama dia?” begitu pikirnya saat Helena keluar dari rumahnya malam itu. Anggi menghela napas kasar, cepat atau lambat, ia harus meminta maaf pada Helena. Ia juga berjanji pada dirinya sendiri untuk membantu Helena dan Dania kembali berbaikan. Lamunannya terbuyar saat ada pesan masuk di notifikasinya. “Sayang, udah kelar kuliahnya? /peluk kamu/” Anggi tersenyum, ia menghapus air matanya dan membalas pesan tersebut. “Udah sayang, aku pulang dulu ya. /peluk kamu balik/” kedua kaki jenjangnya berjalan keluar kelas sebelum hari makin sore. Ia memegang erat janjinya tadi. Mungkin tidak sekarang. Karena menurutnya, mereka bertiga kini butuh waktu untuk sendiri. **             Sudah beberapa hari ini Helena, Anggi, maupun Dania tidak bertegur sapa. Ketiganya sibuk dengan urusan masing-masing. Dania juga anggota HIMA di jurusannya yang mana dirinya juga sibuk mempersiapkan acara malam keakraban untuk mahasiswa baru di jurusannya. Helena yang mendapat tugas untuk mendata nama teman-temannya kini sibuk merampungkan tugasnya itu karena akan diberikan pada Dewa keesokan harinya. Kedua tangannya sibuk mengetikkan data berisi nama-nama di berbagai seksi acara jurusan mereka yang sebelumnya telah ia tulis di buku coretannya. Sesekali ia menyeruput s**u coklat hangat favoritnya saat dirinya malas melanjutkan tugasnya itu. Matanya melirik ke arah ponsel rose goldnya itu ketika tiba-tiba layarnya hidup menandakan adanya notifikasi yang masuk. Sebuah pesan dari grup chat RPnya yang ia putuskan untuk tidak dibaca, tidak sebelum tugas sekretarisnya ini selesai ia kerjakan. “Ah ya Allah kelar juga akhirnya!” seru Helena menghela napas lega saat mengklik opsi shut down pada layar laptopnya. Ia berjalan ke arah kasurnya setelah memasukkan laptop putih kesayangannya itu ke dalam tas. Matanya bergerak aktif membaca pesan-pesan yang masuk ke ponselnya sementara jempol kanannya sudah asyik menscroll layar. Sesekali ia tersenyum saat menemukan hal-hal lucu yang diposting di sosial media. “Hah? Apaan nih?” gumamnya pada diri sendiri saat membuka notifikasi grup chat yang tadi ia abaikan saat mengerjakan instruksi dari ketua HIMAnya itu. Ia perlahan mulai membaca pesan dari grup tersebut yang ternyata sudah berjumlah puluhan. Kedua jempolnya tergerak untuk mengetikkan sesuatu saat dirinya sudah selesai membaca pesan-pesan tersebut. “Kita mau bikin party?” begitu isi pesan dari Helena yang tak lama kemudian di balas oleh akun dengan foto gadis berambut panjang yang memakai efek black and white di profilnya. Terlihat nama Laura terpampang di sebelah fotonya. “Iya Na! Acara mensive grup kita yang sebulan hihi” balas Laura. Helena beroh ria sambil mengetikkan kembali balasan untuk Laura. “Wah iya? Kapan Lau?” tanyanya. “Seminggu lagi Na hshshshshshshshs” Terkadang ketikan di RP memang tidak beraturan seperti itu. Ada yang diubah atau ditambah-tambahkan sesuai orang yang mengetiknya. Tak jarang ada akun roleplayer yang mengetik seperti anak kecil. Contohnya, “Dwaddy gimme a warm hwug>gofood Mcd tuh di luar.” Ajak Fio dengan tampang sedikit memelas. Fio memang lebih memilih makan bersama seseorang di banding makan sendirian. Menurutnya, jika makan sendiri, nafsu makannya berkurang. “Gak ada temen gibah juga gak asik.” Ujar Fio saat Helena bertanya alasan dirinya selalu mengajak Helena makan bersama. “Terakhir nih makan bareng,” tambah Fio dengan nada membujuk. Tidak terasa memang hampir seminggu dirinya menemani keponakannya itu dikarenakan Lia menyelesaikan pekerjaannya di luar negeri. Besok rencananya Fio dan Helena akan menjemput Lia di bandara. Kebetulan pesawat Lia akan tiba di Jakarta pukul tujuh malam. Lia memberitahu mereka saat melakukan video call kemarin sore. Gadis bermata coklat teduh itu sedikit khawatir saat melihat raut wajah Mamanya yang terlihat begitu kelelahan. “Yaudah ayok, Helena juga udah agak laper.” Putus Helena yang disambut dengan senyum sumringah Tantenya itu. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana trainingnya sambil berjalan ke arah pintu kamar, menyusul Fio yang kini sudah berjalan duluan ke meja makan. “Astaghfirullah ya rasul!” ucap Helena kaget, matanya membelalak saat melihat Tantenya itu memesan banyak sekali makanan. Di atas meja kini sudah tersedia banyak makanan cepat saji seperti cheese burger, kentang goreng berukuran besar, paket nasi dan ayam dengan tambahan Coca Cola, masing-masing berjumlah dua porsi. Fio hanya terkekeh geli melihat reaksi keponakannya itu, “Tante sengaja beli banyak Na, soalnya kan ini hari terakhir kita makan bareng. Besok Mama kamu sudah pulang kan,” jelas Fio menatap keponakannya itu dengan raut wajah geli. “Tapi ini banyak banget, Tante. Siapa yang mau habisin?” tanya Helena terdengar sedikit frustasi.             Setengah jam kemudian, mereka berdua sudah selesai makan. Fio menatap Helena geli saat gadis itu menghela napas kekenyangan, ia terkekeh saat Helena tiba-tiba bersendawa dengan lumayan keras. Gadis itu balas menatap Tantenya dengan pandangan malu yang ia tutupi dengan cengiran khasnya. “Siapa ya tadi yang bilang gak bisa habisin semuanya?” sindir Fio yang masih meminum Coca Colanya yang tersisa. Sementara Helena, semua makanan tadi sudah habis total. Gadis itu tertawa sambil mengelus perutnya. “Sekali-kali makan banyak Tan.” Ucap Helena dengan sedikit lemas. Ia masih merasa sangat kenyang. “Nanti malem masih kuat makan gak ini?” tanya Fio dengan nada mengejek. “Kayaknya enggak deh, udah gak ada tempat di perut Helena.” “Yah, padahal Tante mau ajak ke Yoshinoya.” Ujar Fio dengan nada sedih yang dibuat-buat. Ia tahu Helena menyukai makanan Jepang di restoran tersebut. Mendengar kata Yoshinoya, Helena langsung terbayang Yakiniku Beef Bowl kesukaannya. Ia langsung menjawab dengan semangat, “Eh eh bisa Tante bisa! Udah lama Helena gak kesana.” Helena pun ikut-ikut menjawab dengan nada sedih yang dibuat-buat. Fio tersenyum senang, “Oke bos! Tante ke kamar ya, ada kerjaan dikit.” Helena mengangguk sambil mengacungkan jempolnya, “Siap, Tante!” Gadis itu senang, Tantenya tidak pelit dan selalu memanjakannya, seperti sekarang ini dan mungkin nanti malam. Suasana hatinya sangat membaik dan tidak sabar menunggu nanti malam. Helena juga memutuskan untuk kembali ke kamarnya setelah membersihkan bekas makan mereka berdua ke tong sampah. Ia merebahkan dirinya sambil mengecek ponselnya yang mempunyai notifikasi pesan dari grup yang ia chat tadi. Jempolnya bergerak mengusap layar dan mengetikkan password ponselnya itu lalu membaca isi pesan grup yang berisikan tentang persiapan mereka untuk event grup nanti. Ia melihat namanya disebut-sebut oleh Laura saat mereka berbagi tugas untuk event grup mereka nanti. Ibaratnya, seperti pembagian tugas panitia acara di kehidupan nyata. “Gue gak mau yang undang-undang orang ah, ribet.” Kata seseorang di balik akun yang bernama Jacob. “Gue juga gak mau, males dichat-chat gitu.” Kata sebuah akun bernama Georgiana. Laura juga ikut-ikutan membalas, “Lah gimana dong? Gak ada yang mau nih? @Anna mau gak Na?” “Iya, Anna aja.” respon akun bernama Serena. Nama-nama mereka memang terlihat seperti nama-nama orang barat karena grup mereka khusus akun-akun roleplay barat. Biasanya mereka menyebutnya RPW yang merupakan kepanjangan dari Roleplay Western, lalu ada Roleplay Korea yang biasa disingkat RPK, terkadang Roleplay Indonesia yang mereka sebut RPI juga ada. Jika RPW menggunakan nama orang barat dan foto orang-orang sana, maka RPK dan RPI pun demikian. “Boleh, sih. Sendirian aja nih gue?” tanya Anna di grup chat tersebut. Laura merespon, “Enggak Na, kita satu tugas dua orang kok. Ada yang mau jadi partner Anna gak?” Tidak ada yang merespon sampai tiba-tiba sebuah akun bernama Dimitris muncul di grup tersebut, “Weiss mau party ya kita?” “Iya, Dim. Kemana aja lo b**o?” tanya sebuah akun laki-laki bernama Agra. “Sibuk RL man!” respon Dimitris yang dicibir anggota grup lainnya. “Dim, karena lo jarang nimbrung mau gak mau lo jadi partnernya Anna!” kata Laura yang juga ikut muncul. “Hah? Partner apaan? Partner hidup? Wkwkwk” respon Dimitris. “Dih, modus lo tiap grup beda-beda ye Dim?” sahut Jacob. “Hah? Gue gak baca, gue rabun deket.” “Aamiin” ucap Agra yang diikuti lainnya. “Astaghfirullah gue mau off lagi aja.” ucap Dimitris. “AWAS AJA LO OFF LAGI!!!! GUE TEMPELENG!” kata Laura ketika melihat balasan Dimitris. “Ampun nyai Laura.” Ucap Dimitris lempeng. “Bacot! Lo jadi crew undang orang yang dateng ke grup partynya nanti ya bareng Anna. @Anna muncul pea.” Kata Laura lagi. Helena yang hanya diam sambil tersenyum geli membaca chat mereka pun mengetikkan balasan ketika namanya disebut Laura, “Iye anjir, gue nyimak.” “Lo tugasnya bagi dua sama Dimi ye.” Ucap Laura melihat respon Helena. “Iya, boleh. Salam kenal ya @Dimitris.” Sent! “Salam kenal cantik.” Dimitris merespon chat Helena yang ditujukan padanya. “Dih, dateng-dateng modusin orang anjir!” kata Georgiana “Ganti temen deh gue,” balas Agra ikut-ikutan. “Salah terus gue perasaan dah,” sungut Dimitris. “Gak usah mau sama Dimi, kakinya bau.” Kata Agra. Helena tertawa membaca pesan dari salah satu teman di grupnya itu, “Gue juga gak minat.” “Mampus lo Dim! Itu artinya lo harus mundur!” ucap Agra berapi-api. Dimitris membalas, “Yailah Neng, nanti kalau baper sama Abang jangan minta tanggung jawab ye.” “Engga, Bang. Skip aje.” Balas Helena lagi. Ia sangat terhibur mengobrol dengan teman-teman di grup chatnya itu. Dirinya sedikit melupakan apa yang sudah terjadi belakangan ini. Ia bahkan tidak mengecek pesan dari Dylan lagi yang biasanya tiap hari ia lakukan. “Ah yang bener Neng? Abang jago nyanyi lho.” Ucap Dimitris lagi. “Eh Dim, gak tau malu ya lo? Udah ditolak Helena juga masih aja lo pepetin.” Sahut Serena yang menggunakan foto gadis dengan dress merah. “Bacot, Ser! Urusin aja mantan lo yang gagal move on itu.” kata Dimitris pada Serena. “Ah bahas mantan mulu lo, males.” Setelahnya tidak ada percakapan lagi di grup itu usai Serena merespon ucapan Dimitris.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD