part 4

1743 Words
Bella membuka matanya, ia harus bergegas pagi ini. Niat mengecek kehamilannya ulang harus ia lakukan diam-diam. Ia tak ingin orang tuanya tahu atau bahkan melihatnya jika ia sedang melakukan hal aneh ini. "Tumben bangun awal, Bel?" tanya Bu Nita saat memergoki anaknya bangun jam setengah lima pagi. Biasanya ia akan bangun jam setengah enam dan melakukan ibadah subuh dengan kecepatan penuh. "Hehehe, kan mau ujian. Jadi ibadahnya nggak boleh ngawur, Bella mau sholat dulu habis itu mandi." "Mandi sekalian nanti baru sholat, itu Ibu sudah panaskan air hangat untukmu mandi. Ibadah kok rajinnya kalau lagi ada ujian," gerutu Ibu Nita di balas cengengesan sang anak. "Oh, iya Bu. Bella ambil handuk dulu." Bella kembali mengambil handuk di kamarnya dan membawa pouch bag kecil berisi tespek ke dalam kamar mandi. "Ke kamar mandi bawa dompet Bel?" tanya Bu Nita melihat hal aneh pagi ini. "Mau sekalian scrub badan, Bu! Bella habis beli lulur terbaru dan mau mencobanya sebelum mandi." Bella terpaksa bohong demi melakukan hal ini, ia tak ingin Ibunya tahu untuk sekarang ini. "Oh, coba Ibu lihat! Ibu juga pengen luluran kali aja bisa kaya anak muda lagi!" ucap Ibu mendekati Bella. "Eh, mana bisa? Ini khusus untuk gadis seperti Bella. Ibu mah, nggak usah pakai lulur juga udah cantik. Kalau nggak percaya, tanya ayah!" Hampir saja ia ketahuan, ia harus bergegas masuk agar ibunya tak kembali membuat dirinya jantungan. "Oalah, anak ini. Ya sudah, sana mandi. Itu air sudah Ibu tuangkan di ember!" ucap Ibu Nita. "Oke, makasih Ibuku yang baik." Bella masuk kamar mandi dan membuka pouchnya, mengambil urin dan kembali mengeceknya. Ia berharap hasil sore tadi adalah salah, sehingga ia tak perlu repot berbohong dan mengecewakan kedua orang tuanya. Lagi-lagi ia kecewa, ternyata ia benar-benar hamil. Dua garis merah itu benar-benar membuatnya tak percaya jika masa mudanya akan se tragis ini. Ia terduduk dalam kamar mandi dan terisak tanpa suara menangisi kesialannya kali ini. Kehancurannya benar-benar akan terjadi padanya, bagaimana masa depannya nanti jika ia hamil tanpa mempunyai ayah untuk anaknya. Akan berbuat nekat pun hanya akan membuat ia berdosa sepanjang hidupnya, lalu ia harus bagimana? Dalam kondisi sangat bingung ia memilih merahasiakan hal besar ini dari siapapun dan akan memikirkan langkahnya nanti setelah kelulusan sekolah. Sepanjang sarapan pandangan Bella tak fokus, ayah dan Ibunya menatap anaknya ini heran. "Bel!" Bella tak mendengar panggilan ibunya dan masih sibuk dengan pikirannya sendiri. "Bel!" Panggil ulang Bu Nita sambil memegang tangan anaknya. "E_eh, iya Bu, kenapa?" jawab Bella gugup "Kamu kenapa melamun? Ada yang dipikirkan?" tanya Bu Nita. "Eng_nggak. Bella nggak papa, cuma pusing saja mikirin ujian sekolah besok. Nggak kerasa udah mau lulus, pengen cepat-cepat kerja!" ucap Bella tersenyum. "Kamu nggak ingin kuliah?" tanya ayah Bella. "Pengen sih, tapi_" "Kamu pokoknya harus kuliah, biar Ibu sama ayah yang memikirkan biaya kuliah kamu." "Kayaknya nggak usah, Bu! Bella nggak pengen kuliah, Bella pengen kerja aja cari uang biar bisa bantu Ayah sama Ibu," sahut Bella. "Sekolah itu penting, biar kamu nggak bod**h kayak kita Bapak dan Ibu ini." "Iya deh, tapi Bella boleh kuliah sambil kerja?" tanya Bella. "Boleh, asal kamu bisa menjaga diri kamu. Ayah izinkan, tapi kalau bisa jangan jauh-jauh kuliahnya. Biar kalau Ayah.Ibu kangen bisa jengukin." "Siap, Bos!" Sarapan bersama pagi ini sedikit membuat Bella terharu. Bagaimana tidak, kedua orang tuanya sangat mengharapkan tinggi atas kesuksesan dirinya. Bella merasa jadi anak yang tak berguna sekarang, kehamilannya ini adalah petaka yang menghancurkan semua mimpi dan harapannya untuk membanggakan kedua orangtuanya. Tak terasa air mata menetes, Ibu Nita yang melihatnya menjadi heran. "Kenapa nangis?" tanya ibu. "Bella bangga punya orangtua seperti Ayah dan Ibu, terimakasih sudah menjaga dan merawat Bella sampai seperti sekarang!" Bu Nita dan Pak Arya tersenyum mendengar penuturan anaknya. Walaupun dirinya hanyalah supir taksi, tapi anaknya ini tak pernah malu mengakui pekerjaannya ini. "Dah habiskan sarapannya, setelah ini kita berangkat aktivitas masing-masing." *** Pagi ini, tak ada senyum terbit di wajah Bella. Sepanjang mengerjakan soal, dirinya tak fokus, ia selalu mengingat hasil tes kehamilannya itu. Jam masuk kelas berakhir, kini ia akan pulang dengan berjalan kaki. Saat berada di gerabang sekolah, mobil Radit menlaksoni Bella. "Bel, ikut yuk! Kita mau ke pantai," ajak Nayla di angguki Radit. "Nggak, makasih. Aku mau pulang saja, aku ada les tambahan di rumah," dusta Bella. Sebenarnya ia hanya tak ingin mengganggu dan menjadi obat nyamuk kedua sahabatnya ini. Walau hatinya sedikit nyeri melihat mereka berdua jadian, tapi ia tak boleh iri. Bagaimanapun, ia bukanlah wanita secantik Nayla. Jangankan Radit, sepertinya semua temannya selama ini tak ada yang meliriknya sama sekali. Mungkin karena badannya yang berukuran mini dan tak suka berhias seperti para teman sekolahnya. "Eh, kamu ikut les tambahan?" tanya Radit. "Iya, udah sana! Nanti keburu hujan. Ini dah mendung loh!" "Mendung pake mobil ini, ya udah. Kami duluan, kamu hati-hati ya! Bye!" Mobil Radit sudah tampak menjauh, Bella melanjutkan jalan kakinya menyusuri jalan raya yang tampak lengang. Tit! Bella menengok ke arah klakson yang mengagetkannya. Rafael mensejajarkan motornya mengikuti jalan Bella yang tampak santai. Bella berhenti sejenak untuk menanyakan maksud Rafael mengikutinya. "Kenapa ngikutin?" sungut Bella. "Yaelah galak amat. Bel, ikut aku yuk!' "Kemana? Aku mau pulang!" "Ikut aja, aku mau minta bantuan kamu buat belajar bersama di rumahku. Mama memaksa aku belajar yang serius saat mau ujian akhir ini, dan aku tak suka belajar sendirian. Bawaanya ngantuk, bukan pelajaran yang masuk tapi akhirnya molor di kamar." "Kenapa nggak sama cewek kamu atau gebetan-gebetan kamu? Aku sibuk, aku juga mau belajar!" tolak Bella. "Pliss, aku nggak mau mamaku marah kalau aku bawa sembarangan cewek ke rumah." "Apa bedanya sama aku? Aku juga cewe," ucap Bella jengah. "Kamu kan berbeda, mamaku nggak bakal curiga jika aku ajak kamu. Secara mama tahu bagaimana tipe wanita yang selalu aku pacari!" "Maksud kamu?" Bella sudah tampak paham maksud Rafael, dirinya memang bukan tipe wanita seperti yang sudah banyak Rafael pacari. Dia wanita yang berbeda, tinggi di bawah rata-rata dan juga wajah yang pas-pasan. Terlebih kacamatanya yang menambah kesan cupu pada dirinya. "He he he, jangan marah gitu! Kamu kan cewe baik. Mau ya bantuin AA Rafael yang tampan ini, nanti setelah kelulusan aku ajak kamu dan Nayla ke manapun kalian mau. Ya? Plis!" "Nggak! Aku nggak mau!" Bella melanjutkan jalannya, dan Rafael turun dari motornya mencegah langkah Bella yang mengabaikan permintaannya. "Bel, tolong aku. Pliss!" Rafael memegang tangan Bella dengan berjongkok seperti hendak menembak pacarnya. Bella menengok ke kanan ke kiri, merasa malu melihat tingkah konyol Rafael jika dilihat orang. "Raf, berdiri nggak! Malu ih, di pinggir jalan banyak dilihat orang." "Makanya, terima ajakanku ya! Kamu mau bayaran apa? Tas? Sepatu? Handphone? Atau apa? Sebutin! Bakal gue kasih asal kamu mau bantu aku buat belajar di rumah." "Kenapa nggak nyuruh guru privat si?" "Aku nggak suka guru privat, mereka suka serius kalau mengajar. Kamu kan tahu, aku nggak suka yang begitu, mengikuti pelajaran di sekolah saja aku malas. Ya?" Bella berpikir sejenak dan dia mengangguk. "Baiklah, tapi ada syaratnya!" "Apapun itu aku lakukan, asal jangan nyuruh aku nyebur ke laut aja! Bisa nangis tujuh hari tujuh malam mamaku karena anaknya yang ganteng ini koit!" "Lebay ih, mana mungkin. Aku minta kamu rahasiakan belajar bersama kita ini, karena aku tak ingin di bully sama fans-fans kamu karena tahu aku bareng sama kamu." "Itu saja? Gampang itu mah! Kalau begitu mulai hari ini ya!" "Ok, tapi jam 4 aku pulang. Bisa marah nanti ibuku kalau aku pulang terlambat!" "Siap cikgu," ucap Rafael mengangkat tangan ke pelipisnya sebagai tanda hormatnya. Bella menaiki motor Rafael menuju rumah miliknya. Baru kali ini ia di bonceng laki-laki seperti ini, rasanya ia tak nyaman karena motor Rafael aneh. Jok belakang yang lebih tinggi dari jok di depan membuat badannya harus menempel pada tubuh Rafael. "Motor kamu kenapa aneh begini? Yang biasa aja kenapa? Susah duduknya!" protes Bella. "Cuma kamu cewek yang mengeluhkan motorku ini, semua yang dekat denganku bahkan senang menaikinya. Kan bisa dapat bonus meluk badan AA yang wangi ini," ucap Rafael dengan bangganya. Bella menepuk pundak Rafael keras. "Huh, itu mah modusmu berarti! Dasar playboy cap kucing. Untung aku tak tertarik dengan laki model kayak kamu, bisa sakit hati melihat kekasih wara wiri ganti pacar. Tapi, nggak ada yang marah nih kamu boncengin aku?" "Tenang, aku masih dalam mode jomblo. Aman! Mungkin kamu tertarik jadi kandidat pacar aku setelah ini?" tawar Rafael. "Ogah! Gue masih sayang jantung gue," ucap Bella. Rafael hanya terkikik geli mendengar jawaban Bella yang tampak lucu. Bella sampai di rumah Rafael, rumah megah dengan gaya khas eropa ini berdiri sangat apik di pusat kota yang cukup ramai. "Assalamualaikum, Ma!" salam Rafael mencium punggung wanita paruh baya yang sedang menata bunga di pot taman depan rumahnya. "Waalaikumsalam, sudah pulang ya! Loh, ini siapa, A?" tanya Mama Rafael melihat kedatangan Bella. "Kenalin, Ma, ini Bella. Siswi terpintar di sekolah, dia yang mau menemani Rafael belajar di rumah." Bella menyalami dan mencium tangan mama Rafael untuk memperkenalkan diri. "Saya Bella, Tan!" ucap Bella grogi. "Bella, cantik sekali namanya. Ayo diajak masuk A, biar nanti Bibi suruh buatkan minum buat kalian." Bella masuk ke rumah Rafael, ia takjub dengan desain interior rumah ini yang terkesan sangat modern. Banyak hiasan-hiasan serta barang-barang antik tersusun rapi di tempatnya. Rafael masuk ke kamar untuk berganti baju, Bella di suruh menunggu di ruang tamu. Saat sedang melihat-lihat hiasan di rumah Rafael, ia tak sengaja melihat sebuah foto yang tak asing baginya. Ia melihat foto itu dari dekat agar semakin jelas siapa lelaki yang bersama Rafael itu. "Dor! Liatin foto gue ya? Imut banget kan?" ucap Rafael. "He he he, imut! Kaya marmut! Ini siapa? tanya Bella menunjuk foto lelaki di samping Rafael. "Dia_" "Lho, kok tamunya nggak diajak duduk, A! Ajak Bella untuk belajar di taman belakang rumah saja, lebih enak suasananya. Nggak bising juga," perintah mama Rafael. "Iya, Ma!" "Yuk, Bel, kita ke belakang!" Bella mengikuti langkah Rafael ke belakang rumahnya tapi ia kembali menengok ke belakang saat mendengar suara lelaki yang sangat ia kenal. "Assalamualaikum, Ma!" "Waalaikumsalam, loh, Bang! Pulang cepet?" tanya mama Rafael. "Iya, ada berkas yang tertinggal." Bella terpatung di sana melihat kenyataan bahwa dia adalah kakak dari Rafael sahabatnya. Dia diam tak berkutik saat berulang kali Rafael memanggilnya. Arki yang tak sengaja melihat Bella berdiri di bawah tangga sama terkejutnya ketika mereka berdua tak sengaja dipertemukan di rumahnya. "Ayo, kita ke belakang! Malah bengong!" Rafael menarik tangan Bella dan mengajaknya ke taman belakang. Arki masih menatap kepergian Bella sampai ia tak terlihat lagi. "Ketemu Bang berkasnya?" Arki yang sedang terpaku, sadar saat mamanya memanggil dan menepuk pundaknya pelan. "Bang!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD