BAB 6: PENDEKATAN

1208 Words
S E L A M A T M E M B A C A * * * Kila berkali-kali menguap dan mengusap matanya yang sedikit berair. Dia merasa sangat mengantuk, karena tidur yang kurang. Semalam dia baru pulang pukul tiga dini hari, lalu tidur sebentar jam setengah tujuh pergi bekerja lagi. Bagaimana tidak lelah, bahkan robot saja butuh istirahat untuk mengisi energi, tapi Kila lihatlah dia bahkan mulai merasa lebih hebat daripada robot. "Semalam pulang jam berapa?" tanya Yana sambil mengulurkan sebotol kopi kemasan untuk Kila. Berharap dengan meminum kopi, bisa mengurangi kantuk gadis itu. "Jam tiga," jawab Kila dengan lesunya. "Lembur di angkringan?" tanya Yana lagi. Kila hanya menggeleng, sudah tiga hari ini dia menambah pekerjaan yaitu menjaga tempat PS dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh. "Jaga tempat PS," jawab Kila lagi. "Kamu nambah kerjaan?" Tanya Yana dengan tidak percayanya pada Kila. Kila hanya mengangguk dengan pasrah. "Aku butuh uang tambahan Yan. Sebentar lagi juga waktunya bayar kos, uangnya masih kurang. Lumayan jaga tempat PS, bayarannya." Jawab Kila lirih. Yana tidak tau harus menanggapi apa, dia hanya menggeleng dengan prihatin. "Sudah jangan melihat seperti itu, aku cuma kurang tidur bukannya mau mati." Kila bicara dengan kekehan pelannya. Berusaha menenangkan Yana yang menatapnya dengan khawatir. "Kalau begini terus yang ada kamu masuk rumah sakit Kil," ucap Yana dengan khawatirnya. Dia berfikir sampai berapa lama tubuh Kila akan tahan di paksa bekerja sekeras ini. Bukankah manusia hidup itu punya ambang batas. "Jangan dong, BPJS ku mati belum sempat kuurus lagi. Biaya rumah sakit mahal," lagi-lagi Kila masih bisa bercanda dalam kondisi tubuhnya yang lelah. Yana langsung memeluk tubuh temannya itu, mengusap punggung Kila dengan pelan. Berusaha menyalurkan sedikit energi untuk Kila agar tetap kuat menahan segala cobaan hidupnya. "Sabar ya Kil, aku yakin tuhan sudah menyiapkan hadiah terbaik di depan sana. Jalan perlahan, meski terseok-seok harus sampai finis dan jemput hadiahnya." Ucap Yana dengan bijak. "Cobaan seberat ini tidak mungkin hanya kipas angin kan hadiahnya," sahut Kila langsung di hadiahi pukulan pelan oleh Yana bisa-bisanya gadis itu masih bergurau. "Sudah jangan sedih-sedih lagi, semangat hari ini kan gajian." Ucap Kila mengingatkan Yana dengan hari ini. Yaitu tanggal gajian mereka. Yana langsung sumringah, membayangkan apa yang ingin dia beli gajian ini. Lain dengan Yana yang bingung untuk membelajakan gajinya, Kila justru bingung membagi uangnya agar cukup untuk memenuhi kebutuhannya. *** Di tempat lain, lebih tepatnya dimana Kama sedang duduk bersama seorang gadis muda berkerudung biru. Seorang guru sekolah dasar di daerah rumahnya. Anak gadis Bude Wati yang di kenalkan oleh ibunya tiga hari yang lalu, Sarah namanya. Kama mengingat pertemuannya dengan Sarah, tiga hari yang lalu. Flashback On "Sarah sekarang usianya berapa?" tanya Kama langsung. Sarah yang di tanya seperti itu merasa cukup heran. Tapi dia tetap menjawabnya dengan tenang. "24 tahun Mas," jawab Sarah dengan jujur. Gadis itu membetulkan letak kerudungnya berusaha menutupi rasa gugup yang melandanya. "Sudah punya calon suami?" tanya Kama lagi. Sarah terdiam sejenak, namun kemudian menggeleng dengan pelan. "Belum ada Mas," Jawabnya dengan pelan. Jujur, Kama kurang percaya tapi yasudahlah. Percaya saja dengan apa yang gadis itu katakan. Kama memperbaiki duduknya, sebelum berbicara. "Jujur saja Sarah, saya tidak ingin berbasa-basi. Jadi langsung saja usia saya 36 tahun, apa menurutnya saya terlalu tua untuk kamu?" tanya Kama dengan seriusnya pada Kama. Dia langsung bertanya seperti itu, jika gadis itu keberatan dengan usianya maka detik itu juga Kama akan pergi dan melupakan semuanya. Tidak perlu lagi berbasa-basi, atau apalah itu. Namun, di luar dugaan Kama. Sarah justru menggeleng. "Tidak tua kok Mas," jawab Sarah lagi. "Saya butuh istri, usia saya sudah bukan waktunya main-main Sarah. Apa kamu mengerti maksud saya, jadi mari katakan jika kamu keberatan dengan saya atau mau mencoba mengenal saya karena saya tidak punya banyak waktu jika hanya ingin ajang coba-coba." Kama mengatakannya dengan sangat serius dan tegas. Tidak memberi kesan sedikitpun jika dia ingin main-main. Berharap, Sarah akan faham dan mengerti maksud dan tujuannya duduk di hadapan gadis itu sekarang ini. Sarah pun yang melihat hal tersebut hanya mengangguk faham. Sebelum dia datang dia memang sudah mendengar sedikit banyak tentang Kama laki-laki yang di kenalkan oleh ibunya itu. "Saya juga tidak main-main Mas. Usia saya sudah wakunya menikah, Ibu saya sudah sepuh yang beliau inginkan adalah melihat pernikahan saya. Saya juga butuh calon suami, sama sekali tidak berniat untuk main-main atau mempermainkan Mas Kama." Ucap Sarah juga tak kalah seriusnya. Kama yang mendengar itu kemudian mengangguk, jadi mereka juga senasib. Dirinya butuh seorang istri dan Sarah buruh suami bukankah tuhan sudah mengaturnya jika seperti itu. Flash Back Off "Mas Kama mau pesan apa?" Ucapan Sarah membuyarkan lamunan Kama. "Es campur saja," jawab Kama. Sarah lalu pergi memesan makanan mereka. Sepulang ngajar, Sarah mengajak Kama untuk bertemu. Ngobrol sekalian makan es campur di pinggir bendungan. Tempatnya sejuk dan enak di jadikan tempat ngobrol. Sejak pertemuan mereka tiga hari yang lalu. Bisa di katakan Kama mendapatkan hasil yang berbeda dari biasanya. Biasanya setelah kencan dia akan pulang dengan wajah kesalnya, namun kemarin lain ceritanya. Setelah bertemu dengan Sarah, Kama pulang dengan wajah cerahnya. Sudah di katakan, jika mereka adalah dua orang dewasa lajang yang sama-sama membutuhkan pasangan dalam waktu segera. Akhirnya keduanya sepakat untuk mulai mengenal satu sama lain. Jika nanti sama-sama cocok, Kama akan langsung datang melamar. "Mas Kama, nanti lama cutinya." Tanya Sarah saat sudah kembali duduk di depan Kama. "Saya sudah berhenti kerja, jadi tidak cuti lagi." Jawab Kama dengan jujur. "Loh, kok berhenti Mas. Kenapa memangnya?" Tanya Sarah dengan bingungnya. Di saat seperti ini cari kerja sangat sulit, tapi laki-laki di depannya itu justru berhenti kerja. "Tidak papa, hanya lelah dan jenuh saja dengan pekerjaan. Saya mau coba buka bisnis kecil-kecilan." Sarah mengangguk mendengar ucapan Kama. "Sarah sendiri, betah ngajar di kampung." "Ya betah tidak betah Mas. Jujur tapi enak di Jakarta," Jawab Sarah. "Kenapa kemarin berhenti dari yang di Jakarta?" Mendengar itu Sarah tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum manis. Namun, sesaat kemudian dia menggeleng. Kama di buat bingung dengan jawaban gadis itu. "Di suruh pulang sama Ibu Mas," jawab Sarah kemudian. Tapi entah kenapa, Kama seperti melihat ada jawaban lain di belakang jawaban Sarah itu. Tapi gadis itu sepertinya memilih tidak mengatakannya. Bersamaan dengan itu, pesanan mereka datang. Baik Kama maupun Sarah, keduanya langsung menikmati es campur di hadapan mereka. "Jadi Mas Kama setelah ini rencananya mau buka usaha apa?" Tanya Sarah lagi. Kama sedikit berfikir, dia tidak langsung mengatakan jika dia punya kos-kosan. Orang di kampungnya memang tau jika Kama punya pekerjaan sampingan, namun apa jenis pekerjaannya mereka tidak ada yang pernah bertanya. Kama pun tidak menjelaskan, mereka hanya tau bahwa Kama sibuk bekerja di perusahaan batubara di Kalimantan. "Menurut Sarah, saya cocoknya buka usaha apa?" Tanya Kama balik. Sarah yang di tanya seperti itu tentu saja merasa bingung. "Ternak mungkin," jawab Sarah dengan ragunya. Kama langsung terkekeh dengan jawaban Sarah. "Ternak apa?" "Sapi, lele atau kambing." Jawab Sarah dengan ragu-ragu. Sesaat mereka terdiam. "Atau usaha bidang makanan." Jawab Sarah setelah menemukan opsi lain. Namun, lagi-lagi Kama tertawa. Sarah pun ikut tertawa, terlalu bingung menyarankan Kama untuk menekuni bidang usaha apa. "Kalau menikah nanti, apa Sarah mau ikut saya ke Jogja?" Tanya Kama tiba-tiba. "Ngapain Mas?" Tanya Sarah langsung. "Buka usaha disana." Sarah lagi-lagi hanya terrsenyum. "Lihat, bagaimana nanti ya Mas." Ucap Sarah pada akhirnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD