CHAPTER 2

1955 Words
Mendengar bunyi bel tanda jam pelajaran telah usai, Filiae berlari meninggalkan kelas yang masih cukup ramai itu secara tergesa-gesa. Ia sudah tidak sabar ingin menemui Wiliam demi mengambil kembali kucing kesayangannya. Hingga akhirnya ia tiba di taman asrama putri Britania dan menemukan Wiliam tengah duduk di bawah pohon oak sambil bermain bersama dengan Fea, kucing miliknya. "Tolong kembalikan kucingku, Tuan Quercus." Ia segera menghampiri Wiliam, meminta kembali kucingnya tanpa basa-basi pada pria yang memenuhi pikirannya sejak kemarin. "Tentu Nona Morte, tapi kamu jangan terburu-buru seperti itu, bagaimana kalau kamu duduk dulu sebentar. Maka kita bisa sedikit berbincang." Wiliam menawar, disertai dengan senyuman lembut yang tampak begitu memesona di mata Filiae. Filiae ingin menolak dan segera pergi meninggalkan pria itu, tapi kemudian ia teringat akan begitu banyak keganjilan dalam diri Wiliam yang membuat ia begitu penasaran akan pria berambut hitam di hadapannya ini. Kemudian, Filiae duduk berhadapan dengan Wiliam, segera ia mengambil Fea dari pria itu. Meletakkan Fea ke atas pangkuannya. "Bagaimana hari pertama sekolahmu?" Wiliam tersenyum ramah sambil bertanya basa-basi, ia tahu bagi makhluk immortal seperti Filiae sekolah bukanlah sesuatu yang penting. Melihat senyuman itu Filiae kembali terpesona. Wajahnya merona memanas, tapi segera ia tutupi dengan menundukkan kepala mencoba menutupi rasa malunya. "Biasa saja, daripada sekolah jujur saja aku lebih tertarik membicarakan tentang kamu." Wiliam sedikit terkejut mendengar jawaban Filiae. Ia tidak menyangka bila gadis itu penasaran padanya, senyuman kecil pun mengambang di bibirnya. Tanpa ia ketahui bahwa Filiae menaruh kecurigaan padanya, bahkan setelah ia begitu jujur mengakui siapa dirinya di hadapan Filiae. "Apa yang ingin kamu ketahui tentangku, Nona Morte?" tanya Wiliam. "Kapan tepatnya kamu bertemu dengan nenekku dan alasan mengapa ia memberikan kehidupan abadi kepadamu." Ah, apa yang aku tanyakan, ia pasti tidak mau menjawabnya. Filiae merutuki dirinya yang dengan begitu bodohnya langsung bertanya tanpa dipikir terlebih dahulu. Bagaimana bila Wiliam malah merasa kalau ia terlalu mencampuri urusan pria itu. Wiliam memainkan dagunya tampak berpikir sebentar, kemudian ia kembali tersenyum dan menjawab pertanyaan Filiae. "Tepat di hari pertama festival musim gugur tahun 1005, tapi aku tidak tahu alasan Ratu Zealia. Begitu aku tersadar, beliau sudah ada di hadapanku, tengah meminumkan secangkir darah segar yang ia akui sebagai darahnya. Setelah itu beliau langsung pergi begitu saja meninggalkanku tanpa penjelasan apa pun." Filiae tersentak mendengar perkataan Wiliam, sekali lagi ia mendengar fakta mengejutkan dari pria itu. Apa yang dipikirkan neneknya dengan memberi keabadian pada pria ini tepat di hari kelahirannya? Tapi sebelum Wiliam sadar akan keterkejutannya, dengan cepat Filiae mengubah ekspresi wajahnya kembali datar. "Apakah kamu mengenal nenekku sebelumnya? Apakah kalian pernah bertemu setelahnya? Bagaimana mungkin ia tidak memberikan alasan apa pun setelah mengubah hidupmu, Tuan Quercus." Wiliam mengerutkan alisnya bingung lantaran pertanyaan beruntun yang dilontarkan oleh Filiae, haruskah ia menjawabnya? Kenapa gadis ini begitu ingin tahu? Setelah cukup lama keduanya terdiam, Wiliam memutuskan untuk menjawab pertanyaan gadis itu, entah karena apa ia tidak bisa menolak keingintahuan Filiae. "Tidak, hari itu adalah pertama dan terakhir kalinya aku bertemu dengan beliau. Bahkan aku baru mengetahui siapa beliau dan keanehan di tubuhku yang tidak lagi menua setelah beberapa tahun terlewatkan. Hanya itu yang aku tahu, Nona Morte, jadi aku rasa sebaiknya kita hentikan pembicaraan ini." Filiae makin bingung, setiap kali ia mendapat jawaban, pertanyaan yang muncul di benaknya justru semakin banyak. Ia ingin protes dan kembali bertanya namun diurungkan niatnya itu setelah melihat Wiliam mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Filiae pun sadar bahwa di taman itu mereka tidak lagi hanya berdua. Melihat Filiae yang kebingungan, Wiliam mengambil inisiatif untuk mengakhiri pembicaraan mereka terlebih dahulu. "Sepertinya para siswi sudah mulai berkumpul di asrama, sudah saatnya aku pergi, permisi Nona Morte," ucap pria itu sopan yang dibalas dengan anggukan kecil dari Filiae. Tak butuh waktu lama, gadis bertubuh mungil itu pun meninggalkan taman guna menghindari manusia yang sudah mulai memenuhi tempat ini. ∞ "Kyaa... tolong!! Tolong aku...!!" pekikan ketakutan seorang siswi memecah kesunyian malam di lorong kelas Britania High School. Ia terus berlari ketakutan menghindari sesosok makhluk bermata kuning terang dengan gigi taring runcing di kedua sisi mulut pria itu. Siswi itu baru saja menyelesaikan tugas kegiatan klub jurnalistik yang diikutinya, sehingga ia terpaksa harus pulang selarut ini. Ia tidak menyangka bahwa ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya. "To-tolong... jangan melukaiku," sekali lagi, ia memohon dengan putus asa pada sesosok pria menakutkan di hadapannya. Ia sudah tidak sanggup lari lagi dan pria yang tengah berdiri di hadapannya itu, telah mendesaknya hingga ke sudut ruangan salah satu kelas. "Jangan harap Nona, kamu adalah makan malamku." Pria itu tersenyum saat melihat wajah penuh air mata siswi itu, kemudian tanpa ragu ditancapkan taringnya di leher sang siswi dan mulai mengisap darahnya. "A-aku mohon... Tuan, aku tidak mau mati," dengan suara terputus-putus, siswi itu kembali memohon. Tubuhnya sangat lemas tak bertenaga, kepalanya mulai sakit dan rasa gigil menyelimutinya. Ia sadar bahwa ia telah kehilangan begitu banyak darahnya. Akan tetapi pria yang di hadapannya ini tidak memiliki simpati. Baginya, manusia hanyalah santapan, ia terus mengisap darah siswi itu hingga mengering dan kemudian melemparkan jasad yang telah meninggal itu ke lantai begitu saja. "Dasar manusia! Sudah sekarat masih saja memohon," umpat pria itu seraya berjalan menjauhi tempat itu. Perutnya telah kenyang setidaknya untuk saat ini, ia pun menghilang di antara gelapnya malam musim semi. ∞ Hari ini tidak seperti biasanya, lorong kelas dipenuhi oleh para siswi yang tengah sibuk berbicara satu sama lain sambil berbisik-bisik, bahkan ada sebagian yang tampak ketakutan dan menangis. Melihat kejadian ganjil itu, Filiae mendekati salah satu teman sekelasnya, "apa yang terjadi, Nona Violet?" "Ada yang terbunuh di kelas kita, senior tingkat tiga, ketua klub jurnalistik," jelas Agatha Violet, teman sekelas Filiae yang suka sekali bergosip. Tidak ada kejadian di sekolah ini yang tidak diketahuinya. Filiae tidak perlu banyak bertanya dan ia akan langsung menceritakan apa yang ia ketahui dengan senang hati. "Benarkah? Bagaimana bisa di kelas kita?" tanya Filiae berpura-pura terkejut, ia berusaha tampak seantusias mungkin agar Agatha menyukainya, karena ia tidak pandai bergaul dan ia perlu tahu kabar terbaru di sekolah ini. Itu semua karena ia merasakan cukup banyak makhluk immortal yang perlu diawasi di sekolah ini. "Psst... dengar, Nona Morte. Kabarnya, mayat senior ditemukan tadi pagi oleh petugas kebersihan saat akan membersihkan kelas kita dan kamu tahu, ia tewas kehabisan darah tanpa luka serius, hanya dua lubang kecil di lehernya." Mendengar itu Filiae langsung tersentak. Vampire, bertanya-tanya dalam hati, apakah ini perbuatan Vampire yang ia temui kemarin? "Mustahil, ini terdengar tidak masuk akal." Selanjutnya, Filiae berpura-pura tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Tentu hal itu membuat Agatha makin semangat mengumbar gosipnya. "Ini benar. Makanya para guru mengusir kita keluar kelas, mereka bersama dewan siswi tengah sibuk memeriksa jasad itu sekarang. Lagi pula," Agatha mengantung kata-katanya, sambil melirik sana-sini berusaha mendramatisir ceritanya. Filiae terheran-heran melihat tingkah gadis di hadapannya itu. Dasar manusia, batin Filiae. "Apa? Kamu bisa mempercayaiku, ceritakan padaku," bisik Filiae. "Oh tentu, ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Sejak dua tahun lalu, terjadi beberapa kasus yang sama di sekolah ini. Bukan hanya itu... tapi juga di sekitar wilayah ini. Kabarnya jika ada wanita yang keluar tengah malam mereka akan bertemu seorang Vampire dan mati dihisap darahnya hingga tidak tersisa setetes pun," tutur Agatha panjang lebar. Filiae ingin bertanya lebih banyak lagi, tapi sayangnya, pembicaraannya dengan Agatha harus terhenti lantaran para guru dan dewan siswi telah keluar dari kelas yang dari tadi terkunci, bahkan mereka mengangkat serta jasad siswi yang tewas itu. Seketika itu, suasana di lorong kelas anak-anak tingkat satu langsung gaduh, termasuk Filiae yang tidak mau melepaskan kesempatan ini. Gadis itu berlari mendekati mayat yang tengah digotong salah satu staf pengajar, ia berhenti berlari setelah dirasa cukup dekat untuk melihat jasad itu. Firasat Filiae pun terbenarkan setelah melihat sendiri bekas gigitan itu. Ia mengepal erat tangan kanannya, berusaha mengendalikan emosinya agar segel kekuatannya tidak terlepas. Ada Vampire yang berkeliaran di sini, makhluk itu telah melanggar aturan kerajaan dengan membunuh manusia secara terang-terangan di wilayahnya. Tentu hal itu membuat harga diri Filiae sebagai putri bangsa Witch terluka. Di depan matanya aturannya dilanggar, bahkan manusia yang seharusnya ia lindungi terbunuh. Dengan cepat Filiae mengatur kembali emosinya, menampilkan raut muka datar. Ia memutuskan untuk segera beranjak pergi dari tempat itu, tapi niatnya segera diurungkan sebab langkahnya dihentikan olah dua orang siswi yang ia duga sebagai anggota dewan siswi. Karena keduanya memakai mantel panjang berwarna putih yang merupakan seragam resmi anggota dewan siswi di sekolah ini. "Ikuti kami, Nona!" perintah gadis berambut pendek. Salah satu anggota dewan siswi yang menghentikannya tadi. Filiae menurut, mengikuti kedua siswi yang diyakini sebagai seniornya. Ia tidak punya pilihan untuk menolak, akan sangat aneh bila ia menolak permintaan seniornya itu. Terlebih, Filiae merasa ada yang aneh dengan kedua gadis ini. ∞ "Pertama, aku akan memperkenalkan diri. Aku adalah ketua dewan siswi, Noel Green dan ini adikku wakil ketua dewan siswi, Noa Green," Noel memperkenalkan dirinya pada salah satu junior yang diajak ke ruang dewan siswi tadi. Ia merasakan ada aura hitam yang menyeruak keluar saat gadis itu menatap jasad Nona Dalton, salah satu siswi tingkat tiga yang ditemukan tewas tadi pagi. Walaupun aura gelap itu segera lenyap, tapi baik Noel maupun Noa telah merasakannya dan mereka yakin bahwa gadis di hadapannya ini bukan seorang manusia. "Aku Filiae Morte, salam kenal Nona Green." Filiae memperkenalkan dirinya dengan sopan, ia belum tahu siapa sebenarnya kedua gadis ini. Ia harus bisa mengontrol dirinya sebaik mungkin, dan mengorek informasi terlebih dahulu dari mereka. "Nona Morte, apakah kamu tahu kenapa kami memanggilmu kemari?" tanya Noel, sementara Noa hanya diam membisu di sebelah kakak perempuannya. "Tidak, aku tidak tahu," Filiae menggelengkan kepalanya pelan, merespons pertanyaan Noel. "Baiklah kalau begitu aku langsung saja, apakah kamu yang membunuh Nona Dalton?" "Apa maksudmu, Nona Green! Jika yang kamu maksud adalah siswi yang tewas tadi tentu saja bukan aku, aku bahkan tidak mengenalnya!" Filiae membantah keras pertanyaan Noel, ia tersinggung dianggap sebagai makhluk hina pemakan darah manusia itu. "Jika demikian dari mana aura gelap yang kau keluarkan? Hanya kaum ras terkutuk yang memiliki aura hitam itu." Angin bertiup kencang di ruang ini mengelilingi Green bersaudara, warna rambut keduanya berubah warna menjadi perak, begitu juga kedua bola mata mereka, di tangan Noel sudah ada sebilah pedang perak dan Noa sendiri telah menggenggam sebuah busur angin. Kedua gadis itu berniat mengancam Filiae, mereka cukup yakin bahwa Filiae yang telah membunuh siswi itu, akan tetapi hal itu tidak membuat Filiae terintimidasi. Filiae menatap Green bersaudara dengan tatapan datar dan tenang, ia bahkan tidak melepas segel kekuatannya. Sebab setelah mengetahui sosok asli mereka, Filiae tahu bahwa mereka berada di pihak yang sama. Bangsa Elf selama ini selalu berbaur di antara manusia bersama dengan bangsanya untuk melindungi para manusia itu. "Tenanglah Nona Green, aku berada di pihak kalian, jujur saja aku terkejut bahwa ada bangsa Elf yang bisa menyembunyikan kekuatannya sebaik kalian berdua. Awalnya, aku mengira kalian berdua adalah manusia yang mengikat kontrak dengan para Wizard. Ternyata aku salah." "Kamu tahu sangat banyak Nona Morte, untuk seorang bangsa terkutuk. Akuilah kamulah Vampire yang membunuh siswi itu!" bentak Noa yang sudah kehilangan kesabarannya. "Apa buktinya kalau aku seorang dari bangsa Vampire? Aura hitam? Itu tidak bisa menjadi sebuah bukti, Nona Green." Sayangnya, sekali lagi Green bersaudara harus menahan kemarahannya lantaran Filiae yang masih tak bergeming, bahkan sedikit pun Filiae tak tampak ketakutan. Noa baru akan menembakkan panahnya ke Filiae, tapi dengan cepat Noel menghentikannya. "Apa yang kakak lakukan!" protes Noa. "Sabarlah Noa, sepertinya kita salah paham terhadap Nona Morte." Setelah itu Noel menyegel kembali kekuatannya yang diikuti oleh Noa. Kelihatannya sang kakak bisa menilai lebih baik dari Noa, Noel mulai menyadari bahwa tuduhan mereka kepada Filiae sungguh tak beralasan melihat reaksi Filiae terhadap tuduhan mereka. Hanya saja gadis Elf itu belum tahu siapa sebenarnya junior yang tengah berdiri di hadapannya ini. "Sebaiknya kita berbicara sambil duduk, mari silakan," ucap Noel tenang. "Tentu, Nona Green," yang disambut dengan senyuman manis dari Filiae    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD