02: Pilihan Max

1938 Words
Kiranti membuang muka sambil mengerucutkan bibirnya, di sebelahnya Max malah terlihat tidak menampilkan ekspresi apapun. Cuma keheningan yang melanda diantara keduanya. Kiranti yang menunggu Max mengatakan sesuatu terpaksa menekan gengsinya untuk bicara duluan karena Max yang diem mulu kayak kambing congek. "Max!" ketus Kiranti gondok. "Hm?" Max mengangkat alisnya tenang. Kiranti makin mencebik, "kamu kok diem mulu sih? Ngomong apa kek!" Max menatap lurus wajah Kiranti. "Kamu mau aku bahas soal masalah kamu kepleset di depan orang-orang tadi?" Blush! Kiranti benar-benar ingin lenyap dari muka bumi. PLAKK! Kiranti memukul keras punggung lelaki itu. "Kamu tau gak sih? Haram hukumnya buka aib cewek!" cecar Kiranti melotot. Max hanya bisa bersabar banyak-banyak, diem disalahin, udah ngomong pun masih disalahin juga. Cewek memang selalu benar! Namun diam-diam lelaki itu menahan kedutan di ujung bibirnya saat mengingat kejadian beberapa saat lalu. Gadis ini ternyata masih sama saja, sangat lucu, apalagi saat melihat wajah nyungsep Kiranti tadi, Max langsung membekap mulutnya rapat-rapat. "Tuhkan-tuhkan! Pasti kamu lagi ngetawain aku!" tunjuk Kiranti yang memang benar sekali. "Ck, mending aku pulang aja deh. Sia-sia aku jauh-jauh nyusulin kamu kesini!" ketus Kiranti ingin beranjak dari tempat duduknya. Grep. Kiranti menunduk, melihat lelaki itu yang tengah menggenggam pergelangan tangannya. Tapi menyebalkannya Max tidak berkata apapun, apa ngomong itu butuh duit ya sampe lelaki ini pelit banget. "Kenapa ha? Minggir sana, urusin aja tuh CAL-LON BI-NI kamu!" sewod Kiranti menggoyang-goyangkan lengannya supaya bisa lepas. "Jangan pergi." Ucap Max datar. Kiranti langsung berhenti meronta, menatap wajah tampan Max. Ah sial! Masa langsung luluh sih dirinya digituin doang?! "Kenapa aku gak boleh pergi? Kamu pengen aku disini lihat acara perjodohan kalian ya? Aku ra sudi!" Max menggigit bibirnya geli. "Kenapa gak mau? Sekalian biar aku kenalin kamu ke keluarganya Pak Widyatama." Kiranti makin kepanasan, kampret banget lelaki satu ini. Apa dia gak peka gitu kalo Kiranti suka sama dirinya?! APA KIRANTI HARUS TERIAK-TERIAK DULU BIAR MAX PEKA?! Tes. Max terperanjat, Kiranti agaknya ikut kaget. Dengan cepat gadis itu mengusap air matanya dan menepis kasar lengan Max. "Aku gak mau kenal sama mereka, aku lebih baik pulang aja." Ujar Kiranti datar sebelum berbalik arah pergi. Tapi lagi-lagi Max menahannya, sebenarnya apa mau lelaki ini? "Max–" Bruk! Kiranti hampir memekik saking kaget nya dengan aksi lelaki ini, Max menarik lengan Kiranti dan menjatuhkannya ke dadanya. Dengan kaku lelaki itu melingkarkan lengannya ke tubuh kurus Kiranti. "Maafin aku." Kiranti hampir kejang-kejang, apalagi lelaki ini bicara sambil mengusap kepalanya lembut banget. Kiranti makin meleleh, AAAAA! "Dan juga gadis tadi bukan calon istri aku." Jelas Max pelan. Kiranti menyandarkan kepalanya ke d**a bidang Max. "Cih." Decihnya pelan tak percaya tapi masih dapat di dengar Max. Max mengurai pelukan mereka, menatap serius manik mata Kiranti. "Aku serius, gadis tadi bukan calon istri aku." "Tapi aku denger mereka mau jodohin anaknya sama kamu." Balas Kiranti datar. Max tersenyum samar. "Kan aku gak nerima, ya berarti dia bukan calon istri aku." Lalu diakhiri tepukan singkat di kepala Kiranti. "Kapan kamu nolaknya? Kok aku gak denger?!" kekeh Kiranti masih ngeyel. "Makanya tadi jangan buru-buru lari, nah kan ketinggalan info." Tunjuk Max menarik pipi Kiranti gemas. Kiranti mendelik, memukul-mukul lengan Max yang masih bermain di pipinya. "Iiih sakit Max!" "Makanya senyum dulu, jangan cemberut." "Iya-iya ih, ini lepas dulu!" gerutu Kiranti. Max akhirnya mengeluarkan tawa rendahnya yang pelan dan penuh pesona. "Lagian daritadi kok cemberut mulu." "Kamu yang bikin aku cemberut!" "Kenapa? Cemburu?" tanya Max dengan ekspresi tanpa dosa. Kiranti benar-benar ingin pergi ke dukun buat nyantet lelaki ini. "Nyebelin banget ya kamu! Padahal aku udah jauh-jauh dari Amsterdam ke sini, tapi malah kamu ejekin terus." Max tiba-tiba tersentak, "kamu nanti bakal balik ke Amsterdam lagi?" tanya Max tiba-tiba. Kiranti merapatkan bibirnya dengan pupil sedikit membesar. "Kamu serius mau balik ke Amsterdam?" "G-gak tau." "8 tahun belum cukup ya Ran buat kamu?" Kiranti makin tersudut. "Yaudah terserah." Lepas, Max melepas genggaman tangannya di pergelangan tangan Kiranti membuat Kiranti seperti merasa kehilangan. "Kamu boleh pulang, maaf aku gak bisa nganterin." Ujar Max dan meninggalkan Kiranti yang terpekur sendirian. Udah? Cuma begini doang akhirnya? *** Tok tok tok tok tok tok tok tok--- "BERISIK NYET!!" BRAK! "HEH DASAR BAYI DUGONG! BISA-BISANYA NGOMONG GITU SAMA ABANG SENDIRI?!" amuk Farel langsung meloncat ke atas tubuh Kiranti membuat tulang-tulang gadis itu serasa copot. Kiranti tidak membalas lagi, sedang tak ada tenaga sama sekali. Farel yang melihatnya pun sontak mengernyit. "Abang bawa oleh-oleh dari Amsterdam looh~" goda Farel yang memang baru pulang dari trip business nya. "Gak peduli, aku udah hidup 8 tahun di Amsterdam." Balas Kiranti malas, Farel jadi meringis, oh iya yah lupa hehe. "Kenapa sih Dek? Jangan diem mulu dong, Abang kan gak tau kamu maunya apa?" "Bang aku pantes gak sih buat Max?" "HEE??!" Kiranti menatap keluar jendela dengan pandangan sayu. "Apa aku pantes buat Max? Padahal di luar sana banyak gadis yang lebih baik dari aku?" "Kamu ngomong apa sih Dek?!" Farel tidak suka. "Aku gak cantik-cantik amat, body juga biasa aja, otak gak pinter, dan satu-satunya kelebihan yang aku punya udah direnggut dariku, apa aku—" "Abang gak suka ya kamu ngomong begitu!" tegas Farel membentak keras, Kiranti hanya bisa menundukkan wajahnya. "Kamu tanya apa kamu pantas buat Max? Yang ada kamu yang terlalu berharga buat dimiliki siapapun, termasuk Max!" Kiranti mendongak speechless mendengar penuturan Abangnya. "Kamu jangan pernah berpikiran sempit lagi ya Dek, kalo Mamah sama Papah denger pasti mereka sedih." Kiranti mengangguk pelan. Farel tersenyum, mengelus ujung rambut Adiknya. "Tidur ya, jangan pikirin aneh-aneh lagi." Kiranti mengangguk lemah, namun saat Farel hendak beranjak gadis itu dengan cepat memeluk tubuh Abangnya erat. Farel tersentak kaget. "Makasih Bang selalu ada buat aku." *** "Yah." Gio yang sedang berkutat dengan berkas-berkas kuliah mahasiswanya menoleh, terlihat Sang Putra berjalan mendekat kearahnya. Gio mengangkat sebelah ujung alisnya. "Tumben kesini." "Masa datengin ruang kerja Ayah sendiri gak boleh?" tanya Max dengan datar. Gio terkekeh geli, menurunkan kacamata bacanya dan memutari meja untuk duduk di sofa. Dengan pengertian Gio menepuk sisi di sebelahnya, karena ia tau kalau Max pasti akan membahas hal yang penting. "Ada apa, hm?" Max menautkan kedua tangannya di atas lutut, terlihat menghela napas panjang. "Ayah gak marahkan soal kejadian tadi?" Gio jadi terkekeh geli. "Kamu kesini cuma buat tanyain itu?" Max tak menjawab. "Ngapain juga sih Max Ayah marah, apapun keputusan kamu selama itu baik pasti Ayah dukung." "Tapi sepertinya Ayah suka dengan keluarga Widyatama." "Lololo ya jelas Ayah suka dong, mereka baik begitu." Guyon Gio membuat Max mendengus. "Bukan itu—" "Iya Ayah paham maksud kamu Max." Max menoleh tertegun. "Lagian Ayah bukan orang yang gila kekuasaan, meskipun seandainya kamu tadi menerima perjodohan dan nama baik keluarga kita terangkat lalu selanjutnya apa? Ayah malah sedih kalau kamu menjalani hidup karena terpaksa." Max untuk pertama kalinya terpukau dengan Ayahnya. "Karena Ayah tau bukan gadis itu yang kamu inginkan." Max masih tak bersuara. "Kamu serius sama Kiranti? Jangan main-main sama anak orang, apalagi orangnya Adimas, bisa habis kamu nanti." Peringat Gio membuat suasana sedikit mencair. "Om Adimas galak ya Yah?" "Whis jangan ditanya lagi, apalagi ini masalah keluarganya bisa dijadiin sambel kamu nanti, istrinya juga galak banget ngalahin the power of Emak-emak di TV." Ternyata Gio mulutnya ngalahin admin Lambe Turah. Max menggeleng tak habis pikir mendengar penuturan Ayahnya. "Yah." "Kenapa?" "Aku harus kembali lagi bekerja dalam waktu dekat." "Oh iya ya, Ayah sampe lupa kalo kamu Tentara." Max tak merespon, namun dari gestur tubuhnya lelaki itu terlihat ragu membuat Gio yang peka akhirnya bertanya. "Ada masalah?" "Begini ..." Gio jadi mengangkat kedua alisnya karena Max tidak kunjung-kunjung melanjutkan. "Kenapa sih Max?" gemas Gio jadi kepo. Max mengusap tengkuknya kikuk, terlihat menyorot wajah Ayahnya serius. "Aku pengen ....." *** "Assalamualaikum!" Muliya dan Adimas yang sedang asik menonton sinetron yang lagi ngetren itu menoleh, aslinya cuma Muliya aja sih yang nonton soalnya Adimas gak paham sama sekali kisah sinetronnya. "Waalaikumsalam, eh anak Mamah tumben dateng?!" seru Muliya antusias saat berjalan keluar dan langsung memeluk Putri keduanya itu sumringah. Gea tersenyum manis, di belakangnya seorang pemuda yang memakai baju koko dan peci menyalimi Muliya sopan. Jadi ceritanya saat Gea lulus S1 tiba-tiba Kakak tingkatnya meminta taaruf pada Gea, Gea yang melihat ketulusan lelaki itu menerimanya dengan baik. Dan tara! Mereka berdua akhirnya naik ke pelaminan. Yah ... meskipun ada sedikit drama keluarga yang diciptakan Papahnya dulu karena belum ikhlas Putrinya dinikahi lelaki diumur yang tergolong muda. Tapi yang namanya jodoh gak akan kemana! "Ih Mamah ngomongnya kayak aku anak yang lupa sama rumah aja." "Ya kan bisa aja, kayak Adekmu tuh, 8 tahun baru balik." "Loh Dek Ranti pulang?!" kaget Gea yang diangguki Muliya. Di lain sisi Kiranti yang baru bangun tidur hanya mengenakan tank top dan celana kain panjang terlihat menuruni tangga sambil masih menguap lebar. "Dek Ranti!!!" pekik Gea membuat Kiranti hampir terjengkang ngglundung. Bola mata Kiranti seketika melebar. "MBAAAAAAAAAAKKKKK!!!" satu rumah langsung menggema suara toa Kiranti, gadis itu berlari cepat ke arah Kakak perempuannya dan melompat-lompat antusias. "Astagfirullah." Ucap Alif suami Gea saat melihat pakaian Kiranti yang lebih cocok disebut pakaian dalam. Kiranti jadi mendongak, menatap lelaki di hadapannya bingung. "Masnya siapa ya?" tanya Kiranti polos. "Suami Mbak, Dek." "OIYA MBAK KAN UDAH MARRIED!" Kiranti lagi-lagi membuat gendang telinga semua orang jebol. Alif di posisinya terlihat menggeleng sesekali mengelus d**a, apakah ini serius Adik Iparnya? Bukanya niat membandingkan, tapi Gea dan Kiranti bagai langit dan bumi perbedaannya. "Dek ganti baju, lain kali jangan pake begituan di rumah. Ini bukan di luar negri!" tegas Adimas yang baru datang. Kiranti menunduk mengamati pakaiannya, lalu tak lama ia cengar-cengir, eh iya astaghfirullah setan apa yang merasukinya?! "Yaudah aku ke atas dulu." Pamit Kiranti mendapat anggukan semua orang. "Gea, Alif, ayo masuk!" ajak Adimas ke arah menantu dan anaknya. Muliya entah sudah melipir kemana menyiapkan jamuan. "Jadi gimana usaha kamu?" "Alhamdulillah lancar Pah." Balas Alif sopan, ia membuka dealer mobil meneruskan usaha turun-temurun keluarganya, bukan sembarang dealer karena yang dijual hanya mobil sport kelas atas, dan juga cabangnya hanya ada di luar negeri. Alif memang tajir melintir, kalau dirinya gak tajir mana berani ia meminang Putri pengusaha sesukses Papah mertuanya ini. Adimas dan Alif lalu sudah terlibat percakapan bisnis, Gea pamit ke dapur membantu Ibunya memasak. TING TONG! Adimas dan Alif menoleh kompak. Mereka tidak perlu repot-repot membuka pintu karena salah satu pembantunya sudah membukakan pintu. Namun saat melihat tamu yang datang Adimas jadi mengernyit heran. "Loh Gi, tumben kesini?" tanya Adimas ke arah sahabat karibnya itu. Gio tertawa pelan, duduk di depan Adimas dengan istri dan Putranya yang mengapit di sebelah kanan dan kiri. Adimas mulai merasa aneh melihat Gio datang pakai baju batik begini. "Ya gak papa, masa bertamu gak dibolehin." Adimas mengangguk setuju. "Alif juga lagi berkunjung sama Gea ya?" tanya Mamah Max ke arah menantu Adimas itu. Alif tersenyum sopan. "Iya Tan." Dan kebetulan Gea dan Muliya datang juga. "Eh Laras!" seru Muliya senang, Mamah Max ini adalah temannya jadi mereka berdua cepat akrab. Memang sedikit lucu karena Ayah Kiranti dan Ayah Max adalah sahabat, begitu pula Mamah Kiranti dan Mami Max juga bersahabat. Kalau kalian penasaran kisah mereka silakan baca 'Turun Ranjang'. Laras memeluk singkat Muliya, "apa kabar, Ya?" "Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana?" "Alhamdulillah baik juga." Lalu keduanya langsung terlibat obrolan seru yang tak jauh-jauh dari pembahasan sinetron Aldebaran dan Andin. "Ngomong-ngomong tumben banget lo dateng lengkap sekeluarga begini, ada apa?" tanya Adimas ke arah Gio. Gio tersenyum samar, menepuk bahu Max yang ada disebelahnya. "Ini loh anak gue," ujar Gio sengaja menjeda kalimatnya untuk menggoda Max. "Max? Kenapa?" heran Adimas. Max terlihat mulai tegang. "Itulooo Dim, masa gak ngerti?" "Ya lo ngomongnya yang jelas!" jengkel Adimas. Gio terkekeh pelan. "Anak gue—" "Saya mau melamar Kiranti Om!" tegas Max langsung to the point.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD