Chapter 1

1030 Words
Tubuh Eleanor menegang ketika mendapati sebuah mobil sport berwarna hitam yang terlihat tidak asing berada di depan universitas. Oliv mengernyitkan dahi saat melihat sikap aneh sahabatnya yang tiba-tiba terdiam kaku di tempatnya berdiri. "El? Kau kenapa?" tanyanya heran sembari menyentuh pundak Eleanor. "Ah, bukan apa-apa," sahutnya berusaha tetap tenang, dan kembali menatap ke arah mobil hitam itu. Oliv mengikuti arah pandang Eleanor. Kemudian dia melihat seseorang laki-laki besar dengan wajah sangar, dan berpakaian serba hitam keluar dari mobil itu. Lalu pria tersebut berjalan ke arah dirinya dan Eleanor. "Tuan sudah menunggu Anda," ujar pria besar itu dengan wajah datarnya. Eleanor mengigit bibir bawah sembari mengepalkan tangan erat seakan berat untuk datang ke tempat pria yang dipanggil dengan sebutan 'Tuan' oleh bodyguard tersebut. "Kau sudah ada janji dengan seseorang? Bukankah hari ini kau bilang akan menginap di rumahku?" tanya Oliv. Eleanor menoleh ke arah Oliv. Lalu dia memaksakan senyumannya. "Sepertinya hari ini aku tidak bisa. Mungkin lain kali saja." Oliv memasang raut wajah kecewa. Eleanor menatap Oliv sayu. "Maaf ...," tuturnya merasa tidak enak. "Aku harus pergi sekarang," pamit Eleanor sembari memeluk Oliv yang terlihat sedih karena ia harus pergi mendadak. Kemudian Eleanor mengikuti pria itu masuk ke dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang sangat dia benci. Beberapa saat kemudian, Eleanor tiba di sebuah perusahaan besar yang terkenal di New York. Dia menatap gedung tinggi itu dengan tatapan kosong seakan tempat tersebut telah memberikannya banyak kenangan buruk yang membuat Eleanor enggan untuk menginjakkan kaki di sana. Eleanor turun dari mobil dan memasuki gedung tersebut bersama dengan bodyguard yang akan mengantarnya bertemu dengan pria sinting itu. Lalu dia masuk ke dalam lift menuju ke sebuah lantai di mana ruang CEO berada. Setibanya di sana, bodyguard tersebut langsung pamit pergi setelah mengantar Eleanor masuk ke ruangan CEO. Sedangkan Eleanor hanya diam di tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa pun. "Kenapa kau hanya berdiri di sana? Lepas pakaianmu," desis Javier tanpa ekspresi dengan suara baritonnya yang mengintimidasi. "Tapi-" "Lepas!" teriak Javier tajam. Tanpa kata, Eleanor melepas seluruh pakaiannya hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh polosnya itu. "Kau tau kenapa aku memanggilmu kemari?" tukas Javier datar. "Apa aku membuat kesalahan?" tanya Eleanor balik. Sudut bibir Javier tersungging ke atas sebelah membentuk senyuman sinis. "Kau benar-benar membuatku muak!" bentaknya sarkas. "Kenapa kau tidak menerima panggilan dariku, hah?!" desisnya tajam. "Baterai ponselku habis," jawab Eleanor tenang. "Aku tidak butuh alasan! Seharusnya kau sudah tau jika aku tidak suka diabaikan!" "Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Eleanor. Bahkan saat Eleanor telah membuat Javier marah, dia masih tetap bisa bersikap tenang meski dia tau jika setelah ini dirinya pasti akan kembali dihajar oleh Javier. Mungkin karena dia sudah terbiasa diperlakukan dengan kasar dan tidak manusiawi oleh Javier selama hampir sembilan bulan. Karena itu, dia tak lagi merasa takut jika Javier akan memukulnya lagi dan lagi. Karena di tubuhnya sudah terlalu banyak bekas luka yang pria itu beri. Sehingga Eleanor tak lagi memperdulikan kondisi tubuhnya sendiri. Javier beranjak dari kursi kebesarannya dan menghampiri Eleanor sembari melepas ikat pinggang dengan raut wajah dingin tanpa ekspresi. "Sepertinya aku terlalu baik kepadamu. Itu kenapa sekarang kau mulai berani membangkang." Javier membalik tubuh Eleanor kasar dan mendorongnya ke dinding. "Kau senang sekali menyakiti tubuhmu. Apa ini masih belum cukup? Sepertinya aku harus memberimu hukuman agar kau sadar dan bisa kembali menjadi anak penurut," tukas Javier dengan suara berat sembari menyentuh bekas cambukan di punggung Eleanor yang belum lama ini wanita itu dapatkan. Javier terdiam ketika lagi-lagi mendapati sorot mata Eleanor yang tampak kosong seperti boneka. Dia menggertakan gigi karena tidak suka dengan ekspresi wajah Eleanor yang seperti kehilangan semangat hidup setiap kali bersamanya. Pria itu kemudian mengangkat tangan ke atas dan kembali mencambuk punggung Eleanor dengan hati yang bergemuruh. Sedangkan Eleanor hanya memejamkan mata dalam-dalam karena sudah benar-benar pasrah dengan hidupnya. Bahkan dia sampai berharap Javier akan menyakitinya sampai dia tak lagi bisa merasakan rasa sakit. Agar dia bisa segera terbebas dari Javier. "Kenapa kau tidak membunuhku saja agar kau puas?" tukas Eleanor dengan tatapan kosong. Javier tersenyum sinis. "Membiarkanmu lolos dari tanggung jawab mu? Jangan pernah bermimpi bisa lepas dariku sebelum kau melunasi seluruh hutang orang tuamu," desisnya dingin. "Bahkan jika aku harus bekerja seumur hidupku, aku tidak akan pernah bisa melunasi hutang mereka. Jadi apa yang kau harapkan dariku?" balas Eleanor. "Itu kenapa kau harus menggunakan tubuhmu untuk membayar hutang mereka," pungkas Javier mengecup pundak Eleanor sembari memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Eleanor tersenyum hambar. "Aku tau kau terus menaikkan bunganya. Jadi seberapa banyak aku melayani mu, hutang mereka tidak akan berkurang." "Ternyata kau cukup pintar," ujar Javier tersenyum miring. "Itu artinya kau harus bersedia menjadi mainanku sampai kau mati," imbuhnya sembari mendekatkan miliknya di belakang tubuh Eleanor. "Kau yakin sekali jika kau tidak akan bosan denganku. Lama-kelamaan aku akan menua, dan kau tidak mungkin sudi menyetubuhiku saat tubuhku sudah berubah keriput. Ujung-ujungnya kau pasti akan membuangku meski hutang-hutang keluargaku belum lunas. Karena tidak mungkin kau tetap menyimpan wanita tua untuk menjadi simpanan mu. Jadi aku hanya perlu menunggu sampai saat itu tiba." Alih-alih marah, Javier justru tertawa mendengar ucapan Eleanor. "Kau lupa? Masih butuh waktu bertahun-tahun untuk menunggumu menua. Jadi sebelum saat itu tiba, kau harus bertahan hidup di bawah bayang-bayang ku. Karena aku tidak akan membiarkanmu bebas saat bersamaku," pungkas Javier tepat di telinga Eleanor. "Tidak ada yang istimewa dalam diriku sampai kau harus menjadikanku sebagai wanita simpanan mu," pungkas Eleanor. "Setidaknya aku bisa memakai tubuh mu untuk memuaskan ku," sahut Javier. Eleanor tersenyum sinis. "Ternyata bagimu aku tidak lebih dari alat pemuas nafsu," tukasnya miris. "Kenapa? Kau ingin statusmu lebih dari ini?" pungkas Javier tersenyum miring. "Aku bahkan tidak sudi hidup bersamamu," ujar Eleanor seketika membuat Javier naik pitam. Darah Javier mendidih. Rahangnya mengeras bersamaan dengan hatinya yang bergemuruh. Pria itu lalu mencengkram wajah Eleanor kasar. "Kau pikir kau berharga, hah? Kau bahkan tidak lebih baik dari sampah!" "Apa kau pikir kau lebih baik dari sampah ini?" tukas Eleanor sarkas. Javier mantap Eleanor dengan tatapan berkilat penuh amarah. Wanita itu benar-benar membuat Javier hilang kendali. Karena tak lagi bisa mengontrol emosinya, Javier akhirnya mulai kembali menyakiti Eleanor dengan membabi buta. Bahkan, luka yang di berikan hari itu jauh lebih parah dibandingkan biasanya. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD