Chapter 3

1504 Words
Eleanor memutar kunci dan membuka pintu rumah perlahan. Lalu dia masuk ke dalam dan tak lupa mengunci pintu kembali. Kemudian dia melangkah menuju sofa sembari memijat pundaknya yang terasa berat. Eleanor meletakkan tas selempang di atas meja, dan menjatuhkan tubuh lelahnya di sofa sembari mengembuskan napas panjang. Tatapan Eleanor menerawang jauh ke atas seakan menembus langit-langit rumahnya. Tidak ada suara apa pun di sana. Semua terasa hening dan sunyi. Karena memang Eleanor hanya tinggal seorang diri di rumah tersebut sejak kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan saat melakukan perjalanan bisnis. Sudah hampir satu tahun orang tuanya pergi meninggalkan dirinya seorang diri dengan hutang-hutang perusahaan yang harus dia tanggung. Sedangkan Eleanor sendiri tidak memiliki uang untuk membayar semua hutang kedua orang tuanya yang mencapai miliyaran. Karena saat itu dirinya masih menempuh pendidikan tinggi. Karena Eleanor tidak mampu membayar, akhirnya seluruh aset perusahaan, rumah mewah, mobil, dan seluruh kekayaan yang dimiliki kedua orang diambil oleh bank. Karena tidak memiliki tempat tinggal, alhasil Eleanor memutuskan untuk bekerja dan berhenti menempuh pendidikan tinggi. Selain untuk menyewa tempat tinggal dan mencukupi kebutuhan sehari-hari, uang itu juga nantinya akan ditabung untuk melunasi hutang perusahaan yang tidak ada habisnya. Meskipun seluruh harta benda keluarga telah diambil. Namun sekeras apa pun Eleanor bekerja untuk mengumpulkan uang, wanita itu sadar jika itu tidak akan pernah cukup untuk membayar seluruh hutang yang dimiliki kedua orang tuanya. Ditambah lagi, tidak ada satu pun orang yang membantunya. Bahkan kerabat keluarga mendadak menghilang dan tidak peduli dengan musibah yang menimpa Eleanor. Mereka justru sengaja menjauh dan membiarkan Eleanor menderita seorang diri. Dan yang lebih parahnya lagi. Mereka yang dulunya sangat dekat, kini justru menjadi seperti orang asing. Tidak ada satu pun orang yang berada di sisi Eleanor. Mereka seakan pura-pura tidak mengenal Eleanor di saat wanita itu sedang kesulitan dan benar-benar membutuhkan pertolongan mereka. Miris, tetapi memang itu yang sering terjadi di kehidupan nyata. Semua orang mendadak tuli dan buta ketika salah satu dari mereka terkena musibah. Ketika Eleanor sudah hampir menyerah dan tidak sanggup bertahan dengan keadaan yang perlahan menyiksa hidupnya. Disaat itulah Javier datang memberikan sebuah penawaran. Sebenarnya tujuan awal pria itu menemui Eleanor juga untuk menagih hutang. Namun tiba-tiba Javier berubah pikiran ketika dia bertemu dengan Eleanor. Mungkin orang-orang yang tidak mengetahui fakta sebenarnya pasti akan beranggapan jika Javier adalah pria dermawan yang baik hati karena bersedia melunasi seluruh hutang kedua orang tua Eleanor. Image pria itu dari awal sudah terlihat seperti malaikat penolong karena datang membantu ketika Eleanor tengah kesulitan. Padahal kenyataannya, Javier sengaja memanfaatkan keadaan Eleanor yang saat itu terpuruk untuk kepuasan pribadinya. Karena ada harga mahal yang harus Eleanor bayar dalam kesepakatannya bersama Javier. Di mana dia harus memberikan tubuhnya kepada pria itu. Eleanor pikir itu adalah kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Karena dia hanya harus melayani pria itu. Dia tidak berpikir banyak, dan tidak pernah mengira jika pria yang harus dilayani ternyata adalah seorang sosiopat. Dan seseorang yang semakin memberikan trauma di hidup Eleanor. Sekaligus menyeret wanita itu ke dalam penderitaan yang lebih pedih. Hingga membuat Eleanor sering kali mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Semenjak menjadi wanita simpanan Javier, atau lebih tepatnya adalah b***k seks. Eleanor mulai kembali melanjutkan pendidikannya setelah seluruh hutang perusahaan dilunasi oleh Javier. Itu pun dia membayarnya dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Karena meskipun dia adalah seorang wanita simpanan, itu tidak membuat hidupnya berubah. Karena Javier sendiri juga tidak pernah memanjakan Eleanor dengan uang atau pun barang-barang mewah seperti yang sering dilakukan oleh para pria kepada wanita simpanan mereka. Bahkan tak jarang dari mereka yang justru diperlakukan seperti seorang ratu. Tetapi itu sama sekali tidak berlaku untuk Eleanor yang justru diperlakukan seperti anjing peliharaan. Bahkan dia juga tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Javier. Karena itu, Eleanor tetap bekerja untuk bertahan hidup dan membayar biaya kuliahnya. Eleanor menghela napas berat. "Kapan semua ini akan berakhir?" gumamnya terdengar putus asa dengan tatapan lurus ke depan. Ketika Eleanor tengah sibuk memikirkan hidupnya, tiba-tiba ponselnya yang berada di tas berdering. Eleanor mengambil ponselnya, lalu terdiam dengan raut wajah yang sulit diartikan ketika melihat nama seseorang yang tertera di layar. Dia sengaja mendiamkan panggilan dari orang itu sampai akhirnya ponselnya tak lagi berdering. Tetapi setelah itu, tiba-tiba ada sebuah pesan yang masuk dari orang yang sama. Javier : Aku ada di depan rumahmu. Keluar sekarang! Tubuh Eleanor seketika menegang. Dia tercekat dengan kedua mata yang membulat sempurna saat membaca pesan dari Javier. Dan saat itu juga tiba-tiba ada seseorang yang menekan ganggang pintu rumah Eleanor dengan kasar. Namun karena pintu dalam keadaan terkunci, jadi orang itu tidak bisa membukanya. "Aku tau kau ada di dalam. Buka pintunya!!" teriak Javier dari luar sembari menghantam pintu. Tangan Eleanor gemetaran. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi tubuhnya ketika menoleh ke arah pintu rumahnya yang sedang didobrak oleh Javier. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Eleanor kemudian segera berlari menuju kamar dan melempar ponsel di atas tempat tidur. Lalu dia mengucek mata hingga membuat kedua matanya terlihat berlipat dan sayu seperti seseorang yang baru saja bangun tidur. Kemudian dia juga mengacak-acak rambutnya agar terlihat berantakan, dan tak lupa memasang raut wajah mengantuk saat membuka pintu. Javier mencengkram pipi Eleanor untuk melampiaskan kemarahannya. "Apa yang kau lakukan di dalam, hah?! Kenapa tidak menerima panggilan dariku?!" bentaknya dengan mata berkilat penuh amarah. "Maaf, aku tidak tau jika kau meneleponku. Karena ponselku di kamar, sedangkan aku tertidur di sofa," jawab Eleanor berusaha keras mengontrol napasnya agar tetap teratur. Javier menggertakan gigi, lalu mendorong Eleanor kasar hingga tubuh wanita itu terhuyung ke belakang. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam langsung menuju kamar Eleanor. Dan mendapati sebuah ponsel berada di atas tempat tidur. "Aku sudah mengatakannya padamu, ponselku ada di kamar. Karena itu, aku tidak tau kau meneleponku," ujar Eleanor tenang ketika melihat Javier hanya terdiam di tempatnya berdiri sembari melihat ke arah benda pipih yang berada di atas tempat tidur. Javier menoleh ke arah Eleanor dan menatap wanita itu dari atas kepala sampai ujung kaki dengan tatapan menelisik. "Apa yang membawamu kemari?" tanya Eleanor ringan. "Apa aku harus memiliki alasan untuk datang?" tukas Javier dingin. "Tidak, kau bebas kemari kapan pun kau mau," sahut Eleanor tersenyum sinis mentertawai kebodohannya sendiri yang telah mengajukan pertanyaan konyol tersebut. Karena itu terdengar seperti ia tidak menyadari posisinya sebagai seorang wanita simpanan. Sudut bibir Javier tersungging ke atas sebelah membentuk senyuman arogan. Kemudian dia duduk di tepi tempat tidur sembari membuka celana dan mengeluarkan miliknya yang sudah mengeras. "Jika kau sudah mengerti, sekarang lakukan pekerjaanmu. Kau pasti sudah tau apa yang harus kau lakukan," Javier menatap Eleanor sembari menyeringai. Eleanor mengepalkan tangan erat tanpa memasang ekspresi apa pun. Lalu dia mengigit bibir bawahnya kencang sembari memejamkan mata dalam-dalam. "Aku tidak ingin," jawab Eleanor yang seketika membuat Javier naik pitam. "Apa katamu? Tidak ingin? Apa aku memberimu sebuah pilihan? Bahkan jika aku memberimu kesempatan untuk memilih, kau tidak memiliki hak untuk menolak. Jadi, lakukan sekarang! Atau aku harus memakai cara kasar," desisnya tajam dan mengintimidasi. Sedangkan Eleanor hanya diam dan tidak menjawab ucapan pria itu. Dia juga tidak berniat mendekat dan menuruti perintah Javier. Hingga akhirnya sikap Eleanor yang seperti itu semakin membuat darah Javier mendidih. Raut wajah Javier berubah merah padam. Dia menggertakan gigi sembari menatap Eleanor dengan tatapan membunuh. Kemudian dia merapikan kembali celana dan berjalan menghampiri Eleanor. Lalu menarik rambut sebahu wanita itu dengan kasar hingga ada beberapa helai rambut Eleanor yang tercabut dari kulit kepala. "Seharusnya dari awal aku tidak perlu membantu jalang yang tidak tau berterimakasih sepertimu! Hisap milikku sekarang! Atau aku akan menjualmu kepada pria tua!" desis Javier tajam dengan nada suara tinggi. Eleanor masih tetap menutup mulutnya rapat-rapat, meski pria itu sudah memaksa kepala Eleanor turun ke bawah. Rahang Javier mengeras. Pria itu kini sudah benar-benar hilang kesabaran. Dia kemudian mencengkram wajah Eleanor kasar sampai kuku jarinya menusuk pipi wanita itu. "Beraninya kau membangkang dan tidak menuruti perintahku!" bentaknya penuh amarah dan mendorong kepala Eleanor ke dinding dengan sekuat tenaga hingga membuat kepala wanita itu berdarah karena benturan di kepala yang terlalu keras. Setelah itu, Javier berlalu pergi meninggalkan Eleanor yang terduduk lemas di lantai sembari menahan rasa sakit di kepalanya yang luar biasa. Beberapa saat kemudian setelah pergi dari rumah Eleanor, Javier tiba-tiba memutar balik mobil menuju ke rumah Eleanor kembali ketika dirinya terus memikirkan Eleanor sejak pergi dari rumah wanita itu. "Sialan!" umpatnya kasar sembari memukul stir kemudi. Setibanya di halaman rumah Eleanor, Javier bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah berniat membawa Eleanor ke rumah sakit untuk mengobati kepala wanita itu yang terluka. Namun betapa terkejutnya Javier ketika dirinya justru mendapati Eleanor tengah mengiris pergelangan tangannya dengan pecahan gelas di dapur. Sontak saja, Javier langsung berlari menghampiri Eleanor dengan raut wajah panik. Dia kemudian menahan tangan wanita itu agar berhenti melukai pergelangan tangannya yang sudah berdarah. "Apa yang kau lakukan?! Jangan melakukan tindakan bodoh seperti ini lagi!!" bentak Javier dengan nada suara tinggi. Sedangkan Eleanor yang sudah kehilangan banyak darah tidak bisa melihat Javier dengan jelas karena pandangannya perlahan terus mengabur. Sampai akhirnya semua menjadi gelap, dan kepala Eleanor terjatuh ke lantai tidak sadarkan diri. "Lea!!!!" TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD