Beyond Beyond

1250 Words
Tadi malam tidak dapat membantah hal yang bisa membuat Volentia berhenti bertanya apakah ini benar-benar nyata . Hari ini ia akan pergi ke sekolahnya yang baru, dan pagi ini ia sudah disibukkan dengan buku besar yang sejak kemarin sakit ia berusaha untuk hafalkan. Siapa pun yang ingin tersesat atau disihir menjadi kodok karena tidak sopan . Beberapa hal aneh yang membuat Volentia sedikit berpikir dua kali untuk itu. "Apa kau siap?" Tanya Ritzy yang bertingkah laku seakan kakaknya akan pergi ke sekolah normal, bukan pergi ke dimensi lain, dan memilih hanya akan kembali enam bulan sekali. Volentia yang baru saja bertanya tentang deretan anak tangga saat ekor dengan cepat mendapati bayangan psikolog yang sebelumnya mengajaknya bicara, psikolog yang sebelumnya berbicara apa yang ia katakan. "Selamat pagi Nona, saya adalah Wali Anda selama Anda berada di Dunia Penyihir," ucap wanita berambut hitam bergelombang dengan topi yang menurut Volentia terlihat kuno dan sedikit miring. "Zelda Russel, senang bertemu denganmu." Volentia mengangguk. "Senang bertemu dengan kamu juga," ucapnya. Kemudian berbalik ke keluarga kecilnya itu. "Aku akan merindukan kalian." ------------------- SEBELUM berpindah nama di PADA Tahun Ke Tiga Zaman Epoch , sekolah Yang Telah Menjadi Saksi Banyak Sejarah Penting di dimensi sejak zaman Hiraeth LEBIH dikenal DENGAN sebutan Masyarakat Liar . Afiliasi pendidikan terbaik yang didirikan orang dewasa atas izin pembelajarannya diberikan pada afiliasi Pendidikan dan Perbuatan Penyelenggara Muda karena mendukung hanya mementingkan kepentingan anggotanya. "Namun sebagian besar anggota Otoritas tertinggi dari hasil itu." Zelda sedari tadi menjelaskan banyak detail penting tentang sekolah baru Volentia yang sebenarnya sudah besar. Volentia tidak begitu memperhatikan perkumpulan wanita yang melihat tiga puluh tahun itu, pemandangan sekolah yang terasa abnormal lebih menarik untuknya. "Di tahun ketujuh belas zaman Evanches ini, sekolah memberikan beberapa dispensi pada siswa dengan bakat luar biasa untuk mendaftar pada beberapa afiliasi penting selayaknya Masyarakat Liar , kau juga bisa masuk ke dalam ikatan yang ingin kau inginkan." "Ah, apa?" tanya Volentia karena ia tidak begitu memperhatikan. " Masyarakat Liar . Kamu pasti tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan," tebak Zelda mencoba menelisik wajah raut Volentia yang sedang menggigit salah satu jari kanannya. "Kenapa kamu melakukannya?" "Melakukan apa? Menggigit jari? Aku meminta karena aku gugup, maaf jika sebelumnya tidak memintamu," ucap Volentia menurunkan tangan kanannya. "Tidak perlu gugup, itu bukan masalah yang besar," kata Zelda kembali di antara lampu-lampu jalanan yang bergaya Eropa abad pertengahan. "Apa kau sudah belajar beberapa tempat sejarah ini?" "Iya," jawab Volentia singkat. "Baguslah, kau pasti juga sudah tahu tentang peraturan, bukan?" Zelda sedikit melambatkan langkah kaki yang ia hantaman di marmer jalanan sekolah yang menimbulkan suara percikan air jatuh. "Setiap penyihir remaja yang disetujui 17 tahun disetujui untuk disetujui sebagai anggota afiliasi yang ada, jika tidak maka izin praktek sihir yang bisa dilakukan di dunia manusia dapat dicabut," ucap Volentia meminta izin untuk mengetahui Afiliasi itu. "Kamu tidak perlu takut Nyonya, usiaku masih 16 tahun, masih ada waktu sampai usiaku 17 tahun." "Kau gadis yang baik, baiklah aku akui jika aku cukup menyukaimu," ucap Zelda berbalik pada Volentia yang jujur saja membuat gadis itu gugup. "Sebenarnya semua penyihir sudah disetujui sebagai anggota ikatan, namun beberapa penyihir menghargai anak mereka dalam satu atau kedua ikatan yang diikuti orang tuanya. Tapi orang tuamu adalah manusia sehingga mungkin akan berusaha untukmu." Volentia kembali menggigit salah satu jarinya. "Kamu tenang saja, aku pasti akan menemukan teman yang tepat sebelum aku berulang tahun. Aku termasuk anak yang mudah berteman, kamu tenang saja." "Meminta kamu tidak begitu mengerti perkataanku, tetapi tidak masalah aku cukup lega untukmu," ucapnya memberikan kunci kamar pada Volentia. "Itu adalah gedung asramamu, dan secara resmi kamu akan masuk dalam ikatan Murid dan Lulusan Asrama Sylvester ." Volentia menerima kunci dengan sedikit curiga. "Ada banyak hal yang harus aku kerjakan, kau masuk saja dan akan ada anak bernama Oliv yang akan membantumu di sana. Mengerti? Sampai jumpa." "Sampa-" Belum selesai Volentia selesai selamat tinggal walinya itu lebih dulu dihapus dari pertemuannya. "Terima kasih." Bangunan asrama yang melingkar dengan warna dominan putih itu terasa sepi saat Volentia baru saja menginjakkan diselesaikan di sana. Zelda sendiri yang menyuruhnya tidak membawa apa-apa, hanya membawa dirimu sendiri yang seharusnya . Lobi asrama yang bernuansa merah dengan dinding yang dicat putih kosong tanpa ada tanda-tanda kehidupan. "Halo," ucap Volentia yang menjadi sedikit gema diruangan itu selama beberapa saat. "Lingkaran cahaya?" ulangnya sekali lagi. Volentia sedikit mengencangkan jaket yang ia gunakan, entah perasaanya saja atau udara di tempat itu serasa semakin dingin setiap saat. Beberapa angin terlihat berputar di udara hingga beberapa kertas terlihat berhamburan, Volentia berusaha mendapatkan semua kertas yang bisa ia raih. Jangan sampai ada yang memarahiku atau mengutukku menjadi luar derik karena hal ini. Angin bisa diputar dengan suara keras ke gaduh saat Volentia sedang berusaha mendapatkan beberapa kertas di udara. DAHAN Seorang anak laki-laki terlihat terjatuh dengan posisi yang bisa dipinjam. Kepala bawah dan kedua kaki yang dibuka di dinding. Volentia sekuat tenaga berusaha untuk menahan tawanya berkat posisi itu, namun decak lucu sedikit terdengar dari mulutnya. "Jangan hanya tertawa, cepat bantu aku!" panggil anak itu membuyarkan tawa Volentia. Mencoba mengeluarkan si anak yang terjepit di antara dua kursi. Salah satu bagian jas seragam miliknya tersangkut dengan paku, membuat Volentia membantah menariknya. Mengakibatkan sebuah sobekatan bekas yang terasa lumayan cukup besar di daerah punggung. "Apa yang sudah kamu lakukan? Oh. Ini gila ," ucapnya pada Volentia saat melepaskan jas yang menyisakan kemeja putih yang beruntungnya tidak ikutan tersangkut di paku. "Apa kau tahu mahal jas ini? Ini jas dari afiliasi penting kau tahu? Kau itu benar-benar." Anak itu berdecak kesal sambil memandangi jasnya. "Maaf," ucap Volentia kembali menggigit jari kembali. Anak itu menatap Volentia dengan tatapan tajam. "Ya sudah, tidak masalah. Aku akan menyuruh Ai membenarkannya, aku juga meminta maaf karena mengira kau adalah Ella." Anak itu mengatakan semua itu tanpa memandang Volentia. Volentia hanya mengangguk tanpa melepaskan jari tangan kanannya yang masih ia gigit. Anak itu mengalihkan pandangannya pada Volentia yang sedikit tertunduk. "Hei? Apa kamu menangis? Hei? Apa yang kamu lakukan? Aku sudah minta maaf, ingat?" Volentia menggelengkan lemah saat anak itu menepuk kedua pundaknya. "Maaf, aku tahu ini salahku. Aku akan menggantinya sebisa yang aku lakukan," ucap Volentia masih tidak melepaskan jari tangan yang masih ia gigit. "Aku yakin jas itu mahal, jadi aku mohon maaf-" Suara Volentia terhenti saat ia tiba-tiba saja merasakan jika salah satu jarinya terasa sakit. Darah sedikit mengalir dari sana, Volentia sedikit meringis dan melepaskan gigitannya. Anak yang berdiri di balik itu hanya bisa tampak bingung. Beberapa saat kemudian Volentia terduduk dalam diam saat anak mencoba menutup luka yang ada di jarinya dengan casa. "Kau aneh. Ini pertama kali kulihat ada sesuatu yang melukai dirinya sendiri. Apa kau sengaja melakukannya?" Volentia menggeleng. "Aku hanya bertanya saat aku gugup, maaf." "Sudahlah. Apa kau tau? Aku pikir tadi kau menangis, tapi kau malah merusak dirimu sendiri. Anak-anak pasti akan lebih berpikir negatif jika seperti ini," ucapnya saat bertanya sendiri. "Maaf." "Sudahlah, kau si murid baru itukan?" tanya anak itu. "Pergilah ke kamar asrama, kau akan bertemu Serenity di sana. Ia akan membantumu, aku harus kembali ke kelas." Volentia hanya mengangguk paham, rasa sedikit tidak enak mungkin masih terngiang dipikirannya. Anak laki-laki tanpa nama yang cepat menghilang bersamaan dengan angin yang berputar, selayaknya menyambutnya yang tidak terduga. Volentia ikut instruksinya untuk mendatangi staf dalam ruangan. Sebenarnya itu adalah gudang yang lama diubah oleh Serenity menjadi kamarnya, mengingat ia terlalu lelah untuk menerima siswa-murid asrama. Menganggap tidak ada kelinci lain yang mau mengurus anak-anak asrama yang terasa lain dari yang lain. Tentu saja, Serenity Loveday, seekor kelinci jenis Giantestrer setinggi dua meter berwarna putih dengan kemeja berwarna kemerahan. "Anak didik Zelda?" Ketenangan tenang dengan hidung yang naik turun. Volentia mengangguk. "Ikuti aku." --- "Usaha terjadi jika kita mau berubah dan menghasilkan energi baru yang bisa lebih baik dari energi yang sebelumnya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD