Diana P.O.V Pagi itu, aku mengenakan setelan formal berwarna biru tua, rambutku kusut sedikit oleh angin pagi saat aku menjejakkan kaki di halaman Lapas Jakarta Timur. Udara Jakarta yang pengap tak bisa menandingi panas yang menjalar di dalam diriku sejak semalam. Hasan adalah tanggung jawabku. Dan seseorang telah menyentuh klienku tanpa izin maka itu berarti menyentuh wilayahku juga. Seorang petugas lapas, pria berseragam bernama Sulaiman, menyambutku dengan gugup di gerbang depan. “Selamat pagi, Bu Diana. Kami sudah—” “Bawa saya langsung ke kepala lapas,” potongku cepat. Nada bicaraku datar, tapi tak ada ruang kompromi di dalamnya. Dia menelan ludah sebelum mengangguk dan memanduku melewati lorong-lorong pengap dengan dinding yang penuh bercak kelembapan. Beberapa tahanan memandangi

