LIMA

1077 Words
Pagi hari saat Soojin terbangun dari tidurnya. Rasa mual terasa begitu menusuk hingga membuatnya harus berlari ke arah kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya dngan segera. Tidak ada apapun yang keluar dari mulutnya. Namun rasa mual itu kembali terasa dan membuatnya kembali memuntahkan sesuatu yang sebenarnya kosong. “Apa ini yang dinamakan morning sicknees?” batin Soojin bertanya. Wanita itu dengan segera membasuh wajahnya dan memilih untuk keluar kamar dengan segera. Bagaimanapun juga ia merasa tidak enak dengan Baekho apabila dirinya bangun terlalu siang. Baru saja Soojin membuka pintu kamar, bersamaan dengan Baekho yang mengangkat satu tangannya. Sepertinya pria itu hendak mengetuk pintu kamar Soojin. “Kau sudah bangun?” Pertanyaan basa-basi yang dilontarkan Baekho hanya dibalas dengan anggukan kecil oleh Soojin. Kemudian pria itu mengajak Soojin untuk sarapan. Di atas meja makan sudah terhidang beberapa menu makanan yang didominasi dengan sayuran hijau. Ada juga beberapa buah dan daging sebagai pelengkap. “Yang ku tahu, Ibu hamil rentan mengalami morning sicknees yang bisa membuatnya kesulitan untuk makan, apalagi pada trimester pertama. Dan Ibu hamil juga lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat, oleh karena itu aku sengaja membuatkan mu beberapa makanan yang mengandung asam folat,” terang Baekho sembari menarik kursi dan mempersilakan Soojin untuk duduk di sana. “Aku juga sudah menyediakan strawberry, alpukat dan beberapa buah lainnya, semoga saja kau suka dan bisa memakan itu,” sambung Baekho diiirngi dengan senyuman tipis di wajahnya. Lagi-lagi Soojin merasa tersentuh dengan apa yang dilakukan pria di hadapannya ini. Mereka adalah dua orang asing yang tanpa sengaja dipertemukan di saat yang kurang tepat. Tapi mengapa Baekho bisa dengan mudah bersikap begitu baik padanya? “Apa yang kau pikirkan?” Soojin berjingkat, ia kemudian menggeleng dengan senyuman tipis. Ia hanya merasa terharu sekaligus miris dengan kehidupan yang dialaminya saat ini. Ia hamil diluar nikah, sedangkan ayah dari anak yang dikandungnya enggan mengakuinya. Tapi Baekho, orang asing yang ia sendiri tidak tahu siapa ia sebenarnya, mau menerima dirinya dan juga anaknya dengan tangan terbuka. Bahkan memperhatikannya dengan begitu baik. Soojin merasa malu dengan segalanya. “Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang, tapi tolong jangan terlalu banyak berpikir sesuatu yang bisa menyakiti perasaanmu sendiri. Kau harus ingat, sekarang bukan hanya dirimu yang harus kau jaga, melainkan ada kehidupan lain di dalam tubuhmu.” Mendengar perkataan Baekho membuat Soojin tertegun. Benar apa yang pria itu katakan. Saat ini bukan hanya hanya ada dirinya, tapi juga anak dalam kandungannya. Jika ia terus memikirkan banyak hal hingga membuatnya merasa stress maka hal itu juga akan berpengaruh dengan kandungannya. Ia tidak boleh sampai melukai anak dalam kandungannya sendiri. “Ya, kau benar.” “Oh, iya. Sepertinya hari ini aku akan pulang agak malam, ada beberapa jadwal operasi yang harus ku kerjakan hari ini,” ucap Baekho sambil meminum segelas air putih. “Baiklah, perlu ku siapkan makanan?” Baekho menggeleng, pria itu kemudian beranjak ke arah wastafel, mencuci piring bekas miliknya dan berkata. “Tidak perlu. Kau bisa langsung istirahat saja jika sudah mengantuk. Dan aku juga sudah menyiapkan vitamin di laci dekat televisi, siapa tahu kau memerlukannya. Aku pergi dulu,” kata Baekho sebelum beranjak keluar rumah. Pria itu sempat tersenyum sekali lagi dan melambaikan tangan ke arah Soojin yang masih terdiam di tempatnya. *** Hari menjelang siang, dan tidak ada aktivitas yang bisa Soojin lakukan. Ia hanya terbaring di dalam kamarnya, memandangi langit-langit kamar dengan diam dan pandangan kosong. Ia merasa bosan, sangat. Tidak ada hal apapun yang bisa dilakukannya sekarang. Soojin memilih beranjak, ia memutuskan untuk melihat-lihat isi apartemen Baekho. Apatemen milik lelaki itu tidak terlalu luas, namun juga tidak kecil. Terdapat dua kamar tidur dengan satu kamar mandi di dekat dapur. Ada juga sebuah ruang makan yang terletak di dekat dapur tanpa sekat. Ada juga sebuah ruang tamu yang juga merangkap seagai ruang tengah dengan sebuah televisi layar datar di sana. Tidak lupa sebuah sofa nyaman berukuran sedang dengan warna putih, yang nampak cocok dengan cat rumah yang berwarna senada. Baekho juga sepertinya orang yang cukup tertarik dengan seni photografi. Pada beberapa bagian dinding terdapat beberapa pigura foto yang nampak menghiasinya. Ada beberapa potret priadi pria itu dalam berbagai pose, juga beberapa yang Soojin asumsikan sebagai keluarganya. Hingga satu foto yang cukup menarik perhatian Soojin pada saat itu. Sebuah potret seorang wanita dengan dress selutut berwarna putih dengan corak bunga. Rambut model curly yang ia biarkan tergerai bebas tampak membuatnya terlihat feminim juga cantik. Ia memegang sebucket bunga dengan senyum yang merekah indah. “Cantik,” gumam Soojin tanpa sadar. Setelah puas melihat-lihat figura, Soojin kembali melanjutkan aksinya berkeliling. Apartemen Baekho terbilang bersih juga rapi untuk ukuran laki-laki yang tinggal seorang diri. Bahkan Soojin tidak melihat bekas makanan auatupun piring kotor yang tergeletak sembarangan di rumah ini. “Dia bahkan lebih pembersih dariku.” Disaat Soojin tengah sibuk mengitari rumah Baekho, tiba-tiba terdengar suara bel apartemen yang berbunyi. Dengan langkah pelan Soojin berjalan menuju pintu utama. Ia membuka pintu dan mengernyit begitu postur tubuh seorang wanita yang mengenakan mantel berwarna abu-abu juga sepatu hak tinggi terlihat membelakangi nya. "Siapa, ya?" Perlahan wanita itu berbalik. Seorang wanita baya dengan kacamata yang menghiasi wajahnya. Rambut pendek yang sengaja dibuat agak bergelombang, juga lipstik berwarna merah dan kalung berlian itu tampak begitu mencolok. "Siapa kau?" Bukannya menjawab, wanita baya itu justru bertanya balik. Membuat Soojin kembali mengerutkan alis, kebingungan. "Saya Soojin, teman dari pemilik unit apartemen ini," kata Soojin ramah. Kini giliran wanita baya itu yang mengernyit. Ia melepaskan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di hidungnya, matanya menelisik, melihat Soojin dari atas ke bawah dan mengulanginya beberapa kali. Kemudian, wanita itu masuk ke dalam apartemen tanpa permisi. Membuat Soojin jadi panik sendiri. Ia sempat mengamati isi apartemen sebelum kembali mengamati Soojin seperti beberapa saat lalu. Dan jujur saja hal itu membuat Soojin merasa risih. "Anda-," Belum sempat Soojin menyelesaikan pertanyaanya, wanita di hadapannya ini lebih dulu memotong perkataannya. "Kau yakin kalau kau adalah teman Baekho?" "Ya, saya,-" lagi-lagi perkataan Soojin terpotong. Tapi kali ini wanita itu membelalakan matanya dengan ekspresi terkejut. "Tapi aku tidak pernah mengenal mu. Aku tahu semua teman anakku." Anak?! Jadi, wanita baya di depannya ini adalah Ibu Baekho?! "Kenapa terkejut? Jika kau benar teman Baekho, harusnya kau mengenalku sebagai Ibu Baekho?!" Bagaimana ini, apa yang harus Soojin katakan. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya terjadi, ia tidak ingin Baekho mendapat masalah dengan Ibunya. Tapi apa yang harus ia katakan? Jika dilihat, Ibu Baekho bukanlah tipe orang yang mudah percaya dengan orang lain. "Saya,-"

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD