BB. 3

1012 Words
Renata terus mondar-mandir di dalam kamar nya, sambil menggigit kuku nya yang menandakan bahwa ia sangat takut dan khawatir. Sejak pulang dari kantor, ia sama sekali tak berani untuk menyapa orang tua nya. "Lu harus bilang nat" ucap renata bergumam, ia masih melakukan aktifitas nya mondar-mandir di kamar nya sebelum akhir nya ia memutuskan, keluar dan menemui orang tua nya. Ia berjalan ke arah ruang tamu, dan ternyata sudah ada kedua orang tua nya yang sedang bersantai. "Kenapa sayang?" Ucap sang Mamah, yang melihat renata berdiri dengan wajah yang seperti orang khawatir "Duduk ka" ucap sang Papah, Renata akhir nya duduk berhadapan dengan orang tua nya, ia terus menggenggam kedua tangan, ia semakin mengeratkan nya, kaki yang terus seolah bergerak semakin membuat kedua orang tua nya makin menatap bingung. "Kamu ada masalah kantor?" Ucap sang Papah "Cerita nak, ada masalah apa?" Ucap sang Mamah, sedangkan renata masih dia membisu bahkan ia tak berani menatap kedua mata orang tua nya, hati nya sudah tertiban rasa yang sesak ketika ingin berbicara. "Rena minta maaf mah, pah" ucap renata, kedua orang tua nya mengerutkan kening nya tak mengerti maksud perkataan renata. "Minta maaf kenapa sayang? Kamu kan gak berbuat apa-apa" ucap sang Mamah, tanpa sadar air mata renata keluar dari sudut mata nya, perkataan mamah nya yang benar-benar percaya oleh nya seakan semakin membuat ia merasa menjadi anak terbodoh. "Aku sudah membuat kalian kecewa, maafkan rena mah pah" ucap renata, air mata nya kini tak terbendung lagi, ia benar-benar menangis di hadapan orang tua nya, sang Mamah yang melihat putri nya menangis, menghampiri nya dan merangkul nya, renata semakin menangis dan memeluk mamah nya dengan erat. "Kamu kenapa nak? Ceritakan, kami akan mendengarkan" ucap sang Papah. "Mah, pah, aku..." Ia benar-benar tak sanggup melanjutkan kalimat terakhir nya, namun ia meyakinkan hati nya untuk jujur kepada kedua orang tua nya, ia memejamkan mata nya dan menarik nafas perlahan. "Hamil" renata lalu menghembuskan nafas nya secara perlahan, membuka mata nya secara perlahan walau ia tahu ia akan melihat sorot mata kekecewaan dari orang tua nya. Kedua orang tua nya diam, tak berucap satu kata pun, sang Mamah mulai melepas rangkulan nya dan menutup kedua mulut nya, kedua orang tua nya saling menatap tak percaya. "Nak, bilang ini bohong" ucap sang Mamah "Siapa orang nya" ucap sang Papah, renata diam! Ia terus menunduk, dengan mengeratkan kedua tangan nya, tangisan nya benar-benar pecah saat itu. "SIAPA LAKI-LAKI ITU RENATA! SIAPA AYAH DARI ANAK YANG DI KANDUNGAN MU" ucap sang Papah, wajah nya sudah memerah menahan emosi, bukan hanya emosi, rasa kecewa menyelimuti diri sang papah. "Jawab nak, siapa yang menghamili mu" ucap sang Mamah, ia masih bernada lembut semakin membuat renata semakin merasa bersalah dan terlihat rendah. Renata hanya menggelengkan kepala nya, membuat sang Papah semakin mengepalkan tangan nya. "Gugur kan! Jika kau tak mau memberitahu siapa ayah dari anak mu" ucap sang Papah, membuat renata terlonjak kaget! Ia menatap papah nya dengan nyalang, seolah tak terima, ia terus memegang perut nya. "Enggak! Rena gak bakal gugurin anak rena sendiri!" Ucap renata dengan tegas, ia tak ingin membunuh anak dari kesalahan diri nya. "Kau benar-benar buat papah kecewa rena! Kau anak perempuan satu-satu nya, dan besar harapan papah ke kamu. Tapi kamu malah menghancurkan dengan kejadian ini" ucap sang Papah, wajah nya masih memerah, bahkan ia sekarang tak ingin menatap putri nya itu. Ia kecewa, ia telah gagal menjadi seorang ayah untuk putri nya, ia telah gagal menjadi pemimpin keluarga, Ia menangis di dalam hati, hati nya seolah tersayat begitu dalam. Renata menghampiri sang papah, dan berlutut di hadapan nya, tangisan nya seolah menandakan ia telah menyesal mengecewakan "Maafin rena pah, papah boleh pukul rena, tapi jangan nyuruh rena buat hilangin bayi rena pah" ucap renata, tangisan nya tersedu hingga membuat sang mamah pun menghampiri nya dan memeluk nya. "Mah maafin rena" ucap renata "Mamah maafin kamu nak" ucap sang Mamah, renata memeluk erat mamah nya, ia harus belajar banyak dari sang mamah nanti nya, mengikhlaskan walau terasa sakit, menerima walau itu pahit karena pada dasar nya tidak ada seorang ibu yang akan membenci anak nya. "Kamu harus keluar dari rumah ini" ucap sang Papah, membuat renata dan mamah nya kaget, dan langsung menatap sedih ke arah sang Papah. "Pah!" Ucap sang Mamah "Kenapa?! Memang dia harus pergi dari kampung ini" ucap sang Papah dengan tegas "Kalau itu mau papah, baik. Rena akan pergi" ucap renata, Ia lalu bergegas ke kamar nya untuk membereskan semua pakaian nya, hati nya sesak mendengar perkataan papah nya namun itu sudah resiko yang harus ia terima, karena kesalahan nya sendiri. "Pah, gak gitu cara nya juga!" Ucap sang Mamah "Terus harus gimana? Nunggu tetangga pada tahu? Nunggu dia semakin membuat malu kita?" Ucap sang Papah dengan frustasi, ia juga tak ingin namun ia harus tegas menyikapi. "Gimana kalau dia di jahatin di luar sana, dia akan tinggal dimana pah" ucap sang Mamah "Dia harus tanggung jawab atas perbuatan nya mah, urusan dia tinggal dan gimana itu urusan dia. Jangan berani-berani nya mamah ikut campur" ucap sang Papah Tanpa sadar renata sudah berada di luar kamar dan mendengarkan perkataan kedua orang tua nya. Papah nya benar, ia hanya membuat malu di keluarga nya, ia tahu papah nya bersikap seperti itu karena benar-benar kecewa atas diri nya. Renata membawa koper nya, sang Mamah langsung memeluk renata dengan erat. "Nak maafin mamah ya" ucap sang Mamah, ia meminta maaf karena tak bisa membujuk suami nya. "Enggak papa mah, mamah jaga diri baik-baik ya, bilangin papah jangan suka begadang" ucap renata dengan lembut, sang papah yang mendengar sebenarnya ada rasa kasihan namun ia harus bertindak tegas. "Jaga kandungan kamu baik-baik" ucap sang Mamah, renata hanya mengangguk dan tersenyum lembut, mamah nya mengelus rambut renata dengan lembut. Sedangkan papah nya hanya diam, tak menengok ke arah renata sama sekali, renata yang melihat hanya bisa tersenyum sedih. "Rena pergi ya mah, pah rena pamit" ucap renata, ia lalu membawa koper nya keluar rumah. Ia berjalan hingga ke gang rumah nya dan menunggu taksi yang lewat. Ketika ia lewat banyak tetangga yang melihat, dan berbisik-bisik kenapa ia membawa koper gede.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD