Bab 2 Panggil aja Max.

1208 Words
"Oke bi... siap." Ucap Brian pada sang bibi. Bibi pun segera membuatkan makanan untuk Adel. Dan Brian pun segera kembali ke kamarnya. Lelaki itu segera merebahkan tubuhnya diatas pembaringan setelah meletakkan tas sekolah yang ia bawa tadi. Ian baru merasakan jika saat itu pinggang sampai punggungnya sakit karena menggendong Adel tadi. "Bisa-bisanya aku gendong tu anak sampai rumah. Akh... sejak kapan aku kurang kerjaan begini sih? lagian ya... pak Guru kenapa juga minta aku yang anterin tu anak pulang? dah lah! Adel juga sih, di perhatikan malah nggak ngerasa!" ucap gerutu Brian disana. Yang lalu samar-samar membuat Briyan memejamkan kedua matanya. Tapi... baru sebentar saja, lelaki itu sudah terbangun karena dering ponsel yang tengah berbunyi sedari tadi. Membuat lelaki itu membuka matanya seketika. "Aduh... siapa sih iseng banget? gangguin orang mau tidur nih!" Dengus kesal Briyan lagi. Lalu lelaki itu pun segera mengambil ponselnya dan menatap pada layar ponsel tersebut. "Astaga! ni anak ngapain lagi sih?" ucap Briyan kemudian ketika ia melihat layar ponselnya yang ternyata Adel yang menghubungi. Tetapi lelaki itu segera mengangkatnya disana. "Halo Del... ada apa lagi?" tanya Brian disana. Ketika lelaki itu tengah mengangkat panggilan telpon dari Adel. "Anu Iyan... aku kan lagi pesan makanan tuh di luar, tolong dong... kamu ambilin, nih uangnya disini ada. Aku nggak bisa jalan ngambilnya." Ucap Adel pada lelaki itu. Hingga mau tidak mau akhirnya Briyan pun segera beranjak dari tempatnya, meski ia tengah mendengus kesal. Brian segera keluar dari kamarnya. Lelaki itu bergegas menuju ke dapur dimana disana ada bibi yang tengah memasak makanan. "Bi... tidak usah membuat makanan untuk Adel karena Adel sudah pesan makanan siap antar." ucap Brian pada bibinya. "Loh... yaudahlah Ian... nggak apa, biar aja... biar nanti buat makan malam Adel aja." Sahut si bibi pada keponakannya. "Lah kamu mau kemana Ian? kamu nggak makan dulu? kenapa mau keluar lagi?" tanya si bibi pada keponakannya. "Ya mau ke tempat kost Adel bi... makanan pesan antarnya udah datang... dia nggak bisa jalan. Makanya mau Ian yang ambilkan bi..." ucap Ian yang berpamitan pada bibinya. Lalu lelaki itu keluar begitu saja dari rumah si bibi dan berlari menuju ke tempat kost Adel lagi. Hingga beberapa saat Ian berlari, akhirnya ia sampai juga. Meski sedikit ngos-ngosan, namun lelaki itu tidak mengeluh. Setelah menerima paket makanan dari luar pintu kamar kost Adel. Lelaki itu pun lalu membawanya masuk kedalam. Ian lalu meletakkan makanan itu keatas meja samping ranjang Adel. Dimana di dalam kamar kost yang adel tempati hanya sebuah kamar dengan satu ranjang dan juga meja dan kursi panjang, serta satu meja belajar dengan kursi kecil dan kamar mandi dalam. "Nggak usah pura-pura tidur deh Del... nih makanannya udah tiba. Makan gih! biar cepet sembuh dan nggak nyusahin." Ucap pedas Briyan pada gadis itu. Dan seketika itu pula Adel perlahan membuka matanya disana. Lalu menatap kearah lelaki yang tengah berdiri tegak di samping ranjang yang di tempatinya. Dengan kedua tangan yang bersedekap lelaki itu menatap tajam kearah Adel. "Maaf... maaf... aku tidak tahu lagi mau minta tolong pada siapa... akh... sepertinya aku beban bagimu kan ya?" ucap Adel dengan nada suara lirih dan hampir tertelan. Namun Ian seakan tidak menghiraukannya. Adel pun segera beringsut dan mencoba duduk tegak disana. Meski nampak gadis itu merasa sedikit meringis karena kakinya yang nyeri. Karena obat nyeri yang baru ia minum belum bekerja dengan sempurna. "Udah tahu nanya!" sahut Ian dengan ketusnya. Lalu lelaki itu segera mengambil satu kursi yang ada di depan meja belajar dan meletakkannya tepat di samping ranjang yang Adel tempati. Sekalian Ian mengambil makanan dari atas meja dan membawanya mendekat menuju samping Adel. Ian duduk disana dengan kedua tangan yang sibuk membuka bungkus makanan itu. "Kamu yakin nggak perlu telpon orang tua kamu Del? emang kamu bisa apa dengan kaki terkilir begini?" ucap Briyan kemudian. "Nggak perlu Ian... ayah aku sibuk kerja. Ibu aku sibuk ngurus adik dan bantu ayah. Jadi... ya... lebih baik aku nggak nambahin beban kan? lagian hanya begini aja. Paling nggak juga sampai tiga hari kedepan baru sembuhnya. Itu juga kalau kamu nggak mau bantuin aku. Kelaparan sampai tiga hari kedepan juga pasti nggak bakalan mati kan?" ucap Adel pada lelaki itu. "Ngomong apaan sih? ngaco aja! nih makan dulu, aku mau tidur bentar... numpang ya?" ucap Ian pada gadis itu, lalu memberikan makanan itu untuk Adel dan segera menuju ke kursi panjang yang ada di depan meja, Ian merebahkan tubuhnya disana. Hanya sebentar saja lelaki itu tertidur. Dan beberapa saat kemudian. Adel sudah usai dengan makanannya. Lalu meletakkan sisa makanan itu ke tempat sampah yang ada di samping ranjangnya. Sekilas tatapan mata Adel tertuju pada Ian. Lelaki itu tengah menutupi sebagian wajahnya bagian atas dengan lengan tangannya sendiri. "Akh... kenapa aku selalu saja merepotkan tu orang sih? gimana ini? aku harus apa dong?" ucap dalam hati Adel dengan dengusannya. Keduanya tidak tahu gosip yang sudah beredar di sekolah mereka. Dan Adel saat itu berusaha turun dari atas ranjangnya. Mencoba merayap perlahan dengan menyusuri setiap jalan di depannya perlahan. Dengan kedua tangan yang memegangi setiap benda yang ada di sepanjang jalan. Termasuk dinding ruang kamar tersebut. Adel berniat akan menuju ke kamar mandi. "Brak." Tanpa sengaja Adel menjatuhkan vas bunga dari atas meja belajarnya. Sontak membuat Ian terbangun dengan gelagapan. Lelaki itu segera terbangun dan mencari sumber suara. Dan ketika Ian sudah melihat vas yang berantakan bunganya dibawah kaki Adel. Lelaki itu segera berhambur menuju kearah Adel disana. "Astaga Adel! kamu nggak apa-apa?" tanya Ian dengan sedikit cemas. Kedua tangannya segera mengambil vas bunga itu dan meletakkannya ke tempat semula. "Untung bukan terbuat dari kaca. Akh... pasti dobel tu ntar kaki kamu yang sakit kalau sampai vas itu pecah dan mengenai kaki kamu yang satunya lagi." Ucap lelaki itu yang seketika itu pula membuat Adel menangis meraung disana. Kedua tangan Adel memukul-mukul tembok yang menjadi sandarannya saat itu. "Huaaa... huaaa..." tangis Adel yang membuat Ian menatap kearahnya dengan tatapan keheranan dan salah satu tangan yang menggaruk-garuk tengkuk lelaki itu yang tidak gatal. "Ada apa sih Del? kaki kamu kejatuhan vas bunga?" tanya lelaki itu pada Adel. Namun gadis itu hanya bisa menggeleng namun tetap masih menangis. Membuat Ian makin frustasi ketika melihatnya. Karrma air mata Adel mengguyur deras di kedua matanya. Ian pikir, kaki gadis itu yang terkilir terkena vas bunga tanpa sengaja. "Kaki kamu nggak sengaja nginjek itu vas bunga?" tanya Ian lagi karena vas itu sangat kecil, Ian pikir Adel tanpa sengaja menginjaknya dengan kaki yang sakit disana. Namun lagi-lagi Adel masih menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aduh Adel! kenapa sih kamu ini? kenapa? jangan buat aku gila begini? noh... lihat keluar, pasti penghuni kost lain juga bakalan ngiranya aku sedang ngebully kamu nih kalau kamu kayak begini terus! tahu nggak?" ucap Ian pada lelaki itu. "Kaki.... kaki..." ucap Adel yang terbata-bata disana. "Kaki! kaki! kaki kamu kenapa? tahu lah kaki kamu sakit. Tapi jangan kelewatan manja dong! bakalan nggak laku ntar aku kalau sampai ada cewek yang tahu?!" dengus kesal Ian pada gadis itu lagi. "Kaki kamu nginjek bunga aku! itu bunga pemberian dari Max tahu nggak?!" sahut Adel yang seketika itu pula membuat Ian lemas. Lelaki itu lalu mengangkat kedua kakinya bergantian dan nampak memang bunga kertas itu ada di bawah kakinya. "Akh... terserahlah! panggil aja itu si Max! suruh buat jagain kamu. Aku mo balik." Ucap Ian pada gadis itu disana.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD