Dua

829 Words
Siska : Woy, besok Pandu mau ketemu sama lo. Dirumah gue, bisa gak?  Ada mas Imran kok. Dia sama mas Imran free dari jam setengah sebelas sampe jam dua.  Lo bisa dateng?? Jihan :  Waalaikumsalam. Ngapain? Masih ada yang mau dibahas?  Kalopun aku maen kerumahmu, itu pasti buat liat si Vira. Siska : Ya Allah. Ni anak kaku banget. Kebanyakan ngurus abiotik lo.  Heh, si Pandu tuh, ada niat buat deket sama lo. Jangan kaku bat jadi cewek. Gue aja jadi temen lo, gue tahan-tahanin. Pokoknya lo harus dateng. Titik. Kalo lo gak dateng gak bakal gue bolehin gendong Vira lagi. Jihan : Niat buat deket? Pacaran. Bilangin, kalau cuma pacaran aku gak mau. Siska : Dateng aja bawel. Udah, gue mau ngurus Vira dulu.     Dan disinilah Jihan. Terdampar dirumah Siska dengan Vira dipangkuannya. Sedang sang nyonya rumah sedang berkutat didapur. Sebentar lagi Dhuhur. Artinya sebentar lagi di akan bertemu dengan Pandu. "Sis, Vira kayanya e*k deh." kata Jihan. Kemudian disusul tangisan Vira.     "Uluh - uluh, anak mamah. Eh, tolong tutup tudung sajinya deh." ucap Siska, sambil menggendong Vira ke dalam kamar. Usai melakukan apa yang Siska minta Jihan kembali melangkah kedepan televisi melanjutkan acara kartun anak - anak yang sempat tertunda.Tak berapa lama suara mobil terdengar memasuki rumah Siska.     "Assalamualaikum." ujar sang pemilik rumah diikuti pria yang mengganggu pikirannya sejak semalam. "Waalaikumsalam, Bang. Siska lagi ngurusin Vira. Mereka dikamar." kata Jihan sambil mencium tangan Imran. Melihat hal itu Pandu sedikit merasa aneh untuk seorang wanita yang berbicara taaruf tapi mencium tangan lelaki lain.     "Oh, duduk dulu, Ndu. Aku mau naik dulu." kata Imran.     Dan kecanggungan kembali terasa. Jihan yang lebih memilih duduk disofa depan televisi, sedang Pandu yang memilih duduk dikursi ruang tamu tengah sibuk dengan gadgetnya. "Udah mau dhuhur nih. Ndu, kamu pake kemejaku aja ya. Kemejamu udah kena darah. Nih." ucap Imran yang keluar kamar sambil membawa kemeja lengan panjang berwarna hitam miliknya. "Sana ganti sama mandi dikamar tamu." lanjut Imran.     Pandu kemudian berjalan ke arah kamar tamu. Imran masuk kedalam kamar kembali. Sebenarnya dalam    hati, Pandu ingin menyapa Jihan. Tapi takut jatuh dosa. Gadis yang berani menentang perkataannya yang notabene dulu mantan ketua advokasi eksekutif mahasiswa saat kuliah itu, telah mencuri pikirannya.     "Assalamualaikum." ucap Jihan saat Pandu lewat.     "Waalaikumsalam." jawab Pandu.     Dan tingkah kedua orang tersebut tak luput dari pengawasan Imran.     *****     "Kamu ada hubungan apa sama Jihan, Ran?" tanya Pandu saat pulang dari masjid. "Hahh, oh itu. Tanya Jihan aja. Kenapa?" balas Imran iseng. "Nggak, setahuku waktu kuliah, kamu jarang bahas sodara, yang kamu bahas itu orangtuamu. Makanya kukira kamu anak tunggal. Kamu nggak poligamikan?" tanya Pandu. "Bisa habis ditangan Siska aku, Ndu. Tenang, aku pastiin Jihan single." jawab Imran yakin.     Makan siang dirumah Imran siang itu hanya diiringi diam. Setelah makan, sang pemilik rumah mengajak kedua tamunya untuk berjalan keruang tamu.     "Jihan." panggil Pandu.     “Ya?”     "Begini, lusa saya sudah harus balik ke Jakarta. Saya nggak ke Semarang lagi. Besok saya ingin menemui orang tuamu." kata Pandu. Mendengar hal itu, Jihan langsung menatap Pandu. "Datanglah. Akan kuberi tahu orangtuaku. Besok aku tak pulang kerumah, ada acara dengan teman. Kamu bisa minta Bang Imran untuk mengantar." balas Jihan.     "Tak apa. Cukup orangtuamu tahu, kalau saya ingin serius dengan anak gadisnya." Kata Pandu tegas. Jihan hanya diam. Mendengar Pandu yang ingin serius dengannya. Terdengar jelas dari nada tegas yang digunakannya. "Saya akan menghubungimu. Tapi lewat perantara Imran dan Siska. Bagaimana Ran?" tanya Pandu pada Imran.     "InsyaAllah gue bisa bantu. Ya kan, Mah?" tanya Imran pada Siska. "Gue bantu." jawab Siska.     "Baiklah." kata Jihan.     "Elo kapan balik ke Jakarta, Han?" tanya Siska, membuat dua kepala menoleh padanya. "Minggu depan." jawab Jihan.     *****     "Dek, gimana Pandu?" tanya Imran pada Jihan ketika Pandu harus pamit karena ada jadwal operasi mendadak.     "Gak gimana - gimana." jawab Jihan cuek.     "Bilang sama abang kalau kamu nggak suka dia."     "Maksud Abang gimana?"     "Barangkali tipemu belum berubah. Masih terpaku sama mantanmu itu. Kan jauh sama Pandu." Jawab Imran datar. "Gak ada kata dua kali sama mantan dikamus Jihan, Bang!" Sungut Jihan pada abangnya itu, mereka beda bapak tapi satu ibu.     "Terus kenapa belum ada niatan nikah? Barang kalikan masih terpaku sama mantan gaje mu itu. Ya kan, Mas?" Ucap Siska yang masuk keruang keluarga sambil membawa Vira. "Iya Dek." Jawab Imran sambil mencium kening Siska.     "Udahlah. Dibully aja aku disini. Aku mau pulang. Sepet disini. Jomblo sendiri." Kata Jihan sambil mengemasi barangnya. "Oke abang anter. Sekalian bilang sama Bapak sama Ibu." Kata Imran sambil mengambil kunci mobil.     "Loh! Mau ngapain?" Tanya Jihan kaget. "Bilang kalau anaknya yang paling cantik ada yang pengen ngelamar lah." Jawab Imran dari dalam kamar. "Ya nggak usahlah. Belum tentu benarkan." Elak Jihan.     "Abang kenal siapa Pandu. Dia dulu ketua organisasi. Bahkan setelah Luluspun dia masih dicari. Berhenti anggap semua cowok kaya mantanmu. Ayok." Balas Imran serius. "Tahan deh suamimu, Sis." Pinta Jihan pada Siska.  "Orang gue ikut kok, Han. Gimana mau nahan. Udah. Ayok masuk mobil." Dorong Siska sambil tetap menggendong Vira. "    Astaghfirullah." Ucap Jihan lemas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD