Sulit Di percaya

1925 Words
Setiap hari Wanita bernama Ara melakukan beberapa pekerjaan dalam sehari. Pagi tadi, Ara telah menjadi Fotografer. Lalu di mulai pada pukul 7 hingga 10 malam, Ara berada di mini market. Sepulang dari mini market, Ara kembali berangkat ke Bar n Lounge untuk menjadi bartender ataupun pengantar minuman. Apa saja ia lakukan, asal mendapatkan uang untuk kebutuhannya sehari-hari. Setiap hari, Wanita itu harus menghadapi rasa lelah yang bahkan tak ada waktu baginya untuk sekedar mengeluh. Malam ini Ara berangkat ke Bar, ia mendapatkan pesanan 2 botol alkohol untuk meja atas nama Edo. Setelah menyiapkannya, Ara pun mengantarnya ke meja tersebut. Namun di sisi lain, Ara harus mendengar seseorang merendahkan dan mengolok-olok Wanita lain. Hal itu terdengar tak nyaman bagi Ara, karena dirinya sesama perempuan. Sehingga ia yang merasa geram, terpaksa harus memberi pelajaran pada Pria itu dengan menyiram air putih tepat di bajunya. Alhasil Pria itu pun marah. Dia adalah Edo, salah satu teman Malvin. Namun begitu, Ara menyunggingkan senyum sinis karena berhasil memberikan pelajaran pada Edo. Siapa sangka, senyum licik Wanita itu terlihat oleh Malvin. Rupanya hal itu membuat Malvin memiliki ketertarikan pada Ara. Wanita itu tak mengenali wajah Malvin karena situasinya cukup gelap di dalam Bar. Ia kembali begitu saja ke tempat dirinya bekerja. Tak lama setelah itu, datang lah Malvin menghampiri Ara. Pria muda itu terlihat sedang memesan sesuatu, namun Ara masih menundukkan pandangannya. Sementara itu, Malvin duduk dan tersenyum dengan manis menatap wajah Ara yang sedang sibuk menyiapkan Cocktail pesanannya. "Lo lagi?" Timpal Ara, ketika menyadari bahwa Pria yang ada di hadapannya ialah Malvin. "Iya, ini Gue. Jadi siapa nama Lo?" Tanya Malvin, sekali lagi. Sejenak, Ara menatap sinis Bocah tengil yang kini ada di hadapannya. Selain bocah tengil, Malvin adalah bocah sembrono bagi Ara. Ia lalu kembali melakukan pekerjaannya, tanpa memedulikan Malvin. Ia merasa, bahwa berurusan dengan Bocah tengil seperti Malvin akan berakhir buruk. "Ck, jual mahal banget!" Gumam Malvin, masih menatap Ara. Ia lalu meneguk Cocktailnya, dan mengernyit merasakan alkohol yang cukup kuat. Sudah hampir 30 menit, Malvin masih duduk di depan meja bartender. Ia hanya memerhatikan Ara dari tempat duduknya, sambil merokok dan menikmati minumannya. Ara sangat menyayangkan tindakan Malvin, yang hidup tak beraturan di usianya yang masih muda. Malam semakin larut, Bar tersebut pun semakin ramai. Ara bahkan di bantu oleh pegawai lain untuk mengantarkan beberapa minuman pesanan orang lain. Di sisi lain, Ara melihat Malvin yang menundukkan kepalanya di atas meja. Tampaknya Malvin sudah cukup mabuk malam ini. "Hei bocah, bangun! Apa Lo mabuk?" Timpal Ara, mendekat ke arah Malvin. Pria itu lalu mendongakkan kepalanya, begitu mendengar Ara memanggilnya. "Siapa nama Lo?" Suara serak Malvin kembali terdengar menanyakan nama Ara. "Kenapa Lo penasaran?" "Gue cuma mau tau nama Lo, emang salah?" Kedua mata yang menyipit itu, bahkan masih mampu menyunggingkan senyum pada Ara. Wanita itu membelalakkan kedua matanya, karena sejenak ia melihat wajah polos Malvin saat mabuk. "Ara! Nama Gue Ara" Sahut-nya tanpa ragu. "Oh!" Setelah Ara menyebutkan namanya, Malvin lalu kembali tertunduk. Ia benar-benar mabuk kali ini. Ketika Ara sedang membersihkan meja, tiba-tiba ia melihat kegaduhan di dalam Bar tersebut. Netranya mendelik saat melihat Pria bernama Edo itu ribut dengan pengunjung lain. Suasana semakin gaduh, hingga Ara mendengar suara pecahan kaca. Entah itu gelas ataupun botol minuman, yang jelas Ara merasa itu bukan hal baik. "Hei, bangun! Cepat bangun!!!" Sergah Ara membangunkan Malvin, karena kegaduhan yang terjadi semakin ramai dan mendekat ke arah mereka. Demi melindungi pengunjung lain, Ara terpaksa menarik paksa Malvin agar beranjak dari tempat duduknya. Ara lalu membawa keluar Malvin dari Bar, untuk menghindari kegaduhan yang terjadi saat ini. Bersamaan dengan Mereka keluar, datanglah 3 orang polisi untuk mengamankan keributan di Bar tersebut. Sementara itu, Ara membawa Malvin yang tengah mabuk duduk di depan teras mini market. "Astaga, berat banget sih Lo! Untung Gue kuat!!!" Eluh Ara, mendudukkan Malvin di bangku. "Tunggu disini, Gue mau ambil tas Gue dulu" Ujar Ara setelah berhasil mengatur nafasnya kembali. Namun baru satu langkah saja berjalan, Ara menghentikan langkahnya karena seseorang menahan pergelangan tangannya. "Jangan pergi!" Ucap Malvin dibawah kesadarannya. "Apa sih? Cuma sebentar kok! Gue harus ambil gaji gue dulu dong!" Ara menampik tangan Malvin agar melepaskan tangannya. Wanita itu lalu buru-buru, melangkahkan kakinya kembali ke Bar untuk mengambil barangnya yang tertinggal. **** 15 menit kemudian, Ara kembali datang ke mini market menghampiri Malvin. Posisinya masih sama seperti tadi, yaitu tak sadarkan diri menunduk di teras mini market. Hal itu membuat Ara menggelengkan pelan kepalanya. "Hei, dimana rumah Lo?" Tanya Ara, berinisiatif untuk mengantarnya pulang. Namun Malvin hanya terlihat mengernyitkan keningnya tanpa menjawab. "Jawab Gue, atau mau gue tinggal disini!" "Berisik! Lo kan tau rumah gue, kenapa tanya terus sih!!! Rumah gue di Perum angsa putih no 29" Sergah Malvin, mengernyitkan wajahnya. Tampaknya Malvin mengira masih sedang bersama temanh-temannya. Ia lalu kembali tertidur, setelah menjawab pertanyaan Ara. "Ye, tanya baik-baik juga! Masih untung Gue tolongin, Lo" Ara menatap sinis Malvin yang menyebalkan. Setelah mendapatkan Taxi, Ara langsung membawa Malvin ke dalam taxi bersama dengan dirinya. "Ck, duit gue bakal berkurang banyak nih buat bayar ongkos taxi! Ah sial, kenapa Gue repot bantu anak ini sih!!!" Ara menjerit dalam hatinya, ketika melihat biaya taxi yang terlihat. 20 menit kemudian, tibalah mereka di Perum Angsa putih no 29. Ara tercengang, melihat betapa megahnya rumah yang ada di hadapannya. "Ini beneran rumah Lo?" Tanya Ara, membawa Malvin dengan merangkulkan tangannya. Malvin yang mabuk pun tak memedulikan Ara. Tubuhnya seolah tak bertukang, karena sangat lemas. Perlahan, Ara memencet tombol bel sebelum masuk. Namun usahanya sia-sia! Yang ada tubuhnya kesemutan karena menahan beban tubuh Malvin yang cukup berat. "Ah, permisi... " Tak mau ambil pusing, Ara masuk begitu saja ke rumah mewah itu. Tak di pungkiri, bahwa Ara begitu terpesona melihat kemegahan rumah Malvin. "Anak orang kaya rupanya! Pantesan songong!" Gumam Ara, menatap sinis Malvin. Begitu sampai di depan pintu masuk, Ara mendudukkan tubuh Malvin di kursi yang tersedia. "Sialan, berat banget si Lo! Nyesel gue bantu Lo sampe sini" Umpat Ara, penuh dengan keringat di keningnya. Wanita itu lalu mengetuk pintu, berulang kali namun tidak ada yang membukakan pintu untuknya. "Aneh, rumah segede ini masa ngga ada orang!" Gumamnya, menatap runah mewah tersebut. "Heh, pintu rumah Lo ngga ada yang bukain nih? Gimana? Gue bantu sampai sini aja ya?" Suara Ara terdengar lelah, karena seharian ini sudah bekerja keras. Tiba-tiba, tubuh Malvin oleng. Ia hampir saja jatuh, namun Bersamaan dengan itu juga sebuah kunci runah terjatuh. "Hah, jangan-jangan ini kunci rumah?" Gumam Ara, sambil memungut kunci yang terjatuh itu. Ara lalu segera memasangkan kunci tersebut ke lubang pintu. Benar saja, seketika pintu itu terbuka. Prinsip hidup Ara ialah, jangan menolong seseorang tanggung-tanggung. Ara lalu membawa Malvin masuk dalam rumahnya yang sangat besar. Ia tak mendengar suara apapun dari dalam rumahnya, kecuali suara percikan aquarium sebagai pajangan di ruang tengah. Di dalam rumah yang sangat besar itu, Ara tak tau dimana letak kamar Malvin. Ia hanya melihat sebuah kasur besar berada di depan Tv. Wanita itu lalu membaringkan Malvin di ranjang tersebut. "Apa Lo tinggal sendirian disini?" Tanya Ara, basa-basi karena tak mendengar kehidupan lain. "Hmm..." Sedikit terkejut, ketika Ara mendengar jawaban Malvin. "Dimana keluarga Lo? Orang tua Lo?" "Hmm..." Tak ada kata lain selain Hmm, yang di katakan oleh Malvin. Untuk sesaat, Ara merasa iba pada Anak tengil ini yang terlihat kesepian. "Apa ini alasan Lo jadi anak bandel?" Tanya Ara, secara iseng. "Hmm..." Di bawah kesadarannya, Malvin menjawab seadanya. Sudah pasti jawabannya jujur. "Ck, ternyata Lo tindik beneran?" Gumam Ara, duduk menatap Malvin yang terlelap . Ara lalu berinisiatif untuk melepas tindik yang terpasang di telinga Malvin. Ia tampak menyayangkan penampilan Malvin yang berandal dan urak-urakan. "Sorry, tapi Lo lebih ganteng tanpa ini semua!" Gumam Ara, berusaha melepas tindik di telinga Malvin. Namun siapa sangka, Tiba-tiba Malvin beranjak dan memasang wajah mual. "Mau apa Lo?" Panik, Ara tentu panik melihat Malvin yang hampir muntah. Hal tak terduga membuat Ara tercengang, karena Malvin muntah dan mengenahi dirinya. Alhasil tubuh Baju Ara pun jadi kotor, karena terkena muntahan Malvin. Wanita itu mengernyit dan segera beranjak menjauh dari Malvin. "Menjijikkan!" Ara menatap tajam Malvin yang kembali tertidur, sementara dirinya menutupi hidungnya dengan tangan kanan. "Emang ya, urusan sama Lo selalu berakhir buruk!" Cetus Ara, memaki Malvin. Alih-alih membersihkan bau dari tubuhnya, Ara pun berinisiatif mencari kamar mandi untuk membersihkan baju-nya yang terlanjur kotor. Ara mengetahui bahwa dirumah Malvin tidak ada satu orang pun, kecuali mereka berdua. Maka Ara dengan lugas membersihkan tubuhnya di depan westafel. Mulutnya terus menggerutu karena sangat kesal. Ia seakan menyesal karena telah membantu Malvin sampai memulangkannya. Saat ini, Ara sedang mengucek kaos-nya. Ia hanya mengenakan Bra sebagai penutup tubuh-nya. "Aduh, gimana ini? Baju Gue jadi basah begini. Gue pulang pakai apa dong!" Gumanya, menjembereng Kaosnya yang berwarna hitam. "Gue gantung dulu deh disini biar agak kering dikit! Bisa masuk angin Gue kalau pakai kaos basah gini" Ara lalu menggantung kaos-nya di dalam kamar mandi. Sementara dirinya duduk di atas closet, sambil menunggu Kaosnya lebih kering sedikit. Namun ia tak membawa ponselnya, dan meninggalkannya di meja bersama dengan Tas-nya. Hal itu membuat Ara mengantuk, kepalanya berkali-kali tertunduk karena menahan kantuk. Tak di pungkiri, Wanita itu sudah lelah selama seharian penuh melakukan pekerjaan yang berbeda-beda jenisnya. *** Tak terasa, malam telah berlalu begitu saja. Pada pukul 5 pagi, Malvin mengernyit sambil tangannya memehangi kepalanya yang terasa pusing. Samar-samar ia membuka matanya, dan menyadari jika dirinya berada di rumah-nya. "Ah, Gue di rumah!" Gumamnya, mencoba beranjak dari ranjang tempat ia tidur. Netranya memerhatikan dengan samar, memastikan teman-temannya yang biasanya berada di rumah-nya. "Kemana mereka? Apa mereka semua pulang?" Gumamnya, mengingat kembali kejadian semalam. Namun Malvin justru melihat sesuatu yang tak terduga. Yaitu, sosok Wanita yang tidur menyender di sofa tanpa mengenakan Kaos. Seketika, kedua mata Malvin membelalak saat melihat Ara tertidur pulas tanpa dosa dan tanpa mengenakan Kaos-nya. "Ke-kenapa dia disini?" Gumam Malvin, berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Kedua matanya kembali membelalak, ia begitu tercengang saat menyadari dirinya mabuk dan sempat menanyakan nama Ara. "Sial, Gue ngapain sih?" Kini bergantian dengan Malvin, yang kehilangan harga diri karena mabuk berat dan sampai di antar pulang oleh Ara. "Kalau ngga salah, semalam ada keributan disana. Apa Edo sama yang lainnya kena???" Seketika, Malvin mencari ponselnya. Namun ia lebih dulu menutupi tubuh Ara menggunakan selimut. Malvin tak bisa membiarkan Ara memperlihatkan Tubuhnya. "Sialan, Gue ngga tega mau bangunin dia! Bagaimanapun, dia udah bantu Gue" Setelah menutupi tubuh Ara, Pria itu duduk di sofa bersama ponsel di tangannya. Namun ia mengurungkan niatnya karena melihat ponsel dan juga Dompet Ara berjejer di atas meja. "Jangan Vin! Jangan racau privasi orang!" Ucap Malvin meyakinkan dirinya, agar tak membuka dompet Ara. Namun, rasa penasarannya lebih besar dari apapun. Apalagi, ia tak mengingat siapa nama Ara. Ia hanya merasa Ara belum menjawab pertanyaannya, semalan. Meskipun Malvin berusaha sekuat tenaga untuk tak mengusik Privasi orang lain, namun pada akhirnya tangannya yang gatel berhasil menggenggam dompet Ara. Perlahan, ia mulai membuka dompet lipat berwarna hitam polos itu. "Cewek dompetnya jelek banget!" Pria itu menggerutu, melihat dompet lusuh milik Ara. Di dalamnya bahkan hanya berisi uang beberapa lembar saja, hingga membuat Malvin miris. "Apa dia semiskin ini? Pantesan pekerjaannya banyak banget!" Kini tangannya mulai mencoba membuka kartu tanda penduduk milik Ara. Ia sempat tersenyum ketika menatap foto Ktp milik Ara, yang memperlihatkan wajah imut-nya. "Mutiara Cantika? Bagus juga namanya.." Gumam Malvin, menyunggingkan sudut bibirnya. Namun kedua Netranya kembali membelalak, ketika melihat tanggal lahir Ara yang memperlihatkan tahun 1991. "A-apa-apaan ini? Di-dia, dia 32 tahun????" Sulit di percaya, Malvin menoleh ke tempat Ara tertidur, yaitu di atas sofa. Betapa terkejutnya Malvin, mengetahui Usia Ara yang terpaut jauh darinya. "Bagaimana bisa???" - - NEXT---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD