G.A Bag 5

1232 Words
Malam semakin larut tetapi tak membuat pria itu merasakan kantuk sedikit pun. Tatapannya masih tertuju ke arah taman bunga yang penuh dengan sinar lampu warna-warni. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Lionello melangkah pelan memasuki taman. Dia pergi ke arah pohon oak yang sudah berusia puluhan tahun tersebut. Ibunya menghias pohon itu dengan lampu-lampu sehingga terlihat indah. Dulu taman ini menjadi tempat favoritnya. Lionello masih sangat ingat jika dirinya lebih banyak menghabiskan waktu di taman tersebut dibandingkan dengan tempat lain. Bahkan saat masih remaja dirinya lebih sering tidur di taman meskipun di waktu malam hari. Dan hal tersebut membuat ibunya selalu merasa kesal padanya. Lionello duduk di bawah pohon oak. Dia bersandar pada batang pohon sembari menekuk salah satu kakinya. Tangan kanannya lurus ke depan dan bersandar pada lutut kanannya yang tertekuk. Dia mulai memejamkan matanya, merasakan deru angin malam yang menerpanya dengan lembut. Sedangkan di tempat lain terlihat wanita paruh baya sedang menuruni anak tangga. Dirinya terbangun dari tidur dan berniat ingin mengambil air minum. Tetapi langkahnya terhenti ketika melihat pintu belakang terbuka lebar, menandakan jika ada seseorang sedang berada di halaman belakang. Nieve tersenyum tipis saat berpikir jika Lionello yang ada di taman tersebut. Dia pun memutar arah langkahnya menuju halaman belakang untuk menemui putranya. Nieve menghela napas pelan saat melihat bayangan Lionello dari arah depan pintu. Langkahnya pun tertuju ke arah taman. Nieve berhenti tiba-tiba. Dia memutar langkahnya dan berjalan cepat menuju kamar untuk mengambil sesuatu. Dirinya pun kembali pergi ke taman dengan selimut di tangannya. Lionello membuka kedua matanya saat merasakan ada kain lembut yang menutupi tubuhnya. Dia menoleh ke arah samping lalu melihat ibunya tersenyum seraya menyelimuti tubuhnya. Lionello menarik ujung-ujung bibirnya untuk membalas senyuman Nieve. "Madre, kau belum tidur?" tanya Lionello saat melihat Nieve justru duduk di samping lalu bersandar pada pundak lebarnya. "Madre sudah tidur, hanya tadi terbangun dan ingin mengambil air minum," jawab Nieve. "Lalu, kenapa tidak melanjutkan tidurnya?" "Melihatmu duduk di sini sendirian, rasa kantuk Madre langsung hilang." Lionello tertawa pelan. "Jadi, itu salahku?" tanyanya. Nieve ikut tertawa. "Tidak, Sayang." Lionello menegakkan tubuhnya membuat Nieve tidak lagi bersandar pada pundaknya. Kini sebelah tangan Lionello justru menarik ibunya ke dalam pelukan, menghangatkan tubuh Nieve dari dinginnya angin malam. "Apa pelukanku sudah sehangat Padre?" tanya Lionello. Nieve tersenyum dan membalas pelukan putranya. Sedangkan kedua tangan Lionello nampak menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. "Ya. Pelukanmu lebih hangat dari Padre," jawab Nieve. "Aku rasa Padre akan cemburu jika mendengar itu," ledek Lionello membuat Nieve kembali tertawa. "Padre sudah tidur nyenyak, jadi dia tidak mungkin akan mendengar ledekan mu," ucap Nieve membuat Lionello menyusul tawa ibunya. Keduanya pun mulai diam. Nieve menatap ke depan sedangkan arah pandang Lionello ke arah langit yang memamerkan sinar bintang. Lionello tertegun saat merasakan ibunya menghela napas panjang seolah ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. "Ada apa Ma?" tanya Lionello merasa penasaran. "Bagaimana menurutmu tentang perjodohan?" tanya Nieve pelan. Lionello diam sejenak mendengar pertanyaan ibunya. Dia dapat menebak jika saat ini ibunya pasti sedang memikirkan sesuatu tentang dirinya. "Jika Madre memintamu menikah dengan seseorang, apa kau bersedia?" Lionello merenggangkan pelukannya saat Nieve menjauh darinya. Dia menatap putranya lekat-lekat. Nieve menunggu jawaban dari Lionello. "Bagaimana pendapatmu tentang ... Violetta?" tanya Nieve penasaran. Dia sangat ingin tahu pendapat putranya tentang wanita itu. "Apa Madre berniat menjodohkan ku dengannya?" tanya Lionello. Nieve menganggukkan kepalanya ragu. "Bagaimana menurutmu?" tanya Nieve. "Apa Madre yakin wanita itu tidak menolaknya?" "Ma-maksudmu?" tanya Nieve bingung mendengar pertanyaan putranya. Apakah itu artinya jika Lionello tidak masalah dengan rencananya tersebut? Dan mana mungkin Violetta akan menolak putranya yang tampan dan baik itu. "Vio pasti akan menerimanya. Clara pun sudah menerima lamaran Madre. Padre meminta Madre untuk menanyakan hal ini padamu. Bagaimana menurutmu? Apakah kau bersedia menikah dengannya?" "Lebih baik Madre tanyakan hal ini langsung pada wanita itu." "Tidak, Sayang. Violetta sudah menerimanya. Untuk apa Madre menanyakannya lagi padanya?" Nieve berusaha meyakinkan putranya. "Bagaimana denganmu? Apakah kau setuju dengan pernikahan ini?" Lionello hanya diam membuat Nieve memasang raut wajah sedih. Dia menundukkan kepalanya. "Madre sangat ingin melihatmu menikah, Sayang." "Ya, baiklah," jawab Lionello mengiyakan permintaan ibunya. Nieve mendongakkan wajahnya. Dia menatap Lionello diiringi senyuman. Nieve mengecup pipi putranya dan langsung memeluknya. "Terima kasih, Sayang. Madre menyayangimu." Lionello membalas pelukan ibunya. "Sì, Madre. Lebih baik Madre masuk ke dalam dan istirahat. Aku tidak ingin Madre sakit." Nieve melebarkan senyumannya seraya menganggukkan kepala. Dia pun melepas pelukannya lalu pamit pada putranya untuk masuk ke dalam mansion. Kini Nieve meninggalkan Lionello dengan selimutnya. *** Esok harinya Nieve mengabari hal tersebut pada suaminya. Awalnya Enzo tidak percaya Lionello akan mengiyakan begitu saja permintaan Nieve. Namun setelah menanyakannya langsung pada Lionello melalui sambungan telepon, akhirnya Enzo pun percaya. Tanpa menunggu lama, Nieve pun berniat pergi ke rumah Clara. Dirinya pergi sendirian menggunakan mobil yang dikendarai oleh supir pribadi mereka. Sedangkan Enzo lebih memilih berada di mansion. Saat ini Lionello sedang tidak ada di mansion. Dirinya disibukkan oleh pekerjaan. Satu jam setelah Nieve meninggalkannya di halaman belakang, Lionello pun pergi ke Torre Del Dio seorang diri. Hingga sekarang dirinya belum kembali ke mansion. Bahkan Gustavo pun pergi pagi-pagi menemui Lionello di Torre Del Dio. Satu jam kemudian mobil yang ditumpangi Nieve sudah memasuki halaman rumah keluarga Castiglione. Nieve turun dari mobil saat sang supir sudah menepikan mobilnya dan membuka pintu untuknya. Langkah kaki Nieve tertuju pada pintu depan rumah tersebut. Dia pun mengetuk pintu dan menunggu dibukakan oleh seseorang. Tanpa menunggu lama, pintu pun sudah dibuka oleh pelayan. Sang pelayan mempersilakan Nieve masuk ke dalam rumah lalu memanggil Clara yang sedang menikmati suasana pagi di halaman belakang. "Signora," panggil Clara yang muncul dari arah depan Nieve. Keduanya pun saling memeluk dan mencium pipi. "Silakan duduk," ucap Clara dan mempersilakan Nieve untuk duduk. Mereka duduk berdampingan. Tak lama kemudian sang pelayan datang dengan membawa dua gelas minuman lalu meletakkannya di atas meja. "Di mana Vio?" tanya Nieve sembari tatapannya mengelilingi ruangan. "Dia sedang ada di kamar. Aku akan memanggilnya," jawab Clara dan hendak berdiri tetapi dicegah oleh Nieve. "Tidak perlu. Mungkin dia sedang istirahat," ucap Nieve. "Aku ke sini hanya ingin membicarakan perjodohan mereka." Nieve diam sejenak seolah memberi jeda sedangkan Clara masih menunggu. "Apa ... Violetta tidak masalah dengan hal ini? Lio memintaku untuk menanyakan pendapatnya." Clara tersenyum seolah ingin menghilangkan kecemasan Nieve. "Anda tenang saja, Signora. Aku sudah membicarakan hal ini tadi pagi dengan Violetta. Dan ... ya, dia pun akhirnya tidak masalah dengan pernikahannya nanti bersama Signore." "Jangan panggil kami dengan sebutan itu mulai sekarang, Clara. Kau bisa memanggil namaku dan nama putraku. Bukankah sejak dulu aku tidak senang kalau kau memanggilku seperti itu?" Clara menganggukkan kepala dan tersenyum. "Ya ... Nieve." Nieve mengembangkan senyumannya. Dia pun menghela napas lega. Tidak menyangka rencananya akan berjalan sesuai keinginan. "Menurutmu ... Kapan acara pernikahan mereka?" "Bagaimana jika menanyakan hal ini pada mereka saja? Biar mereka yang menentukan. Lagipula Vio belum mengenal Sig ... Maaf, maksudku Lionello. Menurutku biarkan mereka saling mengenal dulu." Nieve diam sejenak seolah berpikir. Dia tidak ingin jika mereka memutuskan meminta waktu yang lama untuk saling mengenal. "Tepat satu bulan saja bagaimana? Jadi bulan depan acara pernikahan mereka dilaksanakan," usul Nieve. "Apa Lionello sudah setuju dengan waktu pelaksanannya? Karena setahuku dia sangat sibuk, jadi aku khawatir jika dia tidak ada waktu untuk bulan depan." "Kau tidak perlu memikirkan hal itu. Lionello sangat patuh denganku. Dia pasti setuju." Clara hanya diam dan menganggukkan kepalanya. Sepertinya Violetta pun tidak akan masalah dengan hal itu, dan Clara berharap seperti itu. ~Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD