"Ah, aku harus menemukan gadis itu. Apa yang dia lakukan di kantorku ya?” gumamnya.
“Aku harus bertanya pada Sella.” monolognya.
Xavier pun langsung bangkit dan segera berjalan menuju Sella, sang resepsionis.
“Sella?”
Wanita itu pun langsung berdiri dan berbicara ramah pada sang boss. “Iya Pak, Ada yang bisa saya bantu?”
“Eum, tadi ada seorang wanita memakai kemeja purih serta rok hitam dan rambutnya panjang, matanya berwarna coklat masuk ke dalam kantor kita?”
Sella terdiam sejenak, ia mencoba mengingat apa yang diucapkan oleh atasannya tersebut.
“Em ... sepertinya, saya tahu Pak.”
“Kamu tahu dia siapa? Dan ada keperluan apa dia kemari?”
“Dia kesini hanya ingin melamar pekerjaan Pak, dan satu jam yang lalu saya sudah menaruh berkasnya di ruang HRD.”
Xavier mengangguk. “Baik, kalau begitu terima kasih, Sella.”
“Baik, Pak. Sama-sama.”
Dengan cepat, Xavier pun langsung menuju ruang HRD dan membukan pintu ruangan tersebut tanpa mengetuknya, dan jelas membuat para karyawan yang ada diruangan tersebut pun terkejut dengan kedatangan atasan mereka yang secara tiba-tiba.
“Maaf Pak, ada yang bisa kamu bantu?” tanya Anton sang ketua HRD yang kini telah berdiri didepannya.
“Saya minta berkas yang hari ini Sella beri pada ke ruangan ini ya.”
“Maaf Pak, untuk apa ya Pak? Berkas-berkas yang diberi pagi ini belum semuanya kami periksa Pak. Nanti kalau –“
“Sudahlah, kamu turuti saja perintah saya.Cepat bawa ke ruangan saya sekarang.” titahnya dan langsung pergi menuju ke ruangannya.
Semua karyawan yang berada di ruangan itu pun hanya terdiam, bingung denagn sikap sang bos. Karena biasanya, ia tak mau mengurusi pasal menerimaan karyawan karena dirinya akan menangani langsung jika sudah benar-benar dipilih oleh pihak HRD.
Xavier duduk di sofa ruangannya, tak lama dua karyawan yang bertugas diruang HRD pun masuk seraya membawa berkas yand disuruh oleh Xavier tadi.
“Ini berkasnya mau ditaruh dimana Pak?”
“Taruh saja dimeja saya. Kalau sudah, kalian bisa langsung keluar.”
Mereka pun segera menaruhnya.
“Sudah Pak.”
“Iya, terima kasih ya.” ucap Xavier yang langsung dianggukan oleh dua karyawan tersebut. Dan mereka pun segera keluar dari ruangan tersebut.
Dirasa sudah tak ada seseorang yang berada diruangannya lagi, Xavier pun dengan segera menuju ke meja kerjanya, dan duduk di kursi tersebut bersiap mencari tahu wanita tersebut.
Banyak tumpukan berkas yang berada didepannya membuat lelaki dengan hidung mancung itu menghela napasnya.
“Banyak sekali ini, aku harus memulainya darimana?” monolognya.
Baru saja, ia akan mengambil satu berkas itu. Tiba-tiba, Dering ponselnya berbunyi dan membuatnya pun mengerjakan kedua matanya, lalu segera mengambil ponselnya yang berada di saku jaznya.
“Jovita?” gumamnya.
Melihat sang mantan mengirimkan pesan padanya, membuat Xavier merubah raut wajahnya. Awalnya ia akan menghapus pesan tersebut, namun seketika ia mengurungkan niatnya dan mulai membuka pesan yang dikirim oleh Jovita.
Syok. Matanya langsung terbelalak. Ketika ia melihat bahwa yang Jovita kirimkan adalah bukti pembelian penhouse seharga 2M.
||Jovita wanita ular.
(“Ini sudah atas namaku Xavier. Kau tidak bisa menuntun apapun. Ohya, aku ingin mengucapkan terimakasih karena selama ini kau telah menjadi ATM berjalanku.”)
Membaca pesan tersebut, membuat wajah Xavier pun seketika langsung marah, matanya melotot serta rahangnya mengeras.
“Argh!!!”
Ia geram dan menggebrak meja tersebut, sungguh apa yang dilakukan Jovita ini benar-benar sudah kelewatan. Wanita itu tidak mencintainya, ia hanya mengingkan harta miliknya saja.
:Kau lupa Jovita, aku pernah melakukan sesuatu yang tidak diinginkan yang pasti akan aku lakukan juga kepadamu nanti. Lihat saja tanggal mainnya.' batin Xavier denagn penuh amarah dan rasa dendam.
Tok ... Tok ...
Suara ketuk pintu tersebut, membuat Xavier meredam emosinya. Ia langsung menoleh kearah pintu itu.
“Masuk.”
Seseorang pun masuk ke ruangan tersebut, yang tak lain adalah Ardi.
“Permisi Pak Xavier,”
“Iya, ada keperluan apa?”
Ardi pun berjalan menuju Xavier dan berdiri tepat didepannya dengan membawa berkas ditangannya. “Saya membawa berkas atas bisnis yang akan dilaksanakan minggu depan Pak.”
“Ohiya, taruh saja dimeja nanti saya akan suruh Lucas sebelum saya cek.”
“Baik Pak.” jawab Ardi yang menaruh berkas itu dimeja.
Tiba-tiba, saat dirinya selesai menaruh berkas itu. Pandangannya tertuju pada salah satu berkas dengan foto wanita yang ia kenal diatas meja Xavier. Matanya pun semakin terfokus ketika melihat namanya yaitu Aurelia Xena.
“Xena?” gumam Ardi.
Xavier yang mendengarkan pun langsung melihat kearah pandangan mata Ardi yang tertuju pada berkas dimejanya. Dan jelas saja, ia pun juga melihat foto serta nama gadis yang secara tak sengaja ia tabrak tadi. Aurelia Xena.
Iya, itulah nama gadis tersebut yang mampu membuat Xavier tak bisa melupakan gadis itu walau sedetikpun.
“Anda kenal dia?” tanya Xavier
Sontak, Ardi pun langsung melihat kearah Xavier dan menggeleng. Jujur ia memang sengaja meyembunyikan identitas kalau Xena adalah keponakannya. Itu semua ia lakukan agar sang pelaku pembantaian keluarga Aron tidak mengetahui keberadaan Xena.
Jawaban dari Ardi membuat Xavier ragu, ia melihat ada yang berbeda dari Ardi, dan ia tahu kalau Ardi ini sepertinya mengetahui sesuatu pasal wanita tersebut.
“Anda yakin?” tanya Xavier dengan menatap Ardi.
Ardi hanya mengangguk sekilas. “Maaf Pak, saya harus kembali bekerja.”
“Yasudah silahkan.” jawabnya, lalu Ardi pun segera pergi dari ruangan itu dan kembali menuju ruangannya.
Tatapan Xavier pun langsung tertuju pada lembar kerja yang berbada diatas mejanya. Ia memerhatikan foto wanita tersebut. Ia baca identitasnya lalu mengambil foto itu dan dipandanginya foto tersebut.
Senyuman manis pun terpancarkan diwajah tampannya.
“Cantik, manis dan ... seksi.” gumamnya seraya memerhatikan foto Xena.
Xavier bersandar di kursi kerjanya, seraya membolak-balikkan foto itu yang diapit dua jarinya.
‘Gadis itu begitu cantik, aku benar-benar tidak bisa melupakannya. Tatap matanya begitu membuatku tergoda, sungguh sepertinya aku mulai jatuh cinta saat pertama kali melihatnya.’ batinnya.
Xavier kembali memperhatikan foto itu. “Aurelia Xena. Definisi gadis cantik dan manis. Aku harus berbicara pada pihak HRD, agar gadis itu diterima bekerja disini.” monolognya.
Lelaki yang memiliki garis tegas diwajahnya itu melihat lagi berkas yang Xena kirim di perusahaannya. Ia membaca bahwa Xena melamar pekerjaan sebagai ‘OB’.
Dahi Xavier berkerut begitu tahu pekerjaan yang dilamar.
“Wanita cantik seperti dia, tidak pantas berada di OB. Dia lebih pantas berada disampingku.” monolognya dengan senyuman smirk diwajahnya.
Ia menekan panggilan telpon tersebut yang mengarah langsung pada Anton sang HRD.
"Siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
“Anton, tolong kamu ke ruangan saya sekarang ya.” ucapnya.
"Baik, Pak."
Setelah mengakhiri panggilan tersebut, Xavier Langsung meletakkan telpon pada tempatnya. Ia memandangi lagi foto Xena seng senyuman smirk disudut bibirnya.
'Mungkin, dia adalah wanita yang selama ini aku cari.' batinnya.