3.pernyataan cinta

2415 Words
Dimas POV Aku membuka mataku, begitu aku sadar aku sudah berada di kamar tidurku. Ini bukan di loteng. Ini kamar tidurku yang asli, kamar yang tidak pernah aku pakai sebelumnya. Ayah dan ibu sudah menyiapkannya sejak lama. Dari aku kecil hingga sekarang. Desainnya juga berubah sesuai umur ku. Tapi aku tidak pernah tidur di kamar ini. Aku berusaha mengingat, waktu itu "Apa Aqila membawaku pulang? Tidak.. Aqila bukan pribadi yang peduli. mungkin bonta atau Franky." Gumamku lirih, tidak ada orang yang menunggui ku. Disamping ku sudah ada es dan kompres. Bagian belakang kepalaku masih terasa nyerinya. "Malam" Aku membelalakkan mataku. Melihat sekeliling Dan mendapati Aqila berdiri di ujung kasurku. "Bagaimana bisa kau ada disini?!" Aku terkejut. "Pembantu mu menyuruhku menunggumu. Karena dia tidak mau repot-repot menunggui anak manja yang pingsan." Aqila terlihat datar, tapi aku tau jika dia sedang jujur. "Mba Laila ya.. Haah..." Dimas mendesah berat "Klo gitu aku pulang dulu" Aqila beranjak pergi, tapi jam dinding menunjukkan pukul 00.00 Apa Aqila menunggui aku selama itu?!! "Tunggu sudah malam! Aku punya kamar tamu di lantai bawah. Kau bisa tidur disana, gak baik wanita pulang tengah malam sendirian!" Aku berusaha bangkit dari tempat tidur. Aqila gak berhenti, iya dia sangat keras kepala tapi... "Aku punya koleksi film horor!!" Teriakku, tidak tau apa yang membuatku berteriak seperti itu. Aqila berhenti ketika hendak keluar dari kamar dia berhenti!? Aku berhasil?! Jangan biarkan dia pulang malam² sendirian. Jika bisa aku pasti akan mengantarkan dia pulang. "Kau punya the nun ke 7?" Tanya Aqila seperti tertarik pada tawaran ku. "Iya aku punya! Tidak hanya itu! Aku juga punya the ring, the blood, the plank sky dan juga kolonel darkness." Aku menyebutkan semua DVD langkah. Dan legend tidak aku sangka mata Aqila menjadi bulat bersinar, pupil hitamnya memancarkan kilau. Dia sangat terkejut kah? "Darimana kau mendapatkan semua itu? Aku bahkan tidak kebagian unlimited edisi filmnya. Apa kau menggunakan santet?" Aqila curiga. "Haha apa aku terlihat seperti seseorang yang suka main ilmu hitam? Aku tidak berani melakukan hal keji seperti itu. Sebaliknya kamu yang lebih terlihat makesen dan hal² begitu". Entah perkataan ku menyakiti nya atau tidak. Aku sedikit menyesal telah mengucapkan kata-kata tadi. "Kau beruntung sekali" Aqila memujiku, aku jadi memerah dan tubuhku menjadi salting... "A..aku menyimpannya di loteng, tempatku biasa bernaung. Apa kau mau meminjam satu? Kau bisa mengembalikannya kapan-kapan." Aku berusaha untuk berdiri dari tempat tidur meskipun kepalaku pusing. Karena Aqila ada di rumahku, aku tidak bisa menunjukkan sisi lemah ku. Kepalaku menggeliang hingga aku hendak terjatuh lagi, untung aku bisa menyeimbangkan badanku. Aku memerhatikan Aqila yang masih memerhatikan aku yang berusaha berjalan dikit-dikit. Wajahnya begitu datar tanpa belas kasih, jika orang normalnya pasti simpatik dan membantuku untuk berjalan. Tapi bagiku aqila lebih berkarismatik seperti itu, aku suka. "Oh iya terimakasih telah mengantarkan aku pulang dan menunggu ku hingga tengah malam begini, kenapa kau tidak pulang duluan jika sudah malam, apa seseorang membantu mu membawaku pulang? " Tanyaku penasaran. "Aku menggendong mu sendiri, dan berjalan menelusuri serpihan karat dari jejak sepeda tua mu." Jawab Aqila. Eh? Apa??!! Ini gak lucu dia pasti sedang bercanda, jarak kampus ke rumah ku itu 10km, aku aja kalau jalan kaki... Butuh waktu ber jam-jam! Apa Aqila tidak lelah setelah berjalan sejauh itu..? Aku tidak percaya dengan itu, mustahil bagi seorang wanita biasa untuk menempuh perjalanan jauh dengan ber jalan kaki?! Mana cuaca di luar pasti sangat panas. Kalau begini harga diri ku sebagai laki-laki telah tercoreng... Aku menganga beberapa detik sebelum men jawab jawaban gak masuk akal dari Aqila tadi . Mungkin aku salah dengar juga?, tapi suara Aqila sangat jelas dan padat, tidak mungkin aku salah dengar. "Hahaha tidak mungkin beratku itu 75kg. Kau tidak mungkin kuat mengangkat tubuhku" aku tertawa mendengarkan jawaban Aqila barusan "Kamu enteng kok" "Hahaha Aqila, lucu sekali. Tidak mungkin kau bisa..." Tiba-tiba kepala ku sangat pusing dan aku mau jatuh kelantai. <Bruk> Aqila tidak berkutik. Dia hanya melihatku jatuh. "Aaauch" ringisku kesakitan. Untung kali ini aku melindungi kepalaku dengan baik, hingga tidak terbentur lagi. "Mau ku gendong?" tawar Aqila. Wajah ku memerah malu, apa dia serius mengatakan itu? "Haha tidak perlu, aku hanya sedikit pusing. Aku bisa berdiri sendiri..." Aku diangkat. Mataku tidak mempercayai apa yang aku lihat, aku diangkat!! Tuhan. Apa ini mimpi. "Loteng mu sebelah mana?" Tanya Aqila datar. "\ em.. di... di lantai 3 trus ada tangga ke loteng. " Malu ku menutup muka. Sekarang siapa yang laki-laki?! Ah ini memalukan, hari paling memalukan selama hidup ku. Aqila berjalan santai menaiki tangga dari lantai 2 ke lantai 3. Lalu naik lagi tangga kecil menuju loteng. Dia wonder woman!! Dia menurunkan aku di loteng dan menanyakan tempat koleksi film horor ku. "Dimana?" Tanya Aqila . "Itu di rak pojok kanan" tunjuk ku malu-malu. Aqila menuju rak itu dan dengan gaya nya yang kaku dia melihat -lihat dengan antusias. Aqila menaik turunkan kakinya, jinjit², memiringkan kepalanya sambil memerhatikan dalam DVD di tangannya. Apa itu caranya menunjukkan rasa bahagia nya? Dia sungguh unik. "Zaman modern begini, DVD jadul seperti itu memang langkah dan banyak yang udh di daur ulang. Aku mendapatkan DVD itu dari darkweb. Jangan bilang siapa-siapa yah, aku malu" aku menggaruk kepala ku dan lupa kalau masih sakit sekali. Oh iya, bagaimana nasib dosen yang kemarin? . Aku lupa menanyakannya. "Aqila" "Hm?" "Gimana akhirnya ibu bapak dosen yang kau pergoki kemarin? Aku harap kau tidak jahat².." "Mereka sudah dikeluarkan tanpa hormat" "Oh.. baguslah kalau begitu, karena kita hanya membutuhkan seorang pengajar yang baik." Aku sedikit lega, karena aku kira Aqila akan tega melakukan hal yang sadis. "Ini film apa?" Tanya Aqila menunjukkan DVD berlatar hitam dan bercorak darah. " Oh itu the dead reading. Film horor keluaran 2004. Bagus kok, kau boleh meminjamnya." Senyum ku. "Aku tonton disini aja, aku tidak punya player DVD. " Aqila mengatakan itu dengan Sans. "Eh tapi. Film itu 3jam? Apa kau tidak tidur?" Aku khawatir, blom nanti jika tugas kuliah di semester 1. Yang biasanya menumpuk. Aqila pasti kewalahan mengerjakannya. "Jangan khawatir, aku tidur 3jam sehari. tidak lebih tidak kurang" Aqila memintaku menyetel DVD horor itu, dengan menyodorkan kasetnya padaku. Aku tidak bisa menolak. Aku sedikit merangkak untuk menggapai dan menyalakan player DVD diatas rak komputer ku. "Apa kau punya tepung tapioka, pewarna merah, gula dan air?" Tanya Aqila tiba-tiba. Aku kebingungan tapi melihat wajahnya Aqila sama sekali tidak bisa dibaca untuk apa dia menanyakan hal itu. "Eh ya? Aku tidak tau... mungkin ada didapur? Emang kenapa?" "Itu camilan ku sebelum menonton film" "Camilan?" "Ya camilan" "Apa yang kau buat dengan 4 bahan itu?" "Boleh aku pinjam dapurnya?" "Ah iya tentu. Aku masih menyalakan DVD nya" Aqila berjalan ke dapur meninggalkan aku yang masih sibuk berusaha menyalakan kaset jadul. Aqila berada dirumah ku! Aku masih tidak bisa percaya demi keberuntungan apa yang telah menimpa diriku sebelumnya? Dan ditambah kita akan menonton film di loteng ku bersama! Kurang bahagia apa coba.. ini keajaiban. Setelah DVD berhasil menyala. Dan filmnya di mulai, Aqila datang dengan 2 mangkok bubur berwarna merah pekat, warna merah maroon yang mirip darah. "Apa ini?" Tanyaku bingung. "Bubur tapioka." jawabannya singkat. Sungguh kreatif! Makanan yang kental seperti darah tapi ini tapioka..! . Oh tidak jantungku...! AKU MAKIN MENYUKAINYA!!. Kami duduk di karpet biasa yang mungkin juga telah usang. Tapi Aqila tidak komplain dengan kondisi ini. selama film diputar. Aku tidak melihat Aqila mengalihkan pandangannya sedikitpun, dia serius melihat layar computerku. Matanya lebih lebar dari mata sinisnya yang biasanya. Aku tidak berani mengajaknya bicara karena sepertinya dia sangat mendalami filmnya. * Pukul 3 pagi. Setelah filmnya selesai mata bulatnya kembali menajam seperti sedia kala. Aku sangat ingin bersamamu, hobi dan ketertarikan kita sama. Aku ingin menanyakan tipe pria apa yang Aqila sukai, seseorang seperti apa yang dia inginkan. Aku terlalu lama memandanginya hingga Aqila membalas perhatian ku dengan tatapan tajam sekaligus jernih miliknya. "Aku tidak suka pria yang ragu-ragu dan tidak konsisten. Aku suka pria yang to the poin dan tidak lembek dengan Perasaan. " Aqila Seakan membaca pikiranku. "....ah... oh baiklah." Aku canggung, apa Aqila bisa membaca pikiranku? Apa dari tadi dia bisa melihat semua pikiranku?! Itu memalukan..!!! "Dimas." "Iyah..!?" Kagetku masih sedikit belum terbiasa dengan gaya caranya mengobrol blak-blakan... "......." Aqila memandangi ku seperti mengutuk. Dan aku baru sadar, apa yang dia inginkan sekarang. Aqila bilang dia tidak suka pria yang ragu-ragu. Tapi aku masih menyembunyikan perasaanku. Inikah yang aqila maksud kan? "Yah seperti yang kau baca. Qila.." sauraku kok jadi lebih gentleman gini? Aku kesambet apa!? "Aku menyukai mu di pandangan pertama." Aku ingin membenturkan kepala ku ketembok. Ini terlalu cepat! Ini terlalu mendadak! Apakah.. Apakah aku harus kabur saja sekarang...!!!? "?" Aqila terlihat kebingungan. He? Bukankah itu yang dia inginkan? Jika bukan itu lalu apa..!? "Tidak. Maksudku, ada cemot di pipimu" Aqila Menunjuk pipiku. Sial... Sialan....... Kenapa ini bisa terjadi padaku! Hazukashii wa. * * * Aqila POV Setelah mengikat dua dosen yang berselingkuh di gudang kampus dan membuang mereka ke kali. Aku menggendong Dimas menuju rumahnya, banyak anak² yang pulang telat dan orang² lewat yang memerhatikan ku. Sedikit risih tapi biarlah. Sesampainya dirumah Dimas. "Misi.. paket" aku menembus pagar besar itu dan langsung masuk kedalam, mengejutkan pembantu rumah Dimas yang sedang nge-pel. "Siapakah anda?! Kenapa kepala tuan muda berdarah?" Pembantu itu berakting, jenis manusia bermuka dua. Lisannya tidak kontras dengan pemikirannya. "Aku teman sekampus. Dimas pingsan dipukul orang" ucapku malas. "To.. tolong tidurkan dia dikamar ini, saya akan mengambilkan medicine " Pembantu itu berlari seakan khawatir dengan kondisi Dimas. Tapi di pikirannya.. {"ada ada saja tuan muda itu! Aku ditambah terus kerjaannya! Bisa-bisanya dia pake pingsan segala! Dia kan pernah lulusan les pancak silat sabuk hitam, dia pernah dapat penghargaan juga! Masa gini doang tuan muda pingsan sih?! Oh pasti penghargaan itu hasil suap makanya dia lemah!"} Batin pembantu itu Hebat, ada yah manusia kayak gitu?. Aku menaruh Dimas dikamarnya dan hendak langsung pulang tapi lagi-lagi.. "anda mau kemana, anda tidak menyuruh saya menjaga tuan muda disini kan? Anda temannya bukan? Klo gitu tolong jaga dia yah, saya mau tidur" "Aku bukan temannya " jawabku sinis "Kau temannya! Kau peduli padanya! Buktinya kau mau menggendongnya berat-berat sampai rumah kan?" Pembantu itu tidak salah sih. "Benar juga. Kenapa aku repot² bawa dia ya?" Aku jadi berpikir dua kali "Sudah.. kamu tungguin dia disini" pembantu itu buru-buru keluar, menyuruhku menunggui Dimas. Tapi Sampai kapan? Ah.. Tungga ajalah. Waktu berputar, dari jam 5 sore hingga pukul 12 malam. Demi apa aku rela berdiri Disini? Apa aku yang gabut. Atau ada hal lain yang membuat ku tidak pergi dari sini. Lalu Dimas perlahan siuman. Dia bergumam sendiri dengan tidak jelas. Respon nya lama. Dia terlihat seperti Kukang yang bangun tidur. "Malam" sapaku. Dimas terlihat kaget, tiba-tiba dia bangun kayak mayat yang keluar dari kuburan. "Bagaimana bisa kau ada disini?!" ... Dia bertanya dengan keheranan. Wajahnya.... Astaga... Aku pingin menyiramnya pake semen. "Pembantu mu menyuruhku menunggumu.... " Aku menerangkan apa yang terjadi, haruskah aku pulang sekarang. Ya aku tidak punya hal penting disini .. "klo gitu aku pulang dulu" aku beranjak pergi, Dimas berusaha menghentikan niatku. tapi ketika Dimas mengatakan " aku punya koleksi film horor!!" Dia bercanda. Aku memang tidak tinggal di kota, jadi aku tidak sempat memburu film² itu. "Apa kau punya the nun ke 7?" Tanyaku ragu. Dimas bilang dia punya semuanya. Aku tidak mau membuang Kesempatan ini, papa ku gak suka anak²nya mengoleksi barang. Papa akan membuang barang di rumah jika sudah lebih dari 4tahun. 'Semua itu harus diputar' katanya "Kau beruntung sekali" aku merasa iri dengan Dimas yang bebas. Tanpa belenggu & beban dari keluarga. Keluarga ku FourA Family. Gak punya prinsip hidup seperti itu. Dimas berusaha berdiri dan berjalan tertatih-tatih, demi menunjukkan koleksi filmnya. Aku sungguh bingung, haruskah dia melakukan itu demi orang lain? Kenapa dia harus susah payah demi orang lain? Bagiku itu tidak ada gunanya. Yang ada adalah.. tersiksa demi melihat orang lain bahagia. Itu sangat bodoh. <Bruk> Dia tersungkur. Badannya tidak mendukung. Tapi egonya untuk menunjukkan DVD horor itu padaku terlalu besar. Keadaan menjengkelkan. "Mau ku gendong?" Tawar ku. Melihatnya sakit seperti membuat aku marah. Aku menggendongnya tanpa mendengar persetujuan dari nya. "Dimana loteng mu?" Aku membawanya ke loteng. Dia ringan. Apa Dimas tidak pernah makan atau gimana. Aku seperti membawa sehelai bulu gagak. Di loteng aku menanyakan tempat koleksi film horornya. Dimas menunjuk ke sebuah rak dan aku sangat antusias melihatnya. Sesuatu yang sangat ingin aku lihat. Film horor jadul dari kisah nyata yang di banded dunia. Aku meminta Dimas menyetelkan DVD yang menurutku menarik. Dimas memutarkan film itu untukku. Aku membuat camilan bubur favorit ku. Dan menonton bersamanya. Selama film berlangsung yang Dimas tonton adalah diriku. Mungkin Dimas sudah pernah menonton filmnya jadi Dimas tidak begitu ingin menonton. Tapi aku sangat menikmati filmnya. Di akhir film aku ingin berkomentar jika aku tidak suka dengan pemeran utamanya. Dan suka villain hounted dalam filmnya. " Aku tidak suka pria yang ragu-ragu dan tidak konsisten. (Maksudku adalah tokoh utamanya) Aku suka pria yang to the poin dan tidak lembek dengan Perasaan. (Maksudku bos hantu villain nya). " Ucapku sembari menaruh mangkok buburku yang sudah habis. Setelah film selesai, aku melihat darah, bukan. Bubur di pipi dimas. "Dimas" panggilku, ingin memberi tau jika ada cemot di pipinya. "Iyah?!" Dimas terlihat kaget. Padahal aku bicara biasa aja. Kalau dilihat-lihat Dimas ini sifatnya sama persis seperti karakter utama di film dead reading yang barusan kita tonton. "Yah seperti yang kau baca. Qila. (*Memerah) ..Aku menyukai mu di pandangan pertama." Dimas tiba-tiba menyatakan cintanya padaku. Eh? Loh kok. Wajah kita sama-sama menunjukkan ekspresi bingung. "Tidak. Maksudku ada cemot di pipimu." Aku menunjuk pipinya menegaskan maksud pembicaraan ku. Dimas menjadi merah tomat. Dan ambruk ke samping, dia melungker seperti kelomang. Apa aku melakukan kesalahan? Atau dia memang agak gila. Dia aneh sekali. Tiba-tiba telpon di handphone ku berdering. Itu dari mama. Dia pasti mengkhawatirkan aku yang gak pulang. "Halo ma" aku menjawab telphon mama ["Sayang, besok Sabtu jodoh mu akan datang ke rumah. Jumat ini tidak usah masuk kuliah dulu yah, kau harus ikut ritual kecantikan dari mama~"] aku merinding mendengar ritual dari mama sedang menanti ku dirumah. Kupikir mama menelpon karena mengkhawatirkan ku. Ternyata karena menyuruhku pulang untuk ritual mawar tidak jelasnya. ["Kita kekurangan bunga mawar merah untuk dekorasi, bisakah kau beli di dekat kuburan?"] "Baiklah aku pulang pagi ini." Jawabku jutek. langsung menutup telpon dari mama. Aku melihat Dimas yang masih melungker gak jelas. "Dimas aku pulang dulu." pamitku pergi. Dimas mengangguk pelan. Aku mengambil 2 mangkok yang aku kotori dengan buburku tadi ke dapur Dimas dan mencuci nya. Selesai mencuci mangkuk kotor itu Aku pamit kepada pembantu Dimas yang sibuk memasak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD