Bara sedang melangkah di atas jalan setapak yang akan membawanya ke rumah terakhir Dinda. Ya, pria itu hendak menumpahkan segala hal yang membuat hatinya mengganjal kepada seorang wanita yang meninggalkannya delapan tahun yang lalu. Begitu menemukan batu nisan berwarna abu-abu yang sudah sangat dihafalnya itu, Bara berjongkok meletakkan sebuah buket bunga daisy berwarna putih. Dia kemudian terdiam, memandangi nisan yang bertuliskan Dinda Ariana. “Hey, Din.” sapa Bara seraya mengelus nisan. “Kamu pasti sudah tahu apa yang akan aku omongin.” “Aku bingung sekali menghadapi wanita itu. Aku tidak ingin dia pergi, tapi aku tak bisa menyebutkan alasan yang mampu menahannya.” Pria itu kembali terdiam dan menunduk menghadap gundukan tanah di bawahnya. Cukup lama Bara merenung, sampai akhirnya

