BAB 5

1106 Words
Azara jalan di tengah-tengah Anggara dan Bintang. Kalau tadi ia sibuk tertawa dengan Bintang, sekarang dia malah sibuk tertawa dengan Anggara. Anggara selalu punya topik yang mana topiknya itu menggelitik perut Azara, Azara selalu saja terpingkal dengan apa pun yang Anggara jadikan bahan bercanda. Tinggallah Bintang hanya tersenyum kecil melihatnya. Seperti apa yang Azara katakan sebelumnya, saat Bintang masuk ke kelas, banyak sekali perempuan-perempuan yang bisik-bisik sambil curi-curi pandang ke arahnya. Tidak hanya Bintang, Anggara pun demikian. Pada intinya, saat Azara masuk ke dalam kelas bersama Anggara dan Bintang, mereka bertiga langsung menjadi sorotan orang-orang yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kelas. Azara, Bintang, dan Anggara kebetulan satu kelas. Sebenarnya tidak ada larangan jika perempuan mau duduk bersampingan dengan laki-laki, tapi karena Azara khawatir jadi bahan hujat orang, sekaligus bingung ingin duduk bersama Bintang atau Anggara, akhirnya ia memilih untuk duduk bersama perempuan yang belum mendapatkan teman duduk, lalu Anggara dan Bintang duduk bersampingan tepat di belakang Azara. "Halo, namaku Azara, nama kamu siapa?" sapa Azara lebih dulu. Perempuan yang duduk bersamanya itu langsung menoleh, sebelumnya dia sedang sibuk bicara dengan laki-laki yang duduk di sampingnya. Senyuman perempuan itu langsung merekah, dia pun langsung menyambut sodoran tangan Azara. "Halo, namaku Liodra." Azara semakin mengembangkan senyumannya. "Salam kenal, Liodra, semoga kita bisa jadi teman yang baik." Liodra menganggukkan kepalanya. "Iya, semoga." Setelah mengatakan itu mereka sama-sama melepaskan jabatan tangannya. "Sebentar, ya, Azara, aku lagi bicara sama Andro, habis bicara sama Andro kita bicara lebih banyak, ya," ucap Liodra. Azara menganggukkan kepalanya sambil mengulas senyum. Setelah itu Liodra langsung membalikkan badan ke arah laki-laki bertubuh jangkung dengan wajah blasteran luar di sampingnya, mereka sedang membicarakan masalah olimpiade, yang Azara dengar, mereka berdua itu mengikuti olimpiade dan hasil dari olimpiade baru turun pagi tadi. Ah, rupanya Azara duduk di samping orang pintar dan ambisius. Tahu begini ia cari orang yang biasa-biasa saja. Soalnya ibu Azara itu sering kali memarahi Azara kalau main handphone ataupun main keluar rumah lalu mendapatkan nilai jelek, teman sebangku Azara pasti akan ibunya itu jadikan bahan acuan dan sering kali dibanding-bandingkan dengan ia. Kalau seperti ini, ia harus belajar dengan benar dan sama-sama mengamabisiuskan diri agar ibu yang ia panggil dengan sebutan mama itu tidak sampai memarahi ia lantas membanding-bandingkan ia dengan Liodra. Karena merasa bosan, akhirnya Azara menoleh ke belakang. Tepat saat kepalanya sudah benar-benar berbalik, senyuman Bintang-lah yang ia dapati. Rupanya sejak tadi Bintang menatap ke arahnya. Azara langsung mengulas senyum juga. Tak lama setelah itu ia langsung menoleh ke arah Anggara. Laki-laki itu sekarang sedang menumpukan kepala di atas meja dengan tatakan tasnya yang entah mengapa selalu lebih ringan daripada tas Azara dan Bintang. "Dia pasti enggak tidur dan bohong kalau semalam tidur dengan nyenyak," ucap Azara seraya terus menatap ke arah Anggara. Bintang pun akhirnya menoleh ke arah Anggara. Ia pun merasa demikian. Sama halnya dengan Azara, Bintang juga tahu bagaimana karakter Anggara. Mereka bertiga sudah lama bersama, meski tak keseluruhan, pada intinya mereka itu sama-sama mengenal satu sama lain. Tak lama kemudian Bintang menganggukkan kepalanya. "Dia selalu seperti itu," ucapnya. "Azara?" panggil Liodra, dia sudah selesai bicara dengan Andro. "Kamu jangan lupa bangunin dia, ya, Bi, kalau guru udah masuk. Jangan sampai di hari pertama sekolah dia malah kena hukuman," pesan Azara sebelum akhirnya berbalik dan mulai berbincang dengan Liodra. *** "Ada kah yang mau mengajukan diri menjadi seorang ketua kelas dan jajarannya? Ibu mau kalian yang inisiatif mengajukan diri. Hitung-hitung kita belajar merasakan bagaimana dunia kuliah, yang mana dosen sangat berbeda dengan guru di sekolah. Oh ya, mengajukan pun harus memiliki tujuan, katakan apa resolusi kalian untuk kelas selama satu tahun nanti. Ayo, Ibu tunggu lima menit, kalau belum juga ada yang mengajukan diri, Ibu akan keluar dari kelas," ucap Bu Ambar—wali kelas sekaligus guru matematika. Azara langsung menoleh ke arah Bintang. "Bi, ayo ajukan diri," ucap Azara. "Iya tuh benar, waktu SMP juga, kan, kamu ketua kelas selama tiga tahun berturut-turut, kelas adem ayem pas kamu yang urus," sambar Anggara. Sekarang laki-laki itu sudah tidak lagi menumpukan kepala di atas meja seperti tadi, matanya pun sudah segar kembali. Bintang tampak berpikir, belum sempat Bintang angkat suara, teman di samping Azara langsung mengangkat tangan. "Saya, Bu," ucap Liodra. "Bagus, langsung maju ke depan aja, ya. Ayo, Ibu butuh tiga orang lagi," ucap Bu Ambar, "ingat, persiapkan tujuan kalian mengajukan diri." "Bi!" ucap Azara dengan suara pelan tapi penuh penekanan. Azara mengedipkan sebelah mata ke arah Anggara, Anggara yang sudah paham dengan segala kode Azara pun langsung mengangkat tangan kanan Bintang. Tepat saat tangan kanan Bintang sudah terangkat, ia langsung melepaskannya. Jadi yang bu Ambar lihat, Bintang mengangkat tangan atas kemauannya sendiri. "Iya, ayo maju," ucap Bu Ambar. Dalam keadaan apa pun, Bintang masih bisa tersenyum tenang. Akhirnya ia bangun dari kursi lalu melangkah maju ke depan. Seketika bisik-bisik tetangga langsung terdengar. Bintang dan Liodra itu sama-sama memiliki aura-auranya orang pintar. Pakaian mereka sama-sama rapi, mereka pun sama-sama good looking. Dengan berdiri bersampingan seperti ini mereka malah terlihat serasi. Azara langsung menoleh ke kanan dan ke kiri, dia tidak terima kekasihnya itu malah dicocok-cocokkan dengan perempuan lain. "Ga," panggil Azara seraya menampakkan wajah sedih. Anggara malah tertawa melihat wajah sedih Azara. "Kenapa?" tanya Anggara. "Dengar, kan?" Bukannya menjawab Azara malah balik bertanya. Anggara menganggukkan kepalanya masih sambil tertawa. Anggara dan Bintang itu sebenarnya sama-sama memiliki gigi kelinci, tapi gigi kelinci Anggara lebih terlihat. Melihat Anggara tertawa, Azara jadi mengerucutkan bibirnya. "Dasar!" ucapnya. "Percaya aja sama Bintang, kamu tau, kan, dia enggak suka main-main dengan hal yang udah dia katakan?" Azara akhirnya menganggukkan kepala. "Iya juga, sih." "Yaudah balik lagi sana ke depan," ucap Anggara. Azara langsung menurut, ia balikkan tubuhnya ke depan kembali. Ternyata sekarang sudah ada tiga kandidat di depan; Bintang, Liodra, dan Andro. Syukurlah sekarang sudah ada Andro. Sepertinya Liodra memiliki hubungan spesial dengan Andro, mereka berdua terlihat sangat akrab. Setelah menunggu selama lima menit, akhirnya ada juga yang mengajukan diri ke depan. Namanya Milly, dia perempuan. Setelah ada empat kandidat bu Ambar langsung mengadakan vote. Hasil dari vote, pemilih Bintang jauh lebih banyak dari ketiga kandidat yang lain. Bintang memang tetap bintang di mana pun berada. Azara jadi khawatir sekarang, sepertinya Bintang itu terlalu sempurna, ini baru menampakkan ketampanan dan retorika baiknya saat bicara tujuan, bagaimana kalau para perempuan di sekolah ini tahu kalau Bintang itu pandai bermain piano, memiliki suara yang bagus, dan pintar, apa semakin banyak fans-nya? Azara menggelengkan kepalanya, tak lama kemudian dia menghela napas pelan. "Bintang ketua kelas, Andro wakil ketua kelas, Liodra sekretaris, dan Milly bendahara. Nah, sisanya, untuk seksi-seksi, Ibu serahkan kepada kalian berempat. Sekarang kalian berempat sudah boleh kembali ke tempat masing-masing," ucap Bu Ambar sebagai penutup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD