Angga berjalan sendirian setelah ia pulang mengantar Risa kerumahnya, disepanjang jalan tidak banyak yang bisa dia temui hanya beberapa orang yang tengah melakukan sip ronda dan beberapa orang yang masih di luar rumah yang entah apa yang sedang mereka lakukan karena menurut Angga hari sudah terlalu malam dan gelap untuk melakukan sebuah aktivitas .
Ketika berjalan dengan penerangan lampu rumah warga yang masih mampu menerangi tempat kakinya berpijak hati dan pikiran Angga menerawang jauh mengingat kebersamaannya bersama Risa. Seutas senyuman tipis terbit dari bibir Angga saat dia mengingat sikap manis dan menggemaskannya tingkah Risa, tidak tahu apa yang terjadi pada Angga, dia menjadi sering tersenyum saat membayangkan setiap tingkah laku Risa, dia selalu merasa sangat bahagia ketika berada dan bersama Risa, dan saat dia melihat Risa bersedih dan terluka Angga seakan merasa lebih terluka, tidak tahu apa makna perasaan yang Angga rasakan, yang pasti Angga hanya ingin melihat Risa selalu tersenyum bahagia.
Karena ketidak fokusannya yang berjalan sambil melamun, tanpa sengaja kaki Angga tersandung sebuah batu dan membuatnya terjatuh sehingga tangannya mengeluarkan darah karena Angga gunakan untuk menahan tubuhnya, perih tentu saja namun yang membuat Angga khawatir bukan itu melainkan dia takut ada orang yang melihatnya terjatuh dengan posisi tidak etis dimana kakinya mengacung ke atas dan kepalanya terjerembab dalam posisi berbaring kesemak - semak.
Angga menatap sekeliling mencoba memeriksa keadaaan sekitarnya takut - takut ada yang melihatnya terjatuh, Angga tidak tahu mau disimpan dimana wajahnya nanti jika ada yang melihatnya terjatuh dalam posisi seperti itu, Angga langsung bangkit dari posisinya kemudian berlari sekuat yang dia bisa tanpa mempedulikan lagi rasa perih di bagian tangannya.
Sesampainya di rumah Angga langsung mengetuk pintu, sambil menunggu pintu terbuka, Angga memeriksa luka di bagian tangannya yang mungkin tanpa sengaja tergoreng ranting pohon atau sesuatu saat dia terjatuh, sekarang rasa perihnya semakin perih mungkin karena sekarang fokus Angga hanya tertuju pada lukanya sedangkan tadi fokus Angga hanya tertuju untuk lari berharap tidak ada orang yang memergokinya. Rumah keluarga merupakan salah satu beberap rumah yang dibangun dengan tembok karena memang keluarga Angga dapat dikategorikan sebagai slah satu dari beberapa keluarga yang berada. Kakek Angga seorang tokoh masyarakat yang sangat disegani, ayah Angga merupakan pengusaha bengkel yang cukup terbilang maju didaerahnya, dan berkat adanya usaha bengkel ayah yang sudah terdapat di tiga tempat terdeket kampung Jati Maju berhasil mengurangi sedikit pemuda pemudi pengangguran. Hal itu tentu membuat orang - orang menyegani ayah Angga pula.
"Asalamu'alaikum mah"
"Waalaikumsalam, kamu kenapa seperti orang yang baru di kejar - kejar setan a ?"
Perempuan yang Angga panggil mamah itu tersenyum tapi seketika senyuman itu sudah berganti dengan ekspresi bingung saat melihat putra sulungnya yang terlihat ngos - ngosan ditambah keringat yang bercucuran diwajahnya.
"Tadi aa jatuh mah kesandung batu takut ada yang liat kan aa malu atuh, jadi aa buru - buru jalannya"
Angga menjelakan perihal yang terjadi padanya tanpa mamanya minta membuat ekspresi bingung yang semula terlukis di wajah Mama Lina berubah menjadi ekspresi menahan tawa. Sungguh dia tidak menyangka jika putra sulungnya yang terkenal dingin dan cuek bisa melakukan hal sekonyol itu.
"Bukan karena takut setan a ?"
Mendengar kalimat godaan dari sang Mama, Angga langsung menggelengkan kepalanya, tentu saja dia tidak takut dengan makhluk yang bernama setan, manusia Allah ciptakan lebih mulia dari pada setan lantas kenapa dia harus takut pada setan.
"Bukan atuh mah yang ada setan takut sama aa"
Mama Lina tersenyum mendengar perkataan Angga, anak sulungnya itu memang benar - benar sangat dingin dan pendiam dihadapan semua orang termasuk padanya juga, hal itu tentu membuat mama Lina harus memeberikan perhatian lebih pada Angga meskipun kini putranya sudah beranjak dewasa. Yang lasti mama Lina hanya tahu Angga bisa bersikap hangat dan apa adanya hanya pada satu orang yaitu pada pada Risa, gadis kecil yang kini sudah menjelma menjadi remaja anggun dan cantik. Terkadang Mama Lina selalu merasa khawatir terhadap sikap Angga yang selalu tertutup padanya, dia takut ada sesuatu yang Angga pendam dan dia tidak menyadarinya hingga akhirnya dia membuat Angga menyimpan sendirian, Mama Lina tidak ingin semua itu terjadi pada putra - putranya termasuk Angga.
Sang mamah hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan putra sulungnya, melihat Angga terkadang membuat mama Lina tidak menyangka jika dia sudah memiliki seorang putra yang sudah dewasa mengingat betapa buruknya dulu hubungannya bersama ayah Angga sebelum Angga hadir ditengah - tengah mereka.
"Jika kamu menikah denganku hanya karena kamu tidak ingin membantah perkataan ayah ibumu sedangkan hati kamu milik orang lain maka tolong ceraikan aku sebelum aku terperosok jatuh dalam perasaanku sendiri"
Wanita itu terduduk diatas tempat tidur sambil memeluk lututnya, dia menangis tersedu - sedu seakan tangis itu adalah caranya menikmati luka yang batu saja ditemukan di bagian hatinya.
Kenapa setelah menikah hampir 6 bulan, setelah dia telah memilih untuk menjatuhkan perasaannya pada laki - laki yang sudah bersttus suaminya dia baru mengetahui jika selama ini suaminya sendiri tidak mncintainya, tapi suaminya justu mencintai orang lain. Sakit tentu jangan tanyakan lagi sesakit apa perasaannya saat itu, dia tidak menyangka jika semua sikap manis yang ditunjukan suaminya selama pernikahan mereka hanya sebagai bentuk untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami.
"Apa yang kamu katakan Lin, aku tahu aku salah disini karena tidak jujur dari awal kepadamu, tapi tolong berikan aku kesempatan untuk belajar mencintaimu, aku mohon aku tidak ingin kamu pergi meninggalkanku, qku ingin tetap bersamamu Lin"
Rahman menggenggam jemari tangan Lina, tangan perempuan itu terlihat kecil dari biasanya karena saat itu kondisi Lina sedang tidak baik, dia menjadi sering muntah, setiap makanan yang dia makan maka akan langsung dia keluarkan, hal itu membuat Lina menjadi tidak berselera untuk makan, selain itu Lina juga sering mengeluh sakit kepala mungkin hal itu membuat berat badannya menurun.
"Tolong biarkan aku bebas dari segala rasa sakit ini, aku mohon"
Suara Lina terdengar sangat memelas, terdengar ada nada keputus asaan. Rahman mrmbawa tubuh Lina kedalam dekapannya, sungguh dia menyembunyikan semuanya semata - mata untuk melindungi perasaan Lina dia tidak menyangka jika pada akhirnya Lina akan mengetahui semuanya dan bisa terlihat sehancur ini saat semuanya sudah dia ketahui.
Sebuah elusan lmbut dibahu mama Lina membuatnya tersadar dari lamunan pahit yang bahkan selalu berusaha dia lupakan namun tidak pernah bisa, karena kisah pahit yang pernah dialaminya dimasa lalu seakan sudah terpatri dengan sangat apik dalam isi kepalanya. Lina menoleh dan mendapati wajah suaminya yang sedang tersenyum.
"Apa yang kamu pikirkan ?"
Rahman mengelus pipi istrinya dengan mesra, melihat istrinya melamun membuat Rahman menjadi khawatir, dia takut melakukan kesalahan sama halnya seperti kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu.
Lina menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, dia menatap Rahman tepat di bagian matanya, seakan dia berusaha menyelami hati dan pikiran suaminya melalui matanya.
"Angga kemana ?"
Lina menanyakan keberadaan Angga yang pada saat itu sudah tidak terlihat lagi keberadaannya dalam pandangan Lina, Rahman menunjuk ruang keluarga menggunakan sagunya sebagai pertanda jika sekarang Angga ada di ruang keluarga. Mereka berjalan beriringan menuju ruang keluarga menghampiri Angga dan Rifqo yang pada saat itu juga ada sana.
"Mana sini lukanya biar mama obatin"
Mama Lina duduk tepat di samping Angga yang pada saat itu tengah duduk sambil meniup - niup luka di bagian tangannya, kedua alisnya sesekali berkerut tanda jika memang luka di bagian tangannya memang terasa sakit.
"Mana sini liat lukanya"
Rifqo yang sejak tadi memilih diam dan fokus pada layar kaca televisi akhirnya mengalihkan fokusnya menatap sang kakak, dan tidak tahu sengaja atau tidak tangan Rifqo menggenggam erat bagian tangan Angga yang memang terdapat lukanya membuat Angga seketika menjerit kesakitan.
"Sakit bocah"
Angga berkata dengan dingin sambil menyingkirkan tangan sang adik dari lukanya dengan sedikit kasar dan paksa, sadar jika dia telah membuat sang kakak marah Rifqo hanya mampu tersenyum menunjukan deretan putih gigi rapuhnya. Jujur saja dia merasa bersalah hanya saja dia bingung bagaimana cara mengekspresikannya.
"De kamu jangan gitu dong kasohankan aa, jadi kesakitan kan dia"
"Kan aku gak sengaja mah"
"Ayo sini Mama liat lukanya, biar mama obati A"
Mama Lina meminta untuk mendekat, namun Angga lebih memilih menolak dia tahu mamanya sudah mengantuk jadi dia tidak akan menganggu mamanya yang akan beristirahat hanya sekedar mengobati luka yang bahkan bisa dia lakukan sendiri.
"Gak usah mah, aa langsung ke kamar aja Mama juga istirahat aja pasti udah ngantukkan"
Angga bangkit dari posisi duduknya kemudian menyalami tangan kedua orang tuanya baru setelah itu dia berlalu pergi menuju kamarnya.
* * *
Saat sepertiga malam menjelang Risa tidak pernah absen menyapa kekasih hatinya, dia selalu berusaha tetap Istiqomah agar bisa bangun dan bersujud menghadap sang ilahi. Gadis itu begitu taat pada Allah, diusianya yang masih belia dia sudah diajarkan melaksanakan beberapa hal sunnah hingga membuat Risa menjadi terbiasa dengan sunnah sunnah.
Pagi - pagi saat jam menunjukan pukul 06 : 30 Risa sudah siap untuk berangkat, karena jarak antara sekolah dengan rumah yang cukup dekat Risa memilih berangkat dengan berjalan kaki.
Di perjalanan Risa sempat berpapasan dengan beberapa orang yang mungkin akan pergi ke sawah atau ke kebun, karena mayoritas penduduk Jati Maju berpropesi sebagai petani dan peternak. Bertani dan berternak adalah salah satu sumber penghasilan utama bagi mereka, karena jika tidak dengan bertani atau berternak mereka tidak tahu harus bekerja apa, merantau ke kota bukan tidak bisa mereka lakukan hanya saja harus ada tekad dan keberanian besar karena ketika sampai di kota mereka belum tentu bisa bekerja.
Setelah menempuh perjalanan akhirnya Risa tiba disekolahnya, hanya butuh sepuluh menit untuk Risa melakukan perjalanan menuju sekolahnya, tidak lama setelah Risa tiba Angga datang, anak itu selalu saja datang dijam yang sangat mepet dengan jam bel berbunyi, beberapa kali Risa tegur untuk jangan datang terlalu siang meskipun rumahnya didepan sekolah tapi dia tetap tidak mengubrisnya, sayang sa waktunya lebih baik aku tidur dulu kan jadi bermanfaat waktunya. Rumah Angga memang terletak tepat di sebrang sekolah sehingga Angga baru datang ke kelas 15 menit sebelum KBM dimulai.
"Sa kamu mau lanjut sekolah kemana?"
Pertanyaan Angga tidak langsung Risa tanggapi, gadis itu terlihat diam beberapa saat seakan dia mencoba mencari jawaban paling tepat untuk menjawab pertanyaan yang diajukan sahabatnya.
Saat ini mereka memang berstatus sebagai kelas sembilan yang baru saja selesai melaksanakan Ujian Nasional, jadi posisi mereka sekarang adalah sebagai siswa yang sedang dalam masa santai - santainya sekaligus tegang - tegangnya, santai karena Ujian Nasional sebagai akhir dari perjuangan mereka berseragam putih biru sudah terselesaikan, tegang karena menunggu hasil Ujian Nasional dan kelulusan sekaligus lolos tidak lolosnya mereka pada Sekolah Menengah Atas
"Mungkin aku akan cari sekolah negeri saja"
Jawaban Risa berhasil membuat Angga bingung, pasalnya Risa pernah mengatakan jika dia ingin melanjutkan sekolahnya ke sekolah islam, tapi sekarang gadis itu justru berkata sebaliknya.
"Bukannya kamu mau lanjut ke sekolah islam"
"Maunya sih begitu tapi kamu tahukan di daerah kita sekolah islam itu rata - rata swasta aku gak mau buat ayah dan ibu pusing dengan p********n sekolah ku setiap bulannya, kamu sendiri kemana Ga ?"
"Aku bareng kamu saja"
Ada nada kefrustasian yang tersirat dari kalimat yang Angga ucap, membuat Risa mengerutkan dahinya karena merasa bingung dengan sikap sahabatnya.
"Kenapa begitu?"
"Mama ku saranin buat masuk sekolah islam tapi aku belum tahu ?"
Sebenarnya Angga sudah menyetujui saran dari mamanya yang meminta Angga masuk sekolah Islam karena yang Angga tahu Risa juga ingin masuk sekolah islam, rencananya hari ini dia akan mengajak Risa untuk daftar disekolah Islam yang sama dengannya, tapi ternyata pernyataan Rida berhasil membuat Angga merasa menyesal karena sudah menyetujui saran dari mamanya.
"Bagus dong harusnya kamu senang"
"Ya iya sih tapi.."
Angga tidak melanjutkan kalimatnya, dia justru malah menggaruk kepalanya yang memang pada kenyataannya tidak gatal, laki - laki itu seakan bingung sendiri untuk mengucapkan kalimat apa karena sebenarnya ada sebuah kenyataan yang dia sendiri belum yakin, sebuah kenyataan yang terpendam didalam hatinya.
"Kita akan jarang ketemu Sa"
Batin Angga bersuara, dia tidak berani menyarakan kalimat yang baru saja dia ucap didalam hatinya, ada sesuatu yang menahan Angga untuk mengucapkan kalimat tersebut. Tidah tahu kenapa pula dia jadi sangat enggan berpisah jauh dengan Risa keinginannya adalah selalu berada didekat Risa karena ketika dia berada di dekat Risa dia bisa melihat keadaan Risa secara real, dan jika ada sesuatu hal buruk terjadi pada Risa Angga bisa melindunginya, berbeda jika posisi mereka berjauhan atau bahkan mungkin berbeda kota nantinya.
"Kamu nanti disana dapat ilmu pengetahuan umum dan juga ilmu agama yang banyak Ga, nanti kamu jangan pelit ya sama aku bagi bagi ilmunya, awas aja kalau kamu pelit"
Risa berkata dengan senyuman yang terlukis indah dibibirnya namun tatapan matanya yang semula menatap teduh bebah menjadi mendelik tajam saat mewanti - wanti Angga agar tidak pelit ilmu kepadanya.
Angga hanya menganggukkan kepala, sikap Risa yang bisa berubah dalam waktu cepat seperti inilah yang pastinya akan sangat Angga rindukan jika dia berpisah jauh dengan Risa. Contohnya baru saja gadis itu tersenyum berbinar - binar saat bercerita tentang keuntungan Angga sekolah di sekolah islam seketika ekspresi itu berubah hanya dalam hitungan detik saat gadis itu mewanti - wanti Angga agar tidak menjadi manusia yang pelit ilmu, sikap Risa yang seperti itu selalu berhasil membuat Angga merasa gemas kepada Risa.
"Kenapa dia terlihat biasa - biasa saja saat mengetahui kemungkinan besar aku akan pergi sekolah jauh darinya"
Batin Angga kembali bersuara saat dia melihat Risa yang terlihat biasa saja, padahal dirinya sudah kalang kabut memikirkan keadaannya yang akan berpisah dengan Risa. Padahal jauh didalam hati Risa, tanpa Angga ketahui gadis itu juga tengah berusaha mencoba terlihat baik - baik saja meskipun kenyataannya dia juga merasakan apa yang Angga rasakan.
Berhubung kelas sembilan sudah bebas karena mereka sudah usai melakasanakan ujian Nasional akhirnya Risa memutuskan untuk pulang lebih awal, Risa datang kesekolah hanya untuk sekedar mencari informasi barang kali ada pengumuman penting.
Saat gadis itu tiba dirumahnya dia lebih memilih untuk langsung masuk kedalam kamarnya, duduk dan merenung memiiirkan segala hal yang memang tengah mengganggu pikirannya. Barulah saat adzan Dzuhur berkumandang dia bangkit untuk mengambil air wudhu dan mengambil posisi untuk melaksanakan shalat.
"Ya Raab aku tau tidak sepentasnya aku berkeluh tentangnya karena tugas ku hanya belajar dan memenuhi kewajibanku sebagai seorang anak dan muslim, tapi hati ini tidak bisa berbohong bahwa aku tidak ingin dia jauh dari ku ya rabb..
Namun jika dia pergi untuk mu, untuk urusannya denganmu maka biarkanlah hati ini menerima kepergian sesaatnya ya Rabb.."
Lantunan bait do'a yang baru saja terucap dari lisan Risa adalah sebuah bukti dimana gadis itu juga tidak menginginkan sebuah perpisahan dengan Angga, hanya saja Risa lebih memilih untuk diam dan menyembunyikannya dalam senyuman kepalsuan. Setelah selesai shalat Risa tidak langsung bangkit dia lebih memilih untuk berdzikir dan membaca Al- Qur'an terlebih dahulu. Ar - Rahman surah yang Risa pilih untuk menemani waktinya yang pada saat itu sedang senggang, surah yang selalu berhasil membuat hati dan jiwanya merasakan sebuah ketenangan, surah yang selalu berhasil membuat Risa ingat betapa maha pemurahnya Allah hingga Dia selalu melimpahinya kenikmatan yang begitu besar tanpa harus dia pinta.
Satu jam setelah Risa menyelesaikan bacaan Al - Qur'an dan dzikirnya suada adzan Ashar sudah terdengar, bergegas Risa untuk mengambil wudhu dan segera menunaikan shalat Ashar.
Setelah selesai melaksanakan shalat Ashar Risa pamit pada ibunya untuk berangkat mengaji lebih awal karena dia ingin menghabiskan waktu lebih lama dulu ditempat kesukaannya. Pantai tempat itulah tempat dimana Risa selalu bercerita dalam bisu mengenai segala kegundahan hatinya. Temoat dimana dia bisa bercerita dan merasa tenang hanya dengan diam dan memandang luasnya biru air lautan.
"Ibu Dian pamit sekarang ya"
Dian, itulah nama panggillan yang ibunya sematkan kepada Risa, ketika Risa bertanya kenapa ibunya memanggil Risa dengan sebutan Dian tida Risa sama seperti panggilan kebanyakan orang, ibunya hanya tersenyum sambil menjawab 'bagi ibu kamu sangat istimewa, ibu tidak ingin memanggilmu sama seperti mereka bukan karena panggilan itu jelek hanya saja ibu yakin diatara banyaknya orang yang memanggilmu Risa ada beberapa gelintur orang yang tidak mengenalmu secera baik, sedangkan ibu, ibu sangat mengenalmu dan Dian adalah ciri jika ibu adalah orang yang paling megenalmu sayang' saat itu hati Risa bahagia mendengar rentetan kalimat yang mungkin terdengar biasa bagi orang lain yang mendengarnya tapi tidak bagi Risa.
"Kenapa gak tunggu Angga dulu biasanya kan kalian berangkat berdua"
"Gak papa bu nanti juga Angga nyusul"
Setelah berpamitan Risa langsung bergegas pergi menuju pantai, sampai disanabdia langsung mendudukkan tubuhnya diatas hamparan pasir, sandal yanh sejak tadi digunakannya, Risa buka begitu saja hingga membuat kaki telanjangnya menyentuh butiran pasih.
Gadis itu menatap jauh kearah laut lepas, seakan dia tengah menerawang perjalanan - perjalanan masa depan yang akan dia lewati melalui hamparan biru air laut.
"Dalam singkat dia akan pergi sejenak ..
Senja tak ada lagi yang akan menemaniku menanti keindahanmu.
Tak ada lagi yang menjadi temanku duduk menikmati kehindahan yang tuhan ciptakan melalui hampatan laut dan awan biru"
Risa menutup kedua belah matanya mencoba menghirup dan merasakan setiap setiap hembusan angin yang menbarkan rasa tenang pada dirinya.
Mengapa hati ini melemah saat aku mengetahui jika takdir perpisahan akan merenggut kebersamaan kita, apakah itu yang dinamakan sebuah kata cinta?
#R22R05 - 01/04/2020