keluarga Stone

1066 Words
" ayo kid, kita harus membereskan kamar masing-masing okay" Nyonya Clarkson mengiring putri putra nya menuju kamar atas. . Edbret berjongkok memandangi jernihnya air kolam, tanpa menyadari sesosok makluk menyembul dari air mengamati gerak gerik remaja tersebut, jari-jari panjang Edbret hampir menyentuh jernihnya air, sebelum. " Edbrettt... Ed.. dimana kau.." Suara itu menggema dengan jelas. dengan sigap Edbret lari dari sana sebelum ayahnya lebih dulu menemukan dirinya. *** Sepi. Suasana rumah itu tak terlihat keberadaan ibu, kakak serta adik bungsunya, mungkin mereka sedang sibuk menata baju serta membereskan kamar, yakin Edbret, anak itu mulai berjalan dengan pelan menuju lantai atas. " Dari mana saja kau" Hampir saja Edbret jantungan mendapati adiknya muncul secara mendadak, ia memegangi dadanya kini tengah berdegup kencang, menatap sinis anak tujuh tahun itu dengan perasaan kesal. " Dimana yang lain?" " Yuline dan ibu baru saja membereskan kamar kita semua dia sedang di kamar bersama Yuline, ayah tadi mencari mu, dasar anak menyusahkan" seusai mengatai kakaknya, Eland. Bocah itu melenggang memasuki salah satu ruangan yang Edbret yakini itu kamar miliknya sendiri. Edbret menatap dari pintu ruangan melihat kesibukan Yuline serta ibu mereka tengah memasukan pakaian kedalam almari antik di sana. " Hey boy, kau dari mana saja. Ayah mu tadi mencari mu" Anna menghampiri anak lelakinya itu sembari ikutan bersandarkan di daun pintu. " Aku tak kemana-mana aku di sekitar sini" " Bohong, kau tadi memang berniat pergi" bantah Yuline di sana, gadis pirang itu sangat menyebalkan, kalau dia dengar saat Edbret meminta izin lalu kenapa mereka diam? " Memang kau tahu apa, kau kan hanya gadis" " Apa kau bilang?" Tak terima di remehkan akan gender, Yuline menghampiri adiknya dengan bertolak pinggang sembari menatap anak itu berang. " Aku bilang, kau itu hanya seorang gadis biasa yang lemah " ulang nya dengan penuh penekanan menyulut amarah gadis bermata biru safir seperti mata ibu mereka. " Hey! Stop! Hentikan perang konyol kalian, Edbret. Kamar mu ada di ujung sana, aku sudah membereskan kamar mu dan menaruh koper mu di kamar jadi rapikan sendiri pakaian mu dalam lemari" Anna mendorong bahu anak-anaknya agar saling menjauh satu sama lain, meminta untuk Edbret segera pergi dengan isyarat mata nya. Edbret pergi dari tempat kejadian perkara meningalkan ibunya bersama Yuline stone, Anna sedikit mundur dari daun pintu melihat wajah suntuk anak wanitanya dengan pelan menutup pintu namun di tahan oleh Anna, " Hey, jangan marah dia becanda, okay" hibur Anna. " Aku tak marah Bu hanya lelah saja" " Pakaian mu? Kau tak mau di bantu menata nya" " Tidak, terimakasih. Aku bisa melakukan nanti" Dengan begitu Anna tak punya alibi untuk tetap berada di dalam kamar anak gadisnya, ia lalu pergi turun ke lantai bawah, hampir saja ia akan masuk ke ruang kamar sebelum di kaget kan oleh kemunculan suaminya tiba-tiba " Edbret tak ku temukan" sedihnya menatap Anna, Anna lalu menagkupkan kedua tangannya ke wajah Amstrong, wajah yang dulu tampan tetap menyimpan sisa-sisa kewibawaan pria itu. Dengan tersenyum Anna mengecup sekilas bibir suaminya. " Tak usah kau cari, anak itu sudah ada di kamarnya sekarang" Amstrong menghela nafas lega, ia memeluk tubuh ramping Anna sembari berucap sukur pada keluarga mereka. *** Hari sudah berlalu mereka memulai paginya dengan sarapan bisa di bilang agak telat untuk makan pagi tapi masih awal untuk makan siang, disebabkan kedatangan para pembersih bayaran, sengaja di panggil oleh Anna untuk membersihkan kondisi rumah mereka, tentu nya akan memakan waktu panjang jika di bereskan sendiri, sekalian juga Menganti kaca yang telah di pecahkan Mr stone. " Edbret, kemarin kau kemana tiba-tiba menghilang" Edbret terdiam, sendok nya sama sekali tak ia gerakan untuk memasukan sup iga itu ke mulut, ibunya memegangi pergelangan tangan Amstrong memasang mimik wajah, seolah berkata, jangan-tanyai-dia-dulu. Amstrong paham kode istrinya ia hanya mengangkat bahu seolah tak peduli. " Kalau kau belum tahu apapun tanyakan jangan diam saja, kau punya mulut kan?" Bertanya? Aku bicara saja kalian tak menangapi. 'srett.' Edbret beranjak dari kursinya, "aku sudah selesai" lalu ia pergi meninggalkan tegangnya acara makan mereka. Si bungsu mencebikkan bibir menatap kesal ulah kakak nya " Kurasa ia perlu mendengarkan ucapan mu nanti ayah, dia kan habis berpisah dari Emeliy, mungkin ia masih sensitif" bela Yuline, Amstrong hanya mengangguk lalu menyuruh yang lain menghabiskan sarapan mereka. . " Hey, kau tadi menggangu acara sarapan hingga tak enak loh" Edbret tengah asik memainkan bola bisbol hadiah ulangtahun langsung terdiam merotasi kan matanya, jengah, memandang si bungsu tak di undang masuk ke dalam kamar milik Edbret. " Kenapa kau di sini, pergi sana. Minum s**u mu dari Dot bayi" " Aku sudah dewasa" "Sejak kapan orang gila mengaku gila" Walaupun begitu Edbret tak mengusir Eland dari kamarnya dan mendiamkan anak itu duduk di pinggiran kasur bersama dengan Edbret. "Aku tau kau benci dengan sikap ayah tapi jangan memancing suasana tak enak" "Kau itu masih bocah sok bicara dewasa" Edbret beranjak menyamankan diri dalam selimut tebal nya, ia sesekali melirik Eland yang masih setia di pinggir ranjang " Pergilah aku lelah" Eland menatap kakaknya melalui ekor mata, lelaki muda itu terlihat menyamankan diri walaupun Eland tahu Edbret tengah berbohong, tak ambil pusing Eland pergi dari kamar tersebut sebelum ia sempat menutup pintu samar-samar tapi masih bisa di dengar Edbret adiknya tengah mengucapkan ungkapan penyemangat. Setelah tak ada tanda-tanda Eland kembali, kepala Edbret menyembul dari balik selimut, sepintas senyum tipis menghiasi wajah Edbret. Persaudaraan mereka sedikit rumit mereka selalu saling bertengkar tapi terkadang juga tak begitu buruk. . " Kau habis dari mana?" Tanya Yuline saat berpapasan dengan Eland di beranda rumah. "Dari dalam" singkat " Owh, mau kue? Aku baru membeli bahan membuat kue" Yuline memperlihatkan barang di tentengannya, terdapat bahan baku di perlukan, ia tadi pergi ke supermarket bersama ayah sebelum ia pergi bekerja, sekalian keluar katanya. Eland menyambut dengan senang, mereka masuk ke dalam, menata semua bahan baku di meja dapur dengan bantuan adik bungsunya Yuline dapat menyelesaikan dengan cepat, pie apel. Terlihat mengepul setelah keluar oven. " Eumh, aromanya wangi. Kau memasak pie?" Yuline mengangguk semangat mendapati kemunculan ibunya di tengah mereka, Anna tersenyum memuji kehebatan memasak anak gadisnya, ia menepuk pipi Yuline dan Eland bergantian secara pelan. " Edbret tidak ikut ke mari?" " Nanti akan ku sisakan untuk nya, dia masih kesal kurasa" Anna menghela nafas, berat. Kepalanya menoleh di mana tempat jam dinding berada, sudah siang. Batin nya. " Ya sudah nanti kalau dingin bagi saja, sisa kan untuk ayah kalian" Bibir mereka serentak kompak menyunggingkan senyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD