Weight In

995 Words
Dengan perasaan campur aduknya, Ahmad memasuki area untuk mengukur berat badannya. Sesi weight in seperti ini sudah seperti saat pertandingan nanti. Beribu orang melihat bagaimana dua petarung saling menatap mata satu dengan yang lainnya. Dan inilah kemudian yang membuat sebuah hawa yang berbeda dari situasi lain. Ahmad memasuki arena dengan menggunakan papakha. Papakha adalah hiasan kepala tradisional yang terkenal di tanah Rusia. Bentuknya seperti bulu-bulu beruang berwarna putih kekuningan. Itu adalah papakha yang semenjak sepuluh tahun berada di kepala Ahmad. Papakha itu dibelinya di salah satu toko di dekat bandara. Dan seolah menjadi ciri khas seorang Ahmad, papakha itu akan selalu menjadi ikon tersendiri bagi laki-laki itu saat bertanding. 155 lb. Tertera di depan sebuah alat timbang. Pria dengan kulit putih, bibir tipis dan dagu tegasnya yang berbentuk persegi itu hanya memberikan seulas senyum. Tidak ada selebrasi seperti petarung yang lain menunjukkan otot-otot milik mereka dan memberikan ekspresi yang mengerikan. Seolah mereka adalah petarung yang siap bertarung dengan kekuatan penuh. Ahmad tersenyum dengan penuh keyakinan. Satu jarinya ke atas langit. Sembari meminta kekuatan kepada yang maha hidup. ‘Kekuatan yang abadi, hanyalah pada Allah, bukan manusia’ kalimat itulah yang selalu membuat hati Ahmad merasa rendah. Beranjak dari selebrasi itu, Ahmad menerima air minum dari sahabatnya Rabbul. Ahmad meminumnya sambil berjongkok. “Spassiba,” ujarnya pelan dengan menggunakan bahasa Rusia yang berarti terima kasih. Selesai minum, Dana White mempertemukan dua pasang mata itu saling mengintimidasi satu dengan yang lain. Sesi pemotretan keduanya. Ahmad melihat Daniel dengan baik. “Pulanglah ke Rusia, kau akan pulang ke Rusia dengan malu!” nada itu dibunyikan oleh Daniel dengan nada yang begitu mengintimidasi. Ahmad hanya diam. Tanpa bicara. Dana White sebagai penengah mereka langsung menjauhkan saat sesi pemotretan itu selesai. Menjauhkan kembali dua atletnya dengan jarak sekitar sepuluh meter-an. Suara lantang musuhnya kali ini, dengan berbagai nada ancaman ditujukan kepada Ahmad. Ahmad hanya diam dan menyahuti dengan senyumnya. Tangannya selalu menunjuk ke atas kadang berpindah ke hatinya. Meyakinkan dirinya sendiri. “Bagaimana pendapatmu untuk pertandingan kali ini? Apakah kau akan yakin mengalahkan Daniel Benvolo?” tanya Dana White kepada Ahmad. Ahmad disuguhi sebuah microphone. Dia tidak memandang lawannya sama sekali yang saat ini berjarak sekitar sepuluh meter darinya. Dirinya hanya memandang ke arah pendukungnya yang saat ini berteriak memannggil namanya. “I am gonna smash your boy. Alhamdulillah,” ujar Ahmad dengan selebrasinya yang selalu menunjuk ke atas. Dana White selalu tersenyum untuk itu. ‘Petarung sejati tidak akan banyak bicara,’ batin Dana White yang menjadi presiden UFC itu. Laki-laki itu selalu terkagum dengan salah satu atletnya ini. Semua petarung memiliki sisi mereka masing-masing. Ahmad Margomedov menyadari hal itu. Dia tidak banyak bicara, tapi banyak beraksi. Ultimate Fighting Championship merupakan organisasi yang gencar mempromosikan mixed marthial arts di dunia. Sejak tahun 2001 tumbuh subur menjadi ajang bergengsi di Amerika dan sekitar. Dana White selaku menjadi presiden UFC memegang peranan penting. Pada awal pembentukannya, kejuaraan UFC meliputi peraturan yang minimalis. Mixed marthial arts, full contact body, satu lawan satu, selama tiga putaran ronde atau tergantung dari pelumpuhan dari salah satu penantang. Boleh menggunakan kekuatan pukulan tangan seperti tinju, atau kekuatan kaki saat melakukan tendangan. Atau dengan gaya lain seperti Muay-thai, karate, judo, Jiu-jitsu, Sambo, Wrestling, dan yang lainnya. “Kau dalam keadaan yang baik Ahmad?” seseorang berseru di balik telepon. Laki-laki yang merupakan kakak laki-laki Ahmad-Abdullah Normagomedov. “Aku hanya sedang ragu dengan kemampuanku Kak,” ujar Ahmad dengan perasaan yang tidak menentu. Batinnya sedikit gelisah. “Kau tak sedang memikirkan yang lain kan?” tanya Abdullah sekali lagi. Ahmad menggeleng lemah. “Lagi-lagi visaku tidak bisa membuat tubuhku ke sana. Amerika masih tidak memperbolehkan tentara Rusia untuk datang. Kau tak apa kan?” kakak laki-laki Ahmad mengatakan hal itu dengan penuh senyum ironis. Sejak pertandingan pertama hingga pertandingan Ahmad yang terakhir ini, dirinya masih belum bisa bertandang ke negeri Paman Sam. Rusia dan Amerika adalah dua negara yang saling bermusuhan. Nama Abdullah Normagomedov tercatat sebagai salah satu di antara semua tentara Rusia yang tidak boleh masuk Amerika. Termasuk kakak laki-laki Ahmad. Bahkan ayah Ahmad pun demikian. Amena menyela di balik telepon. Menyahut dengan nada khawatir. “Serahkan semuanya kepada Allah. Kau akan baik-baik saja. Kekalahan tidak akan membuat diri rendah, kemenangan tidak akan membuat tinggi manusia. Kau harus bertawakkal,” ujar Amena dengan perasaan yang penuh. “Kau memang harus bertawakkal, namun sebelumnya kau harus berusaha menjadi seseorang yang terbaik dulu Ahmad. Kau harus membuktikan kalau kau bisa,” sahut kakak laki-laki Ahmad dengan nada yang menggelora. Suaranya yang lantang itu membuat Ahmad membara seketika. Sedangkan suara yang lembut dari Ibunya membuat dirinya merasa tenang dan lebih damai. Pintu kamar hotel terketuk, membuat Ahmad harus mengakhiri telepon itu. “Apa aku boleh masuk?” tanya Paman Usman yang merupakan pelatih Ahmad. “Boleh, masuklah paman,” ujar pria itu mengangguk. Memberikan izin kepada pelatihnya. Paman Usman mengulum bibirnya sekilas, pandangannya ke bawah lantai-lantai. Lalu melihat ke depannya. Ahmad mengusap jambang. “Lawanmu besok cukup berat. Kau harus lebih cerdik. Berapa ronde yang akan kau butuhkan?” ujar Paman Usman. Ahmad menunduk, dirinya lalu menarik kursi yang ada di depan meja kerja. Mendudukinya di depan Paman Usman. “Insya Allah tiga ronde. Akuberharap Paman bisa memberikan support dan membimbingku dengan baik besok. Aku tanpa paman tidak bisa berada saat ini.” Paman Usman menepuk bahu keponakannya itu. Memberikan semangat. “Good luck, semoga Allah senantiasa memberikanmu kemudahan Ahmad. Bawalah Rusia di tanganmu, bawalah agama di hatimu, bawalah restu orang tua di lenganmu, dan bawalah ilmu di otakmu. Kau akan berhasil The Eagle. Kau akan berhasil,” sahut Paman Usman kemudian yang langsung melangkah pergi dari kamar hotel milik muridnya itu. Itu adalah sebuah kebiasaan dirinya memberikan semangat kepada anak didik yang dirinya latih, agar kuat secara emosional dan keyakinan. Ahmad melihat dirinya di depan kaca. Setiap lawan adalah keyakinan atas dirinya. Bagaimana pun juga ini adalah pertandingan yang kesekian kalinya. Seperti yang sudah-sudah, Ahmad yakin akan memenangkan pertandingan besok. Keyakinannya begitu kuat karena mendapatkan dukungan dari orang-orang hebat di sekelilingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD