Bab 167 : "Kebenaran Yang Bohong"

1804 Words
"Mati dalam keadaan mabuk masih lebih baik daripada mati dalam penderitaan,'' uujar Tuan Wendy kepada Lord Alastairs. Kemudian, tersebutlah Nona Shedim yang cantik, yang menjadi buta karena pemboman pertama di Jerman. Ada lagi, seorang wanita paruh baya, Dororthy, yang kehilangan anak satu-satunya yang tampan karena harus meregang nyawa di arena peperangan. Seorang gadis kecil, Shefa, yang ditinggal mati ibu bapaknya menulis puisi yang sangat bagus. Ia memberikan itu pada Lord Alastairs dan perwira itu mengarsipkannya diantara catatannya, Katakan padaku tentang hidupku, Aku memiliki keluarga yang habis dibantai, Aku adalah korban kebencian dan nafsu kalian, Kalian memperkosa kehormatanku, Aku lelah Oh Demi Tuhan! Bebaskan aku! Katakan padaku tentang kebenaran, Apakah kalian tidak mengenalku sebab kalian mengabaikanku? Kalian memproklamasikan kebebasan sekarang, Tapi kalian memerangi hak kami, Aku tidak percaya inilah tempat dimana aku dilahirkan, Tahukah kalian aku benci untuk mengatakan ini, Pemerintah tidak mempedulikan kami, Mereka benar-benar tidak peduli pada kaum kami! Semua catatan itu ia berikan untuk Ratu Bethany. Supaya sang Ratu bisa memahami mereka, membantu mereka secara moral dan materi. Lord Alastairs juga mengatakan dalam catatannya, bahwa sebenarnya kehidupan masih bisa lebih baik dari ini. Kehidupan tidak akan sejelek yang saat ini digambarkan orang-orang, seandaianya mereka masih mau berfikir dan bersyukur. "Nona Yuliana baru saja melahirkan anak pertamanya. Ini adalah kabar gembira bagi semua. Masih ada bayi-bayi manusia yang lahir dibalik pembunuhan, dan itu adalah karunia Tuhan yang paling berharga. Sebab kalau tidak begitu, mereka akan putus asa melihat banyaknya manusia yang mati.'' tulis Lord Alastairs dalam catatannya. Ratu Bethany merasa tersentuh dan akhirnya benar-benar bekerja keras untuk membantu mereka. Ia memberikan kontribusi penuh pada para pengungsi di perbatasan. Lord Alastairs senantiasa membantu perempuan itu. Bersama mereka bergotong-royong memulihkan sebuah kondisi yang merana. Perang dunia terus berkoar-koar, terdengar bahwa ketegangan memuncak antara Perancis-Inggris-Jerman-Rusia. Perang senjata dimulai, siapakah yang paling memiliki angkatan perang dan persenjataan yang kuat? Dunia tiba-tiba tersentak dari tidur. Persaudaraan telah ditenggelamkan. Rasisme mewabah. Chauvinisme adalah penyakit moral yang populer saat itu. Semua negara di Eropa mendadak jadi buruk dan saling benci. Demikianlah akhirnya mereka berperang, mengatakan demi membela tanah air dan harga diri bangsa, tetapi mengorbankan masyarakat di bawahnya. Demikianlah benar tentang gadis kecil itu, bahwa pemerintah, mereka sebenarnya tidak peduli tentang rakyatnya. ***** Tapi insan manapun tidak dapat mungkir, bahwa perang itulah, sebenar-benarnya fakta yang menyatukan hati Lord Alastairs dan Ratu Bethany. Kedua orang tua Lord Alastairs sebenarnya tak pernah setuju atas hubungan anaknya dengan sang ratu. Mereka pikir itu terlalu berbahaya, bisa menjadi skandal terbesar dalam sejarah kerajaan ini, dan yang paling utama itu dapat menggoyahkan eksistensi nama dan kehormatan mereka di mata masyarakat bangsawan. Kalau saja Lord Alastairs bisa mengerti bahwa cintanya itu bisa mengundang banyak bahaya, mereka yakin anaknya tidak akan jatuh cinta. Tapi ia sudah jatuh cinta! Jadi satu-satunya cara memisahkan mereka adalah dengan memberikan salah satu diantara mereka cinta yang lain. Orang tua Lord Alastairs menjodohkan anaknya itu dengan seorang Baroness, mantan seorang biarawan yang saat ini bertransformasi menjadi pebisnis amal di kawasan Eropa Barat. "Margaret, begitu kau bisa menyebut namanya,'' kata sang ibu. Lord Alastairs tertawa waktu mendengar namanya. Dalam kepalanya terbayang seorang wanita gendut dengan hidung seperti babi dan berpakaian longgar. Ia membayangkan tingkah eks biarawan bernama Margaret itu, seseorang dengan kesopanan yang dibuat-buat yang berbicara sesuatu dengan lemah gemulai dan bahasa yang berbelit-belit. Ia membayangkan Margaret mengomentari rasa anggur dari Perancis. "Astaga! Tuhanku! Rasa anggur ini sungguh luar biasa, dan berada di taman yang paling indah.'' Ia akan berbicara seolah-olah di Great Brescon tak ada anggur. "Sudah! Cukup!'' Ibunya memutuskan. "Kau sangat keras kepala!'' "Cinta yang membuatku keras kepala,'' jawab Lord Alastairs. "Aku harap itu tidak akan menjerumuskanmu ke dalam dosa besar.'' Ibunya mengatakan dengan ragu-ragu. "Apakah kau memahami ini?'' "Aku takkan jatuh ke neraka hanya karena mencintai.'' Pria itu menatap ibunya. "Kau sungguh tidak mendukung perasaan anakmu ini, ya?'' "Bagaimana aku harus mendukungmu? Ya, baiklah, katakanlah kau mencintai ratu itu tapi apakah kau pernah berfikir tentang suaminya?'' "Raja Humbert tidak mencintai Bethany.'' "Tapi dia adalah suaminya.'' "Apa artinya seorang suami bila tidak bisa mencintai istrinya?'' Gemerisik salju yang menetes dari ranting-ranting pohon yang membeku menengahi percakapan mereka. Kesenyapan yang kaget terjadi. "Dalam beberapa hal, aku pikir keberadaan Raja Humbert menyelamatkan posisi Ratu Bethany,'' kata sang ibu. "Apa maksudmu?'' "Banyak hal yang tidak bisa dipertimbangkan dengan cinta, sayang.'' Hening sejenak. "Aku duga keras ratu itu belum menjelaskan yang sebenarnya padamu.'' Lord Alastairs terperanjat. "Mintalah penjelasan yang akurat darinya supaya kau bisa berfikir kembali tentang cinta butamu.'' Hening lagi. "Kadang-kadang kau harus melihat keadaan, sayang. Betapapun besar cintamu. Ini semua bukan tentang berapa kuantitas dan kualitas cintamu terhadap seseorang.'' "Kita lihat saja apakah semua omonganmu itu benar, ibu. Tapi sebelum itu semua terjadi, aku akan melakukan apa yang ingin aku lakukan dulu.'' Dan dengan berkata demikian, Lord Alastairs pergi menjauhi orang tuanya. ***** Lord Alastairs membuka-buka lagi kenangan menyedihkan ini dan terus bertanya kepada diri sendiri, apakah waktu itu dalam gemerlap perang, retakan hidupnya bermula, bahwa cintanya yang begitu besar itu ternyata tidak direstui oleh keadaan. Ketika ia mencoba menganalisis kerinduan-kerinduanya, ia menyerah bahwa ia adalah tipikal orang yang tidak bisa menahan untuk tak mengingat kenangan-kenangan cintanya yang tak menyenangkan. Bahkan lama setelah kematian Ratu Bethany, Lord Alastairs merasa pikirannya masih mengapung jauh pada ratu itu. ***** Suatu hari di awal-awal pergantian tahun kedua perang dunia pertama, pada musim panas yang lebih panas dari sebelumnya sebab panas kali ini membawa angin menerbangkan debu ke udara, menyerang mata dengan tusukan bertubi-tubi. Lord Alastairs dan Ratu Bethany telah pergi diam-diam melewati bagian utara dari negerinya, menerobos jalanan beraspal menuju hutan rhododendron. Disana mereka mengeksploitasi tubuh masing-masing. Jauh dari tatapan-tatapan insan lain yang menatap dengan menuduh atau mengancam. Tanpa malu-malu, mereka mengungkapkan cinta. Seorang perwira dan seorang ratu yang terhormat, perasaan mereka sama-sama membludag dan satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan mempertemukan satu sama lain pada gairah dan emosi yang sangat dalam, begitu dalam sampai seorang pun tak dapat mengukurnya. Itulah percobaan liar pertama mereka yang disusul dengan percobaan-percobaan yang selanjutnya yang lebih liar dan berani. Orang tua Lord Alastairs tidak berhenti mengingatkan. Mereka bahkan mulai tega mengatakan dengan langsung bahwa mereka membenci hubungan anaknya. Tetapi seperti kebanyakan orang bilang, kadang-kadang semakin dibenci, semakin disukai. Jiwa Lord Alastairs merasa tertantang karena orang tuanya sehingga ia memutuskan untuk meneruskan hubungannya ke hal yang lebih gila. ***** "Menikahlah denganku, ratu,'' kata Lord Alastairs pada sang ratu dengan nada menuntut. Saat itu adalah suatu malam di akhir musim dingin tahun kedua perang dunia pertama. Lelaki itu membawa wanitanya ke sebuah tempat peribadatan ortodoks di dalam hutan. Mereka berjalan terhuyung-huyung menyusuri pepohonan tinggi dan jelek, yang menutup cahaya rembulan sampai ke tanah. Daun-daunnya telah membeku dan menghujani mereka dengan es yang meluncur dari sudutnya. Ratu Bethany tidak terlalu kuat menahan dingin sehingga ia terus menambah lapisan mantelnya yang dibawa Lord Alatairs dengan ransel di tengah perjalanan. Lord Alastairs menggenggam tangan Ratu Bethany sangat kuat sementara tangan satunya lagi membawa lentera sebagai penerang jalan. Jalanan itu begitu kejam mempermainkan mereka. Menanjak dan menurun dan tanah-tanahnya beruban dan dingin. Ketika mereka sampai, tidak ada siapapun di tempat itu selain mereka sehingga drama itu berjalan dengan suara keras tanpa khawatir didengar. "Aku tidak bisa,'' jawab Ratu Bethany dengan bibir gemetar, gigi-giginya bergemelutuk lantaran kedinginan. "Menikahlah denganku, ratu,'' kata Lord Alastairs dengan nada suara yang lebih rendah dan lebih menuntut. Waktu itu ia merasa sangat layak mendapatkan Ratu Bethany seutuhnya. Kenyataan bahwa mereka saling mencintai dan tidak mengalami kendala finansial yang berarti membuat Lord Alastairs berani mengatakan ini. Ia juga sadar ia telah berjuang melewati jalanan yang sulit tadi untuk ini semua. Waktu itu ia merasa pernikahan di depan matanya. Mereka berdua sama-sama berada di tempat suci, di hadapan Tuhan yang menciptakan mereka. Lord Alastairs menyeret Ratu Bethany ke altar. "Sebentar lagi penghulunya akan datang.'' "Apa kau sudah gila?'' "Apa??!!'' "Aku tidak bisa...'' Lord Alastairs kaget. "Kenapa?'' Angin deras menyentuh kulit kedua manusia itu lewat celah jeruji berulir keparsi-parsian. Dingin menembus tembok-tembok kelabu bangunan dan memerangkap mereka dalam suasana sedih. "Aku sudah berfikir...'' Oh, jadi selama ini ia tidak berfikir, pikir Lord Alastairs. Jadi sang ratu tidak berfikir waktu melakukan perselingkuhan dengannya. Sang ratu tidak berfikir bahwa ini bukan main-main. Sang ratu juga tidak berfikir bahwa Lord Alastairs benar-benar mencintainya. Ia tidak berfikir, selama ini. Kekecewaan tergambar di wajah Lord Alastairs. Berbagai pikiran buruk menghantuinya. "Aku seorang ratu...'' "Dan aku seorang perwira!'' "Aku harus memimpin negeri ini!'' "DAN AKU HARUS MELINDUNGI NEGERI INI!!!'' Ratu Bethany terkejut mendengar teriakan pria di hadapannya. Ia sadar betul ia marah besar sehingga bibirnya gemetar dan gigi-giginya sekali lagi, bergemelutuk. Tapi ia tetap berusaha untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya tidak dipahami oleh Lord Alastairs. "Dengar, betapa pun, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini,'' katanya. "Aku sedih karena aku merasa berdosa pada semua orang yang telah mempercayaiku selama ini, khususnya Raja Humbert. Apakah kau mengetahui bahwa dibalik segala kesibukan yang ia lakukan untuk tanah airnya, dibalik setiap kerumitan sikapnya yang terkadang membuat ku seolah tak pernah mengenalnya, dibalik kesendiriannya oleh perasaanku yang mengasingkannya, dia orang yang sangat baik dan tulus? Aku tidak yakin apakah aku pernah membahagiakannya, tapi di atas segalanya, dia telah melakukan banyak hal untuk hidupku. Aku sangat sedih karena tidak menyadarinya sejak dahulu, Raja Humbert telah membungkam air matanya selama ini.... " Ia mengatakannya dengan ragu-ragu. "Demiku.'' "Apa maksudmu?'' tuntut Lord Alastairs merasa ungkapannya tidak jelas. "Dia ternyata mencintaimu, selama ini?'' "Dia mempertaruhkan segalanya untuk bersamaku.'' "Kau pikir aku tidak?!'' bentak Lord Alastairs. "Aku bahkan melawan orang tuaku.'' "Kau tidak tahu apa yang sesungguhnya Humbert lakukan untuk semua ini.'' "Apa?! Aku pikir si Humbert sama sekali tidak mencintaimu, dia menikahimu lantaran begitulah ketentuan kerajaan, kau yang kebetulan lolos seleksi itu.'' Ratu Bethany terdiam. Ia teringat ketika pertama kali petugas istana datang ke rumah orang tuanya untuk menjemputnya mengikuti ujian seleksi istri raja Humbert. ''Berjuanglah nak, aku yakin kau pasti lolos. Kau seorang yang cantik dan pintar,'' kata Ibu Ratu Bethany waktu itu. Sepasang matanya ingin menangis, tapi ditahan. "Apakah kau tidak pernah berfikir tentangku? Aku juga orang yang mencintaimu dan terus berusaha membuatmu senang, aku melakukan apapun yang kau mau, aku mau mati demimu,'' sambung Lord Alastairs dengan nada parau. "Tidak, itu bukan satu-satunya alasan,' jawab Ratu Bethany. "Aku memiliki tanggung jawab yang besar untuk orang-orang dalam kerajaan, dan lebih luas lagi, aku mengemban tugas tersendiri untuk rakyatku dan tanah air. Seorang ratu tidak boleh mengkhianati kepercayaannya sendiri. Ia.........'' "Yah, " potong Lord Alastairs ketika Ratu Bethany tidak kunjung melanjutkan kalimatnya."Karena kalian berdua seorang raja dan ratu yang memimpin negeri ini dan dalam peraturan rahasia kerajaan, raja dan ratu tidak boleh saling mengkhianati dan berpisah. Itukah yang sesungguhnya ingin kau jelaskan padaku?'' "Aku tidak bisa menyangkal hal itu. Kau telah mengetahui kebenarannya.'' Salju dibalik jendela turun deras, meluncur dari genteng-genteng dan pepohonan beku, menabrak kaca jendela berkali-kali karena angin mencondongkannya. "Jadi, kalau begitu, masalahnya adalah soal perjanjian setia, ya kan? Bukan kepada perasaan si Humbert atau pengorbanannya?''
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD