Dave mengacak-acak rambutnya frustrasi. Amarah yang memuncak membuat napasnya jadi sedikit tidak beraturan. Kedua kepalan tangannya berada di atas meja, membuka dan menutup, seperti ingin meninju sesuatu. Air mukanya bercampur antara marah dan benci. “Sialan!” teriaknya. “Sudahlah, Dave.” Charlotte masih berusaha menenangkan Dave. Tapi ia tidak berani memandang pria itu langsung. Ia malah fokus menunduk, menatap jari-jari kakinya. Dave berdecak. “Kau setuju?” “Mau bagaimana lagi?” Dave merasakan aliran darahnya serentak naik berkumpul di ubun-ubun. Ia berdiri dan berkacak pinggang menghadap Charlotte. “Kenapa kau tidak melawannya seperti saat kau melawanku dulu?” Charlotte mendongak menatap Dave. “Dave, kau tahu

