Keheningan turun seperti kabut yang lembut. Tidak menakutkan, tidak mencekam—hanya sunyi yang hangat, seperti pelukan setelah hujan deras. Mereka terbaring berdua, tubuh telanjang diselimuti seprai yang sudah terlempar setengah dari tempat tidur. Cahaya kota Hong Kong yang remang-remang merayap masuk lewat celah gorden, membingkai tubuh mereka seperti lukisan yang belum selesai. Delon berbaring menyamping, satu tangan menopang kepala, sementara tangannya yang lain bermain di sepanjang lengan Keira yang terentang lemas di atas ranjang. Jarinya menyusuri kulit itu perlahan-lahan, seolah mencoba menghafal setiap sentimeter darinya—seolah takut esok hari semua ini menghilang seperti mimpi yang tak bisa diulang. Keira menatap langit-langit, matanya setengah terbuka, rambutnya berantakan di at

